Share

Bab 137. Janji Suci

Author: Silvania
last update Last Updated: 2025-04-11 15:23:10

"Apa? Astaga aku belum mandi!" seru Emily panik. Ia berbalik secepat kilat, rambutnya yang panjang ikut terhempas, lalu langsung berlari menuju kamarnya meninggalkan Arnold yang hanya bisa menggeleng pelan, senyum kecil mengembang di wajahnya. Tatapannya mengikuti langkah Emily dengan penuh kasih, seperti melihat matahari pagi yang menyelinap masuk dari balik tirai jendela.

Sembari menunggu Emily selesai mandi, Arnold duduk di sofa ruang tamu, menatap layar ponselnya dan segera menghubungi Robert. “Bisa tolong bawakan sarapan untukku dan Emily?” pintanya tenang.

Tak lama berselang, dering bel rumah terdengar. Robert datang dengan senyum sopan dan nampan di tangannya. Ia membantu Arnold menata makanan dengan cekatan, seperti sudah sangat hafal dengan rutinitas majikannya.

"Bagaimana, apa persiapan penandatanganan buku nikahnya sudah beres?" tanya Arnold, suaranya terdengar sedikit gemetar.

"Sudah, Tuan!" jawab Robert mantap.

"Terima kasih, Robert!" ujar Arnold, menahan gejolak emo
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • Sebatas Rahim Sewaan Tuan CEO   Bab 138. Bukan Kali Pertama

    "Harusnya aku yang meminta seperti itu, bukan kau..." Arnold membenamkan Emily ke dalam pelukannya, air matanya ikut luruh. Dan tidak hanya mereka berdua, tapi juga Sally yang tahu awal mula kisah mereka ikut meneteskan air mata haru. "Sally, mulai sekarang aku akan mempercayakan Emily kepadamu saat aku tidak ada di rumah!" "Siap, Tuan. Saya akan menjaga Nyonya Emily dengan sepenuh hati." Sally membungkuk dengan senyum terukir di bibirnya. Emily mencubit pinggang Arnold pelan. "Aku bukan anak kecil yang harus dijaga!" "Kau memang bukan anak kecil, tapi kau sesuatu yang sangat berharga untukku." Emily menganggukkan kepalanya sambil tersenyum, membuat Arnold mendadak gelisah. "Sally, bisakah kau membuatkan cake untukku dan Emily?" "Cake, tentu Tuan. Tuan mau dibuatkan cake apa? Red velvet? Cheese cake?" "Terserah kamu saja, kedua-duanya boleh juga." "Siap, Tuan!" Sally menunduk dan berlalu keluar dari kamar utama. "Sekarang hanya ada kita berdua," bisik Arnold

    Last Updated : 2025-04-11
  • Sebatas Rahim Sewaan Tuan CEO   Bab 139. Siapa Nicholas?

    Menjelang siang, sinar matahari mengintip malu-malu melalui sela tirai tipis yang menggantung di jendela kamar. Emily terbangun perlahan, kelopak matanya yang berat mengerjap beberapa kali. Tubuhnya terasa nyeri di berbagai bagian, seperti baru saja melewati perjalanan panjang yang melelahkan, namun tatkala ia menyadari di mana dirinya berada dan siapa yang sedang mendekapnya erat, seulas senyum manis langsung merekah di wajahnya yang memesona. Ada kebahagiaan dan ketenangan yang terpancar dari ekspresinya. Arnold, pria yang kini resmi menjadi suaminya, memeluk tubuh mungilnya dengan posesif. Kehangatan tubuhnya dan detak jantung yang terasa di dadanya membuat Emily merasa seperti sedang terkurung dalam mimpi indah yang enggan ia akhiri. Hatinya masih sulit percaya bahwa ia kini telah sah menjadi Nyonya Arnold Edward. "Sudah puas menatap wajahku yang tampan?" Suara berat Arnold yang menggodanya membuat Emily terperanjat kecil, rona merah muda segera merayapi pipinya. "Sejak kapan k

    Last Updated : 2025-04-11
  • Sebatas Rahim Sewaan Tuan CEO   Bab 140. Tidak Perlu Mengasihaninya

    "Masuklah ke kamar!" pintanya sekali lagi, kali ini dengan nada yang lebih lembut namun tetap tegas. Emily mengangguk patuh, seulas senyum manis menghiasi wajahnya saat ia menatap Arnold sesaat. Tanpa berkata apa-apa, ia berbalik dan melangkah anggun meninggalkan ruang makan, langkah-langkahnya terdengar lembut di atas lantai kayu marmer yang mengkilap. Arnold dan Nicholas sama-sama menatap punggungnya yang perlahan menghilang di tangga. Tak satu pun dari mereka berbicara, seolah tengah membaca isi pikiran masing-masing. Nicholas akhirnya bersuara, suaranya ringan namun menyiratkan sesuatu yang lebih dalam. "Kau tidak berniat mengenalkan istrimu kepadaku, Arnold?" Tidak ada jawaban. Hanya hening. Mata Arnold tetap menatap ke arah tangga, memastikan Emily benar-benar telah sampai di atas. Nicholas, sementara itu, masih mengikuti sosok wanita itu dengan pandangan yang sulit ditebak. Begitu Emily menghilang dari pandangan, Arnold berdiri. Ia melangkah pelan namun mantap ke arah Nich

    Last Updated : 2025-04-12
  • Sebatas Rahim Sewaan Tuan CEO   Bab 141. Dia Akan Bertekuk Lutut Di Hadapan ku

    Kening Emily berkerut, mencoba mencerna maksud dari ucapan Arnold yang begitu tegas dan penuh peringatan. "Apa maksudmu berkata seperti itu?" gumamnya pelan, namun belum sempat ia melanjutkan pertanyaannya... "Tapi, Say—" "Mulai sekarang belajarlah menuruti apa kataku. Aku hanya ingin kamu menjauh darinya. Dia sangat berbahaya." Nada suara Arnold tak dapat ditawar. Dingin. Tegas. Ada nada kekhawatiran yang terselip, tersembunyi di balik sorot matanya yang keras. Emily terdiam. Kalimat itu menggantung dalam pikirannya, tapi ia tahu—Arnold pasti punya alasan kuat hingga berkata sejauh itu tentang saudara tirinya sendiri. Dengan pelan, Emily mengangguk setuju. Meskipun hatinya masih dipenuhi tanya, ia memilih untuk mempercayai Arnold. "Istriku memang pintar," ucap Arnold sambil mengecup lembut puncak kepala Emily, kemudian mendekap tubuh mungilnya dengan erat, seolah ingin melindunginya dari dunia luar. Pagi itu, suasana meja makan terasa sunyi. Arnold dan Emily duduk berhadapan,

    Last Updated : 2025-04-12
  • Sebatas Rahim Sewaan Tuan CEO   Bab 142. Uang atau Aku?

    "Sayang, kau di mana?" Arnold menyusuri papping beton yang membatasi kolam renang dengan taman rambat yang ada di bagian belakang rumahnya dengan langkah kaki tergesa. Langit mulai menggelap, bias cahaya senja menari di permukaan air yang tenang, namun hatinya jauh dari ketenangan. Baru saja ia datang dari kamar dan tidak mendapati Emily di sana. Rasa cemas mulai merayap pelan di dadanya. Ia pun turun dan bertanya kepada pelayan. Ternyata, Emily ada di samping kolam renang. Setelah pertengkarannya dengan Nicole di ruangannya siang tadi, Arnold memilih untuk kembali ke rumah. Hatinya terasa sesak, pikirannya kalut. Di ruang kerjanya, ia sempat berusaha untuk berkonsentrasi dengan tumpukan file yang harus diperiksa dan ditandatangani satu per satu, namun pikirannya sama sekali tak bisa fokus. Semua terasa kacau, dan hanya satu wajah yang muncul di benaknya—Emily. "Sayang!" Emily menghambur ke dalam pelukan Arnold begitu dia melihat suaminya sudah pulang. Langkahnya ringan, seo

    Last Updated : 2025-04-13
  • Sebatas Rahim Sewaan Tuan CEO   Bab 143. Belikan Mobil!

    Tanpa mengucap sepatah kata pun, Arnold memutuskan untuk langsung masuk ke dalam ruangannya. Tak ada sapa, tak ada lirikan pada Nico. Pintu kaca otomatis menutup di belakangnya dengan desis pelan, memisahkan dirinya dari suasana lobi yang semu hangat itu. Namun, ketenangan yang baru saja ia dapatkan hanya bertahan sejenak. Nico, seperti biasanya, bertindak semaunya. Ia masuk ke dalam ruangan Arnold begitu saja—tanpa mengetuk pintu, tanpa permisi. Seolah ruang itu adalah bagian dari rumahnya sendiri. Melihat itu, tentu saja Arnold meradang. "Ini perusahaan, bukan rumahmu. Lain kali biasakan ketuk pintunya!" Nada suara Arnold tajam, dingin. Tatapannya menusuk, tak menyembunyikan sedikit pun kekesalan yang berkecamuk dalam dirinya. Ia berusaha menekan emosinya, mengingat betapa lelahnya pagi tadi—dan bagaimana Emily sudah berhasil menenangkannya. Namun baru saja ia mulai bisa bernapas lebih tenang, Nicholas kembali berulah. Masuk seenaknya, seolah-olah aturan dan batasan tak berl

    Last Updated : 2025-04-13
  • Sebatas Rahim Sewaan Tuan CEO   Bab 144. Akan Merebutnya

    Sepuluh tahun lalu, saat Maurer Corp. berada di ambang krisis, semua mata tertuju pada Nico—anak sulung yang seharusnya meneruskan tongkat estafet kepemimpinan. Tapi dia memilih pergi. Alasannya klise—ingin mengejar cita-cita sebagai model terkenal. Padahal kebenarannya, dia hanya ingin bebas. Bebas dari tanggung jawab, dari tekanan, dari nama besar Maurer yang menuntut lebih dari sekadar kerja keras. Nico pergi. Tinggal Arnold, si anak bungsu, yang saat itu masih duduk di bangku kuliah dan bahkan belum cukup umur untuk menandatangani kontrak legal. Tapi waktu tak memberinya pilihan. Ayahnya, Papa William, jatuh sakit—dan perusahaan butuh pemimpin. Mau tidak mau, Arnold mengangkat beban yang seharusnya bukan miliknya. Kepergian Nico memperparah kondisi sang ayah. Dan di tengah kemarahan dan kekecewaannya, Papa William mengesahkan Arnold sebagai pewaris tunggal Maurer Corp. Namun, Nico tidak menyerah begitu saja. Dengan kepintaran manipulatifnya, dia berhasil mengambil hati Papa

    Last Updated : 2025-04-13
  • Sebatas Rahim Sewaan Tuan CEO   Bab 145. Meminta Bagian

    Sepanjang jalan pulang menuju kediamannya, Arnold menggerutu. Jemarinya mengetuk-ngetuk setir mobil, ekspresinya masam, seakan cuaca senja yang mendung ikut menyuarakan kekesalannya. Pasalnya, sebelum dia pulang tadi, mamanya menghubunginya dan memintanya datang ke rumah untuk makan malam bersama. "Tumben sekali mama mengajak makan malam. Aku yakin pasti Nicho yang meminta mama untuk mengundang kami," gumam Arnold, setengah menghela napas berat. Dia tahu betul bahwa dirinya tak akan bisa menolak jika mamanya yang meminta. Permintaan sang mama selalu datang sebagai perintah tak tertulis yang harus dipatuhi. Arnold memukul setir kemudinya, sebuah luapan emosi yang tak tertahan. Nicho, kakak tirinya, selalu saja menyusahkan. Pria itu seperti bayangan masa lalu yang terus menghantuinya, membawa luka yang belum sempat sembuh sepenuhnya. Begitu sampai di rumah, Arnold langsung memarkir mobil dan melangkah cepat ke dalam rumah. Matanya mencari sosok Emily. Hari sudah menunjukkan pukul ena

    Last Updated : 2025-04-14

Latest chapter

  • Sebatas Rahim Sewaan Tuan CEO   Bab 157. Memadu Kasih Di Bawah Langit Dubai

    "Tunggu sebentar!" Emily mendorong dada Arnold menjauh. Sentuhannya tidak keras, tapi cukup tegas untuk membuat Arnold mundur beberapa langkah dengan tatapan heran. "Ada apa, Sayang?" tanya Arnold dengan suara pelan, nyaris seperti bisikan yang enggan memecah keintiman pagi itu. Emily menatapnya dengan ekspresi ragu, matanya bergerak pelan menyapu area sekitar mereka. “Kamu yakin kita melakukannya di sini?” tanyanya, nyaris seperti gumaman yang bercampur antara canggung dan penasaran. Arnold mengangguk mantap, senyumnya nakal namun menenangkan. "Private pool, tidak akan ada yang melihat kita," bisik Arnold sambil mendekat, suaranya dalam dan menggoda. Emily kembali melihat sekeliling. Yang terlihat hanya laut lepas berwarna biru kehijauan membentang luas di hadapan, serta tembok-tembok tinggi yang mengelilingi sisi kanan dan kiri. Angin berhembus lembut membawa aroma asin dari pantai. Ia pun akhirnya mengangguk pelan, seolah menyerah pada suasana yang terlalu sempurna untuk ditol

  • Sebatas Rahim Sewaan Tuan CEO   Bab 156. Honeymoon

    Arnold tersenyum miris, namun dalam matanya terpancar sinisme. Bisa-bisanya Nicholas tak merasa malu sedikit pun. “Sayang, apa yang barusan Kak Nicho bilang itu benar?” tanya Emily. "Apa aku terlihat seperti seseorang yang tidak bertanggung jawab?" Nada suara Arnold mantap, matanya menatap lurus ke arah Emily. "Maurer sudah kupegang sejak aku berusia 20 tahun. Sebelum ada kau, Maurer adalah duniaku. Tapi hari ini aku sadar bahwa Maurer bukan lagi duniaku. Hanya kamu seorang. Aku hanya ingin kamu." Kalimat itu meluncur dengan keyakinan yang tak tergoyahkan. Emily yang mendengarnya hanya bisa menunduk sambil tersenyum malu. Pipi yang tadinya tegang kini memerah. Ada semburat bahagia yang sulit disembunyikan dari wajahnya. Robert berdiri tidak jauh dari mereka, memperhatikan diam-diam. Tatapannya bergeser ke arah kiri, seolah ingin mengalihkan perhatian dari kemesraan yang tak sengaja disaksikannya. Tapi di balik sorot matanya, ada getaran halus yang baru disadari: rasa yan

  • Sebatas Rahim Sewaan Tuan CEO   Bab 155. Playing Victim

    "Maafkan aku." Suara Arnold parau, nyaris tak terdengar. Jemarinya yang sedikit bergetar perlahan menangkup kedua pipi Emily yang dingin. Ia usap air mata yang masih menggenang di pelupuknya, seolah ingin menyeka bukan hanya kesedihan, tapi juga luka yang tak terlihat. Emily tidak bergeming. Matanya terpejam rapat, seperti mencoba menahan segala emosi yang meledak-ledak di dalam dada. "Kau tidak benar-benar mencintaiku," ucap Emily lirih, nyaris seperti bisikan yang tertelan angin sore. "Aku mencintaimu, sungguh," sahut Arnold buru-buru, suaranya bergetar. "Aku sudah berjanji akan membuat bibir ini hanya mengulas senyum. Itulah kenapa aku tidak menceritakan masalahku padamu." Wajah Emily menegang. Napasnya berat. "Tapi bukan seperti ini. Ini tidak seperti yang aku inginkan!" Serunya sambil menepis tangan Arnold yang masih membingkai wajahnya. Sentuhan itu terasa asing kini, tak seperti dulu yang hangat dan menenangkan. "Maafkan aku," bisik Arnold. Ia perlahan berdiri, la

  • Sebatas Rahim Sewaan Tuan CEO   Bab 154. Pengakuan Cinta

    Robert berlalu tanpa menunggu jawaban dari Nicholas. Langkahnya mantap dan cepat, tak menoleh sedikit pun. Keputusannya sudah bulat, tak ada yang perlu dipertanyakan lagi. Sama seperti Arnold, Robert memutuskan berhenti dari Maurer—perusahaan yang sudah menjadi bagian dari hidupnya selama lebih dari tujuh tahun. Di balik ekspresi tenangnya, Robert menahan gejolak emosi. Ia menunduk sejenak, membiarkan kalimat itu keluar dalam desisan pelan namun penuh tekanan, "Kita lihat Maurer bisa bertahan berapa lama di bawah kepemimpinan Tuan Nicholas!" Pikirannya melayang ke masa lalu, saat Maurer nyaris bangkrut karena kondisi kesehatan Tuan William yang memburuk. Saat itu, semua orang mulai meninggalkan kapal yang karam. Semua, kecuali Arnold. Bersama-sama mereka membangun kembali fondasi perusahaan dari nol. Lembur tanpa batas, rapat berlarut, keputusan-keputusan sulit—semua mereka hadapi. Dan kini, ketika Maurer berdiri kembali di puncak, Nicholas datang seperti raja muda yang merampas

  • Sebatas Rahim Sewaan Tuan CEO   Bab 153. Mengundurkan Diri

    Dahi Emily mengernyit dalam. "Tidak lagi?" ulangnya, nyaris tak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. "Ya, tidak lagi per hari ini!" sahut Arnold dengan tenang, meski matanya tampak menyimpan seribu beban yang belum sempat ia tumpahkan. Tanpa melanjutkan penjelasan apa pun, Arnold ikut menyandarkan punggungnya di kursi malas. Helaan napas panjang keluar dari dadanya. Matanya terpejam sejenak, mencoba menenangkan pikiran yang sejak semalam tak berhenti bekerja. Suasana di tepi kolam renang itu terasa hening, hanya terdengar suara dedaunan yang berbisik ditiup angin pagi. Burung-burung berkicau di kejauhan, namun tak mampu mencairkan ketegangan yang menggantung di antara mereka. Beberapa menit berlalu dalam diam, sebelum akhirnya Arnold membuka suara, pelan tapi mantap. "Aku akan membangun usaha kecil-kecilan," katanya tanpa menoleh, "tetap di bidang kontraktor karena basic-ku di sana." Nada suaranya mengalir datar, seperti sudah terlalu letih untuk menunjukkan emosi. Emi

  • Sebatas Rahim Sewaan Tuan CEO   Bab 152. Dibentak

    "Emily, Sayang, kemarilah." Suara Arnold terdengar berat, nyaris putus asa, saat ia berdiri dan mengulurkan tangannya kepada Emily. Emily masih bergeming di tempatnya. Sorot matanya kosong, tubuhnya seolah tertambat oleh bayang-bayang masa lalu yang terus menghantui. "Emily!" Suara Arnold terdengar lebih tegas, sedikit gemetar, seperti ada luka yang tersembunyi di balik panggilan itu. Seketika kesadarannya kembali. Emily mengedipkan matanya perlahan, lalu memandang tangan Arnold yang terulur penuh harap. Tanpa ragu lagi, ia maju dan menyambut tangan itu. Detik berikutnya, tubuhnya sudah terhimpit dalam pelukan Arnold yang hangat, kuat, namun sarat kegelisahan. "Ikutlah kemanapun aku pergi," gumam Arnold di dekat telinganya, suaranya penuh tekad. "Aku sanggup kehilangan semua harta dan kemewahan ini, tapi aku tidak sanggup kalau harus kehilanganmu untuk yang kedua kalinya!" Emily menarik napas dalam. Desahan lembut meluncur dari bibirnya yang mungil. Ia menoleh sedikit, menatap wa

  • Sebatas Rahim Sewaan Tuan CEO   Bab 151. Pergi Atau Bertahan

    "Kata siapa? Aku jelas lebih percaya kepada suamiku!" Nada suara Emily tegas, tak terbantahkan. Tatapan matanya lurus menembus mata Arnold, penuh keyakinan. "Mungkin tadinya aku sedikit ragu, hanya sedikit karena aku belum mendengar langsung dari mulutmu. Tapi tetap saja aku lebih percaya pada suamiku dari pada orang yang baru aku temui," ujar Emily. Arnold membeku sejenak, lalu perlahan memeluk Emily lebih erat seolah takut wanita itu menghilang jika dilepas. Dalam pelukan itu, dunia terasa lebih damai. Selama ada Emily, pikirnya, ia tak perlu takut pada apa pun. Ia bahkan tak takut kehilangan Maurer. Baginya Emily adalah satu-satunya yang paling berharga di dunia ini. "Sayang, apa kau sudah makan?" tanya Emily, tangannya bergerak lembut mengusap belakang kepala Arnold, gerakan yang menenangkan seperti pelukan ibu pada anak kecil. Arnold menggeleng pelan, lalu mengangkat wajahnya, menatap wajah istrinya dengan pandangan haus akan kenyamanan. "Belum, aku tidak lapar," jawabny

  • Sebatas Rahim Sewaan Tuan CEO   Bab 150. Yang Sebenarnya

    "Kenapa berbohong padaku? Kau mulai tidak jujur, Emily?" Suara Arnold membelah keheningan sore itu. Nada suaranya tajam, nyalang, menusuk ke dalam hati sang istri. Tatapan matanya bagaikan bara yang siap membakar apa pun yang ada di hadapannya. Emily tertegun. Matanya membulat, tidak percaya atas tuduhan yang baru saja didengarnya. "Berbohong bagaimana? Aku tidak berbohong!" tegasnya, kali ini dengan suara yang meninggi. Sebuah sikap yang tidak biasa darinya—Emily yang biasanya lembut dan memilih mengalah kini berubah. Kata-kata Nicho beberapa waktu lalu seperti mengakar dalam pikirannya, mendorongnya untuk tidak terus-menerus menjadi wanita yang selalu diam. Arnold mengerutkan kening. Ia melangkah maju, sorot matanya tidak berpindah dari wajah istrinya. "Kau berani berkata keras kepadaku? Bagus," gumamnya dingin. "Bukankah sudah kubilang jangan terlalu dekat dengannya!" Mata Arnold memerah, bukan hanya karena amarah, tapi juga karena luka yang menganga—wanita yang sangat di

  • Sebatas Rahim Sewaan Tuan CEO   Bab 149. Meragu

    Emily menjawab pertanyaan-pertanyaan Nicho dengan singkat dan seperlunya. Di balik tutur katanya yang lembut, pikirannya mengingat jelas pesan Arnold—untuk tidak terlalu dekat dengan kakak iparnya itu. Meski demikian, suasana di butik yang tenang dan cara bicara Nicho yang hangat membuat percakapan mereka terasa sulit dihindari. "Arnold pasti sangat menyayangimu, Emily. Dia sungguh beruntung," puji Nicho dengan suara rendah namun jelas, matanya menatap Emily dengan ketulusan yang samar. Emily spontan mengangkat dagunya. Pandangannya terarah penuh ke wajah Nicho. Ada ketulusan dalam ucapannya, tidak terlihat niat buruk. Nicho memang sangat baik. Ia selalu memuji Arnold, tidak pernah sekalipun terdengar menjelekkan. Tapi justru itu yang membuat Emily bingung—kalau memang Nicho sebaik ini, mengapa Arnold begitu membencinya? Rasa penasaran itu akhirnya mengalahkan kewaspadaannya. "Kakak ipar, apakah Kakak dekat dengan Arnold?" tanyanya hati-hati, namun cukup jelas hingga membuat Nicho

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status