Semua Bab Sebatas Rahim Sewaan Tuan CEO: Bab 131 - Bab 140

154 Bab

Bab 131. Menikahlah Denganku

"Pernahkah kau bertanya bagaimana perasaan Emily kepadamu? Apa kau tidak penasaran, Arnold?" Suara Vania terdengar tenang namun menusuk. Di dalam ruang tamu yang remang dan hangat itu, tiga orang duduk dalam diam sejenak. Robert menyandarkan dirinya ke kursi, sementara Arnold menatap mereka berdua bergantian, matanya menyiratkan kebingungan yang samar. Arnold akhirnya bersuara, suaranya terdengar mantap, namun ada bayangan keraguan yang tersembunyi. "Pernah," katanya sambil menarik napas dalam. "Aku bahkan menanyakannya langsung kepada Emily. Dia bilang dia mencintaiku." Vania mengerutkan kening. "Kalau dia cinta, harusnya dia tidak langsung minta putus, kan?" Perkataan itu membuat dada Arnold bergemuruh. Untuk sesaat, ia tidak tahu harus berkata apa. Keraguan yang selama ini ia pendam perlahan menyeruak ke permukaan. "Tapi aku bisa mengerti bagaimana perasaannya. Wajar kalau dia marah dan kesal saat melihatku bersama wanita lain, lalu meminta putus," jawab Arnold pelan, seolah
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-04-09
Baca selengkapnya

132. Tidur Sekamar?

Arnold kembali melamarnya. Kali ini di depan butik branded yang berkilau, dipenuhi kaca besar dan lampu etalase yang memantulkan cahaya gemerlap malam Paris. Aksi Arnold spontan itu sontak mencuri perhatian, disaksikan banyak pasang mata yang lalu lalang di trotoar Champs-Élysées. "Arnold, bangun. Ada banyak orang di sini!" bisik Emily panik, wajahnya memerah menahan malu. "Aku tidak akan bangun sebelum kau memberiku jawaban. Maukah kau menikah denganku?" tanyanya sekali lagi, suara Arnold terdengar bulat dan mantap. "Kalau kau tidak mau, aku siap menggantikanmu, Emily!" seru Vania tiba-tiba, sambil mengarahkan kamera ponselnya ke Arnold yang masih berlutut. Sejak tadi ia sibuk merekam video lamaran itu dengan senyum geli dan semangat yang tak bisa disembunyikan. Emily langsung menatapnya tajam, membuat Angel dan Vania meledak dalam tawa kecil yang tertahan. Netra Emily kembali menatap lembut manik mata hitam Arnold. Ada keraguan yang perlahan luluh dalam tatapan penuh cinta itu.
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-04-09
Baca selengkapnya

133. Tolong Jaga Emily Untukku

"Gak apa-apa, Arnold bisa nahan diri kok." Nyonya Ruby berlalu meninggalkan Emily dan Arnold di depan pintu kamar. Emily menarik napas dalam, sementara Arnold hanya menatap pintu kamar yang baru saja tertutup. "Angel di mana, Sayang?" tanya Arnold sambil membalikkan badan menatap Emily. "Dia menginap di tempat Livia. Tadinya aku juga mau menginap di sana, terus Mama bilang Mama sudah memesankan kamar untukku," jawab Emily sambil memainkan ujung rambutnya, sedikit gugup. "Mama ini," desah Arnold, mengusap pelipisnya. "Tunggu sebentar!" Tanpa menunggu respons, Arnold masuk ke dalam dan beberapa detik kemudian keluar kembali dengan handphone dan dompet di tangan. Ia menutup pintu kamarnya rapat-rapat. "Ayo, aku pesankan kamar yang baru," ucapnya sambil menggenggam jemari Emily, menariknya perlahan menuju lobby. "Aku bukannya tidak mau tidur denganmu, tapi aku takut tidak bisa menahan diriku!" ucap Arnold dengan suara rendah, hampir seperti bisikan. Ia mengecup puncak kepala Emily,
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-04-09
Baca selengkapnya

Bab 134. Khilaf

Rahang Arnold tampak mengetat, otot-ototnya menegang hingga tampak jelas dari garis wajahnya yang keras. Sejak awal, dia memang tidak pernah bisa menyembunyikan ketidaksukaannya pada Alex—lelaki yang tampak terlalu dekat dengan Emily, terlalu sering muncul di sisinya, dan terlalu membuatnya merasa terancam. Bukan hanya Alex. Bahkan dengan Arlen dan laki-laki lain yang sekadar bertukar tawa dengan Emily pun, Arnold tidak bisa menahan bara cemburu yang terus menyala dalam dirinya. Emily adalah miliknya. Dan ia tidak suka jika perempuan itu dekat dengan siapa pun yang berjenis kelamin laki-laki selain dirinya. "Emily tidak punya siapa-siapa lagi setelah kau menghancurkan keluarganya," ucap Arnold, suaranya bergetar oleh amarah yang tertahan. "Jadi aku, sebagai satu-satunya orang yang selalu ada untuknya sejak dia masih kecil, tidak akan membiarkanmu menyakiti Emily lagi untuk yang kedua kalinya." Matanya memerah, sorot matanya menusuk tajam ke arah Alex, penuh amarah dan tekad yang me
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-04-10
Baca selengkapnya

Bab 135. Bertengkar

“Jangan terlalu dekat dengan Alex, aku tidak suka,” ucap Arnold sambil mengusap bibir Emily yang masih tampak kemerahan setelah ciuman mereka. Suaranya pelan namun tegas, menyiratkan kecemburuan yang tak bisa disembunyikan. Emily menarik napas, berusaha mengontrol emosinya. “Aku sudah menganggap Alex dan Vania seperti saudaraku sendiri. Tidak lebih.” Wajah Arnold menegang. “Tetap saja aku tidak suka!” Tatapan keduanya saling mengunci. Dalam keheningan itu, seolah waktu berhenti. Hanya ada mereka berdua, saling menyelami isi hati melalui mata yang mengisyaratkan lebih dari sekadar kata-kata. Emosi, kekhawatiran, dan cinta yang campur aduk terpancar dalam diam. Akhirnya, Emily menghela napas panjang. “Baiklah,” ucapnya menyerah. Ia tahu Arnold sudah cukup bersabar menghadapi sikap keras kepalanya akhir-akhir ini. Arnold perlahan bangkit dari atas tubuh Emily dan duduk di sampingnya. Wajahnya serius. “Mana handphone-mu? Berikan padaku!” Suaranya dalam, sedikit mengandung nada perint
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-04-10
Baca selengkapnya

Bab 136. Menikah

Emily menghela napasnya pelan, dadanya terasa sesak oleh beban yang selama ini dipendam. Perlahan, diraihnya tangan Arnold, erat namun tetap lembut. "Kamu bersamaku hampir dua puluh empat jam," ucapnya lirih, "apa kamu lihat aku memegang handphone?" Suara Emily terdengar lelah, seperti seseorang yang habis berlari jauh dan tak kunjung mencapai garis akhir. Tatapannya yang sayu menyorot kelelahan yang lebih dari sekadar fisik—itu adalah kelelahan batin, dari terus-menerus dicurigai, dari rasa sayang yang tak henti dipertanyakan. Tanpa menunggu respons Arnold, Emily menarik tangannya dan menggandengnya. Langkahnya cepat, seolah ingin segera menyelesaikan sesuatu yang tertunda. Mereka berdua mendekati sosok Arlen yang sedang berdiri di bawah cahaya temaram lampu taman depan. "Arlen!" seru Emily, lantang namun terdengar getir. Arlen menoleh, dan seketika keningnya berkerut saat melihat jemari Emily yang menggenggam tangan Arnold begitu erat. "Emily, Arnold, kalian…." Suaranya
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-04-10
Baca selengkapnya

Bab 137. Janji Suci

"Apa? Astaga aku belum mandi!" seru Emily panik. Ia berbalik secepat kilat, rambutnya yang panjang ikut terhempas, lalu langsung berlari menuju kamarnya meninggalkan Arnold yang hanya bisa menggeleng pelan, senyum kecil mengembang di wajahnya. Tatapannya mengikuti langkah Emily dengan penuh kasih, seperti melihat matahari pagi yang menyelinap masuk dari balik tirai jendela. Sembari menunggu Emily selesai mandi, Arnold duduk di sofa ruang tamu, menatap layar ponselnya dan segera menghubungi Robert. “Bisa tolong bawakan sarapan untukku dan Emily?” pintanya tenang. Tak lama berselang, dering bel rumah terdengar. Robert datang dengan senyum sopan dan nampan di tangannya. Ia membantu Arnold menata makanan dengan cekatan, seperti sudah sangat hafal dengan rutinitas majikannya. "Bagaimana, apa persiapan penandatanganan buku nikahnya sudah beres?" tanya Arnold, suaranya terdengar sedikit gemetar. "Sudah, Tuan!" jawab Robert mantap. "Terima kasih, Robert!" ujar Arnold, menahan gejolak emo
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-04-11
Baca selengkapnya

Bab 138. Bukan Kali Pertama

"Harusnya aku yang meminta seperti itu, bukan kau..." Arnold membenamkan Emily ke dalam pelukannya, air matanya ikut luruh. Dan tidak hanya mereka berdua, tapi juga Sally yang tahu awal mula kisah mereka ikut meneteskan air mata haru. "Sally, mulai sekarang aku akan mempercayakan Emily kepadamu saat aku tidak ada di rumah!" "Siap, Tuan. Saya akan menjaga Nyonya Emily dengan sepenuh hati." Sally membungkuk dengan senyum terukir di bibirnya. Emily mencubit pinggang Arnold pelan. "Aku bukan anak kecil yang harus dijaga!" "Kau memang bukan anak kecil, tapi kau sesuatu yang sangat berharga untukku." Emily menganggukkan kepalanya sambil tersenyum, membuat Arnold mendadak gelisah. "Sally, bisakah kau membuatkan cake untukku dan Emily?" "Cake, tentu Tuan. Tuan mau dibuatkan cake apa? Red velvet? Cheese cake?" "Terserah kamu saja, kedua-duanya boleh juga." "Siap, Tuan!" Sally menunduk dan berlalu keluar dari kamar utama. "Sekarang hanya ada kita berdua," bisik Arnold
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-04-11
Baca selengkapnya

Bab 139. Siapa Nicholas?

Menjelang siang, sinar matahari mengintip malu-malu melalui sela tirai tipis yang menggantung di jendela kamar. Emily terbangun perlahan, kelopak matanya yang berat mengerjap beberapa kali. Tubuhnya terasa nyeri di berbagai bagian, seperti baru saja melewati perjalanan panjang yang melelahkan, namun tatkala ia menyadari di mana dirinya berada dan siapa yang sedang mendekapnya erat, seulas senyum manis langsung merekah di wajahnya yang memesona. Ada kebahagiaan dan ketenangan yang terpancar dari ekspresinya. Arnold, pria yang kini resmi menjadi suaminya, memeluk tubuh mungilnya dengan posesif. Kehangatan tubuhnya dan detak jantung yang terasa di dadanya membuat Emily merasa seperti sedang terkurung dalam mimpi indah yang enggan ia akhiri. Hatinya masih sulit percaya bahwa ia kini telah sah menjadi Nyonya Arnold Edward. "Sudah puas menatap wajahku yang tampan?" Suara berat Arnold yang menggodanya membuat Emily terperanjat kecil, rona merah muda segera merayapi pipinya. "Sejak kapan k
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-04-11
Baca selengkapnya

Bab 140. Tidak Perlu Mengasihaninya

"Masuklah ke kamar!" pintanya sekali lagi, kali ini dengan nada yang lebih lembut namun tetap tegas. Emily mengangguk patuh, seulas senyum manis menghiasi wajahnya saat ia menatap Arnold sesaat. Tanpa berkata apa-apa, ia berbalik dan melangkah anggun meninggalkan ruang makan, langkah-langkahnya terdengar lembut di atas lantai kayu marmer yang mengkilap. Arnold dan Nicholas sama-sama menatap punggungnya yang perlahan menghilang di tangga. Tak satu pun dari mereka berbicara, seolah tengah membaca isi pikiran masing-masing. Nicholas akhirnya bersuara, suaranya ringan namun menyiratkan sesuatu yang lebih dalam. "Kau tidak berniat mengenalkan istrimu kepadaku, Arnold?" Tidak ada jawaban. Hanya hening. Mata Arnold tetap menatap ke arah tangga, memastikan Emily benar-benar telah sampai di atas. Nicholas, sementara itu, masih mengikuti sosok wanita itu dengan pandangan yang sulit ditebak. Begitu Emily menghilang dari pandangan, Arnold berdiri. Ia melangkah pelan namun mantap ke arah Nich
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-04-12
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
111213141516
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status