Home / Romansa / Sebatas Rahim Sewaan Tuan CEO / Bab 154. Pengakuan Cinta

Share

Bab 154. Pengakuan Cinta

Author: Silvania
last update Huling Na-update: 2025-04-17 16:10:47

Robert berlalu tanpa menunggu jawaban dari Nicholas. Langkahnya mantap dan cepat, tak menoleh sedikit pun. Keputusannya sudah bulat, tak ada yang perlu dipertanyakan lagi. Sama seperti Arnold, Robert memutuskan berhenti dari Maurer—perusahaan yang sudah menjadi bagian dari hidupnya selama lebih dari tujuh tahun.

Di balik ekspresi tenangnya, Robert menahan gejolak emosi. Ia menunduk sejenak, membiarkan kalimat itu keluar dalam desisan pelan namun penuh tekanan, "Kita lihat Maurer bisa bertahan berapa lama di bawah kepemimpinan Tuan Nicholas!"

Pikirannya melayang ke masa lalu, saat Maurer nyaris bangkrut karena kondisi kesehatan Tuan William yang memburuk. Saat itu, semua orang mulai meninggalkan kapal yang karam. Semua, kecuali Arnold. Bersama-sama mereka membangun kembali fondasi perusahaan dari nol. Lembur tanpa batas, rapat berlarut, keputusan-keputusan sulit—semua mereka hadapi.

Dan kini, ketika Maurer berdiri kembali di puncak, Nicholas datang seperti raja muda yang merampas
Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Locked Chapter

Kaugnay na kabanata

  • Sebatas Rahim Sewaan Tuan CEO   Bab 155. Playing Victim

    "Maafkan aku." Suara Arnold parau, nyaris tak terdengar. Jemarinya yang sedikit bergetar perlahan menangkup kedua pipi Emily yang dingin. Ia usap air mata yang masih menggenang di pelupuknya, seolah ingin menyeka bukan hanya kesedihan, tapi juga luka yang tak terlihat. Emily tidak bergeming. Matanya terpejam rapat, seperti mencoba menahan segala emosi yang meledak-ledak di dalam dada. "Kau tidak benar-benar mencintaiku," ucap Emily lirih, nyaris seperti bisikan yang tertelan angin sore. "Aku mencintaimu, sungguh," sahut Arnold buru-buru, suaranya bergetar. "Aku sudah berjanji akan membuat bibir ini hanya mengulas senyum. Itulah kenapa aku tidak menceritakan masalahku padamu." Wajah Emily menegang. Napasnya berat. "Tapi bukan seperti ini. Ini tidak seperti yang aku inginkan!" Serunya sambil menepis tangan Arnold yang masih membingkai wajahnya. Sentuhan itu terasa asing kini, tak seperti dulu yang hangat dan menenangkan. "Maafkan aku," bisik Arnold. Ia perlahan berdiri, la

    Huling Na-update : 2025-04-18
  • Sebatas Rahim Sewaan Tuan CEO   Bab 156. Honeymoon

    Arnold tersenyum miris, namun dalam matanya terpancar sinisme. Bisa-bisanya Nicholas tak merasa malu sedikit pun. “Sayang, apa yang barusan Kak Nicho bilang itu benar?” tanya Emily. "Apa aku terlihat seperti seseorang yang tidak bertanggung jawab?" Nada suara Arnold mantap, matanya menatap lurus ke arah Emily. "Maurer sudah kupegang sejak aku berusia 20 tahun. Sebelum ada kau, Maurer adalah duniaku. Tapi hari ini aku sadar bahwa Maurer bukan lagi duniaku. Hanya kamu seorang. Aku hanya ingin kamu." Kalimat itu meluncur dengan keyakinan yang tak tergoyahkan. Emily yang mendengarnya hanya bisa menunduk sambil tersenyum malu. Pipi yang tadinya tegang kini memerah. Ada semburat bahagia yang sulit disembunyikan dari wajahnya. Robert berdiri tidak jauh dari mereka, memperhatikan diam-diam. Tatapannya bergeser ke arah kiri, seolah ingin mengalihkan perhatian dari kemesraan yang tak sengaja disaksikannya. Tapi di balik sorot matanya, ada getaran halus yang baru disadari: rasa yan

    Huling Na-update : 2025-04-18
  • Sebatas Rahim Sewaan Tuan CEO   Bab 157. Memadu Kasih Di Bawah Langit Dubai

    "Tunggu sebentar!" Emily mendorong dada Arnold menjauh. Sentuhannya tidak keras, tapi cukup tegas untuk membuat Arnold mundur beberapa langkah dengan tatapan heran. "Ada apa, Sayang?" tanya Arnold dengan suara pelan, nyaris seperti bisikan yang enggan memecah keintiman pagi itu. Emily menatapnya dengan ekspresi ragu, matanya bergerak pelan menyapu area sekitar mereka. “Kamu yakin kita melakukannya di sini?” tanyanya, nyaris seperti gumaman yang bercampur antara canggung dan penasaran. Arnold mengangguk mantap, senyumnya nakal namun menenangkan. "Private pool, tidak akan ada yang melihat kita," bisik Arnold sambil mendekat, suaranya dalam dan menggoda. Emily kembali melihat sekeliling. Yang terlihat hanya laut lepas berwarna biru kehijauan membentang luas di hadapan, serta tembok-tembok tinggi yang mengelilingi sisi kanan dan kiri. Angin berhembus lembut membawa aroma asin dari pantai. Ia pun akhirnya mengangguk pelan, seolah menyerah pada suasana yang terlalu sempurna untuk ditol

    Huling Na-update : 2025-04-18
  • Sebatas Rahim Sewaan Tuan CEO   Bab 158. Pengganggu

    Pengalaman pertama bagi keduanya melakukannya di dalam kolam. Pagi yang syahdu diiringi suara percikan air dan desiran angin lembut yang menyentuh permukaan kolam. Arnold mengangkat tubuh Emily ke tepi kolam renang. Napas keduanya masih tersengal pelan, seirama dengan degup jantung mereka yang belum juga tenang. Emily segera menyelimuti tubuhnya yang masih basah dengan handuk putih yang diberikan Arnold. Jemarinya sedikit gemetar, entah karena dingin atau karena sisa gemuruh emosi yang belum juga reda. Tanpa permisi, Arnold membungkuk dan menggendong Emily. Wanita itu refleks mengalungkan lengannya ke leher Arnold, matanya bertemu dengan tatapan hangat pria itu. Tubuhnya terasa penat setelah cukup lama bermain di dalam air, dan sekarang hanya ingin beristirahat dalam dekapan hangat suaminya. Arnold melangkah masuk ke dalam rumah, suasana menjadi lebih tenang dan nyaman. Ia membawa Emily menuju kamar mandi dan merebahkan tubuh istrinya ke dalam bathtub dengan lembut, seolah Emil

    Huling Na-update : 2025-04-19
  • Sebatas Rahim Sewaan Tuan CEO   Bab 159. Lagi Dan Lagi

    "Arnold, aku ingin menawari pekerjaan untuk istrimu." Suara di seberang telepon terdengar tenang, tapi bagi Arnold itu seperti nada gangguan yang tak diinginkan. Raut wajahnya langsung berubah, rahangnya mengeras. "Cari orang lain saja! Kami tidak perlu pekerjaan!" tukas Arnold cepat dan tajam, nyaris tanpa jeda. Ia langsung menutup telepon tanpa memberi kesempatan lawan bicaranya membalas. Dengan ekspresi muram, ia melempar handphonenya ke atas kasur dengan gerakan kasar. Emily yang tengah mengenakan anting kecil di dekat cermin, menoleh cepat. Dia melihat sorot mata Arnold yang masih menyala oleh amarah tertahan. "Siapa yang memberinya nomor handphone kamu, Sayang?" tanya Arnold dengan nada yang berusaha ditenangkan, mencoba memaksa dirinya untuk tidak berpikir negatif. "Yang pasti bukan aku," jawab Emily cepat. Tatapannya lurus, jujur, dan tanpa ragu. Emily tidak ingin Arnold kembali salah paham dengannya. Belakangan, mereka memang kerap berselisih karena hal-hal kecil. Kini,

    Huling Na-update : 2025-04-19
  • Sebatas Rahim Sewaan Tuan CEO   Bab 160. Kembali

    Pertanyaan tiba-tiba dari Arnold membuat langkah kaki Emily terhenti. Suasana yang semula hangat berubah seketika menjadi penuh ketegangan. Langit senja menggantungkan warna jingga di cakrawala, tetapi tatapan di antara mereka jauh dari tenang. Keduanya saling menatap untuk beberapa saat, seakan saling mencari jawaban dalam sorot mata masing-masing. "Kenapa kau bertanya seperti itu?" suara Emily pelan, namun terdengar jelas. Nadanya tidak marah, lebih ke bingung dan waspada. "Tidak. Tidak ada apa-apa. Aku hanya ingin memastikan karena..." Arnold menggantungkan ucapannya, suaranya sedikit bergetar. "Karena apa?" kejar Emily, nadanya meninggi setengah tak sabar. Sebuah firasat buruk mulai merayap dalam benaknya. Jangan-jangan dia melihatnya. Obat itu, batin Emily, seketika tubuhnya menegang. "Tidak ada apa-apa, lupakan saja." Arnold kembali melangkahkan kakinya menyusuri jalan setapak menuju resort. Suaranya terdengar datar, tapi langkahnya cepat. Ia mencoba menutupi kegelisahan di

    Huling Na-update : 2025-04-20
  • Sebatas Rahim Sewaan Tuan CEO   Bab 161. Permintaan Yang Memberatkan

    Pesawat komersial yang ditumpangi Emily dan Arnold mendarat mulus di Bandar Udara Heathrow, London. Setelah seminggu menikmati kebersamaan di Dubai, mereka terpaksa membatalkan rencana melanjutkan bulan madu ke negara lain karena mendengar kabar bahwa Nyonya Ruby jatuh sakit. Di ruang kedatangan, Emily menoleh ke arah suaminya. "Apa kita langsung ke rumah Mama?" tanyanya saat mereka menunggu Robert menjemput. Arnold mengangguk dengan ekspresi cemas. "Iya, kita langsung ke rumah Mama saja. Aku tidak tenang sebelum memastikan bahwa sakitnya tidak parah." Emily mengusap lembut pundak Arnold, mencoba menenangkan kegelisahan yang terpancar dari wajahnya. Tak lama kemudian, Robert datang dengan langkah tergesa. "Maaf saya terlambat, Tuan. Tadi saya mengantarkan Gwen terlebih dahulu," ujarnya sambil mengambil alih koper dari tangan Arnold. Mereka bertiga segera menuju mobil. Dalam perjalanan, Arnold akhirnya berbicara setelah sekian lama membisu. "Robert, bagaimana kabar Maurer?"

    Huling Na-update : 2025-04-20
  • Sebatas Rahim Sewaan Tuan CEO   Bab 162. Fitnah

    "Ma, Arnold dan Emily istirahat dahulu, kami baru saja kembali dari Dubai," ujar Arnold dengan suara lelah, matanya sembab karena perjalanan panjang dan beban pikiran yang menumpuk. "Beristirahatlah, Mama juga ingin tidur," balas Nyonya Ruby pelan. Suaranya terdengar serak, tubuhnya begitu ringkih di balik selimut tebal yang menyelimuti tubuh kurusnya. Beberapa hari terakhir, ia menolak makan karena kondisi hati yang gundah, dan kini tubuhnya melemah, tak berdaya, seolah menolak untuk bertahan. Tanpa menunggu lama, Nyonya Ruby memejamkan matanya. Hembusan napasnya terdengar pelan, ritmenya tidak stabil. Arnold memandangi ibunya sejenak, lalu menghela napas dalam. "Ayo kita istirahat sebentar," katanya kemudian. Ia meraih jemari Emily dan menggenggamnya erat, seolah hanya melalui sentuhan itu ia bisa tetap tenang. Mereka keluar dari kamar perlahan, dan Arnold bahkan tidak sedikit pun melirik ke arah Nicho dan Papa William yang berdiri di sisi lain lorong. Tak ada sapaan, tak ada an

    Huling Na-update : 2025-04-21

Pinakabagong kabanata

  • Sebatas Rahim Sewaan Tuan CEO   Bab 174. Tidak Menginginkannya?

    "Katakan apa itu?" Arnold tidak kalah antusias. Dia juga ikut tersenyum saat melihat Emily tersenyum lebar. Setelah apa yang terjadi pada Emily tadi malam—mimpi buruk, tangisan tertahan, dan tatapan kosong yang begitu dalam—senyum lebarnya membuat Arnold bisa sedikit melupakan kepedihannya. Seolah senyum itu adalah cahaya pertama setelah malam yang panjang. "Tutup matamu," pinta Emily sambil mengusap rahang tegas Arnold. Sentuhan lembut jarinya menyapu bulu-bulu halus yang tumbuh tidak teratur karena Arnold pasti tidak mencukurnya beberapa hari ini. Emily selalu menyukai sisi acak Arnold yang satu ini, tampak maskulin namun tetap tenang dan penuh kehangatan. "Baiklah, cepat beritahu aku kejutannya." Arnold menutup matanya dengan patuh, menarik napas panjang seolah ingin menyerap momen bahagia itu sedalam mungkin. Senyum manis masih terukir di bibirnya, begitu tulus dan penuh harapan. Emily menoleh sesaat ke arah Sally yang berdiri tidak jauh dari mereka. Sally, sahabat sekaligus

  • Sebatas Rahim Sewaan Tuan CEO   Bab 173. Test Pack

    Emily menutup mulutnya dengan kedua tangannya. Rasa mual yang datang tiba-tiba membuat tubuhnya melemas. Ia bergegas menuju wastafel dan memuntahkan seluruh isi perutnya tanpa bisa ditahan. Nafasnya tersengal-sengal, bahunya naik turun menahan ketidaknyamanan. Di sampingnya, Arnold yang sedari tadi menemaninya sigap mengusap punggung istrinya, mencoba memberikan ketenangan. "Apa buburnya tidak enak?" tanyanya lembut, meski wajahnya menyiratkan kekhawatiran. Emily menggeleng pelan. "Enak, mungkin aku masuk angin... atau karena tadi malam aku tidak sempat makan." Suaranya terdengar lemah. Setelah merasa lebih baik dan mualnya sedikit mereda, Emily kembali ke tempat tidur, wajahnya masih pucat. "Makan lagi ya, Sayang," bujuk Arnold, mengangkat sendok dengan penuh harap. Emily menggeleng lagi, lebih tegas kali ini. "Aku benar-benar tidak selera." Arnold tidak menyerah. "Apa mau makan yang lain?" Dia tidak ingin membiarkan Emily melewati waktu makan, terlebih sekarang ia tengah men

  • Sebatas Rahim Sewaan Tuan CEO   Bab 172. Cinta Yang Nyaris Hilang

    Mendengar perkataan Papa William, Arnold tersenyum miring. Senyum sinis yang tak menutupi betapa getir hatinya. Bisa-bisanya, pikir Arnold, Papa William masih saja bertindak semaunya. Walau dia kepala keluarga dan Arnold hanyalah anaknya, bukan berarti setiap kata-kata sang ayah adalah perintah mutlak yang harus dituruti. "Arnold tidak akan pernah kembali lagi ke Maurer!" ucapnya tegas, sorot matanya tak main-main. Dulu, dia mungkin akan menuruti apa pun—menikahi Emily karena permintaan orang tua, menjalankan perusahaan keluarga tanpa banyak tanya. Tapi sekarang, semua itu sudah berubah. "Papa sudah tua, Nak. Kalau bukan kamu, lantas siapa lagi yang akan menjalankannya?" suara Papa William pelan, lebih kepada nada memohon daripada perintah. Ada getar halus yang tertangkap di ujung kalimatnya—ketakutan akan kehilangan, atau mungkin penyesalan. "Maaf, Pa. Arnold benar-benar tidak bisa." Jawabannya tegas namun lembut. Bukan untuk melukai hati ayahnya, tapi karena dia tahu, sudah wa

  • Sebatas Rahim Sewaan Tuan CEO   Bab 171. Permintaan Maaf Nicholas

    Kilat kebencian jelas terlihat di mata Arnold. Tanpa ragu, dia langsung berdiri dari sisi ranjang Emily dan melangkah cepat ke arah dua sosok yang kini berdiri di ambang pintu. Setiap langkahnya penuh kemarahan yang tertahan sejak lama. "Untuk apa lagi kau kemari?" tanyanya dingin, suaranya penuh nada penghinaan. Tatapannya menusuk tajam pada Nicho, yang wajahnya masih dipenuhi bekas pukulan—bengkak, memar, dan sedikit mengering. Luka yang belum genap seminggu, dan masih terasa panas. Masih mending, pikir Arnold sinis. Masih mending dia tidak membunuh Nicho saat itu, atau menyeretnya ke kantor polisi. Hanya karena dia masih menghormati Papa William, pria tua itu, ayah mereka berdua, yang masih punya tempat di hatinya—meski hanya sedikit. "Kakakmu ingin meminta maaf, Arnold." Papa William melangkah maju, mencoba menjembatani dua anak lelakinya yang kini terpecah oleh sejarah kelam. Ia melihat kedua tangan Arnold yang terkepal kuat di sisi tubuhnya. Wajah Arnold mengeras seperti

  • Sebatas Rahim Sewaan Tuan CEO   Bab 170. Dilema

    Dokter itu tampak melirik sekilas ke arah kertas yang ada di depannya, lalu menarik napas dalam sebelum membuka mulutnya. "Kehamilannya masih sangat muda, kurang lebih satu minggu," ucapnya dengan suara yang terkontrol, "sehingga siklus bulanannya pun belum terlambat. Saya tidak tahu apa yang terjadi sebelumnya, tapi ada pembengkakan di perut dalam Nyonya Emily. Apa Nyonya Emily pernah mengalami semacam kecelakaan atau trauma di perut?" Arnold mengangguk pelan, tatapannya menerawang sejenak, seperti menggali ingatan yang sudah lama terkubur. "Dia pernah kecelakaan saat hamil dan mengalami keguguran... mungkin perutnya menghantam salah satu bagian mobil dengan keras." Suara Arnold terdengar berat. Kenangan itu menghantamnya seperti badai yang datang tiba-tiba. Saat itu, dia tidak memperdulikan kondisi Emily, bahkan menyalahkannya karena keguguran yang terjadi. Kesalahan itu terus menghantuinya, walau tak pernah ia akui dengan lantang. "Tapi itu sudah lama, Dokter. Setahun yang lal

  • Sebatas Rahim Sewaan Tuan CEO   Bab 169. Emily Hamil

    Perjalanan menuju rumah sakit terasa sangat lama, padahal jaraknya tidak lebih dari satu kilometer. Di dalam mobil yang melaju dengan cepat, suasana begitu tegang. Arnold tak henti-hentinya melirik ke arah Emily yang terbaring lemah di jok belakang. Napasnya terdengar pelan dan tidak stabil. Sesekali, Arnold mengusap kening perempuan itu yang terasa sedikit hangat. "Jangan sakit, sayang," gumamnya pelan, lebih kepada doa daripada ucapan. Suaranya nyaris tak terdengar, tenggelam dalam deru mesin mobil. Setelah beberapa menit yang terasa seperti jam, mobil berbelok tajam memasuki halaman ST. Thomas Hospital, rumah sakit yang sama di mana Nyonya Ruby, ibu mertua Arnold, tengah dirawat karena kondisi kritisnya. Pintu mobil nyaris belum terbuka sempurna ketika dua orang perawat yang berjaga di lobi langsung datang membawa brankar. Mereka bergerak cepat, profesional, namun tetap waspada melihat raut panik di wajah Arnold. Mereka hendak mengangkat tubuh Emily, namun tiba-tiba Arnold me

  • Sebatas Rahim Sewaan Tuan CEO   Bab 168. Penyesalan Arnold

    Ucapan menjijikkan itu membuat Emily bergidik ngeri. Sedangkan Arnold? Rahangnya sudah semakin mengetat. Otot-otot lengannya sampai menyembul dan bersiap memberi hantaman maksimal untuk pria tidak tahu diuntung itu, Nicho. “Tak akan!” seru Arnold mendekat hendak memberi pukulan lagi ke sosok di depannya. Namun Nicho kali ini sudah bersiap. Dia bisa menghindar lalu menendang perut Arnold. “Aaaa!” pekik Emily melihat suaminya terhuyung ke belakang. “Sabar, Emily. Kita akan melanjutkan aksi menyenangkan tadi setelah aku melumpuhkan pria pengganggu ini.” Nicho berucap dengan senyum Lucifer yang menyeramkan. Tidak bisa dibiarkan. Arnold kembali maju memberi pukulan. Hingga beberapa saat mereka saling menepis. Hal itu membuat Emily ketakutan. Bagaimana kalau Arnold tidak datang lalu dia menjadi santapan pria gila itu, Emily bisa bisa gila kalau sampai dirinya disentuh oleh laki laki lain. Sampai pada titik Arnold akhirnya menendang belakang lutut Nicho sampai rivalnya terjatuh

  • Sebatas Rahim Sewaan Tuan CEO   Bab 167. Ceraikan Arnold!

    Emily melangkah mundur saat Nicho berjalan ke arahnya. "Diam di sana! Aku mohon lepaskan aku!" Emily mencoba membujuk kakak iparnya. "Kenapa kau menolakku? Aku kaya dan tampan. Tinggalkan saja suamimu yang tidak punya pekerjaan itu Emily." "Tidak!" Nicholas menghela nafasnya dalam, dia menghentikan langkahnya dan bersedekap. "Apa yang kau inginkan? Perhiasan? Uang? Katakan! Aku akan memberikannya kepadamu asalkan kau dengan sukarela menceraikan Arnold dan menikah denganku." Emily menggeleng, "aku hanya ingin Arnold! Dia jauh lebih berarti dibandingkan dengan uangmu Tuan Nicholas!" "Jangan munafik Emily, semua orang menyukai uang. Atau kau takut aku tidak bisa memuaskanmu, hmm?" Mendengar pertanyaan Nicho yang menjijikkan itu, Emily semakin geram, kedua tangannya terkepal di sisi tubuhnya. "Kau sungguh menjijikkannya!" "Oh suaramu sangat merdu saat mengumpat, aku yakin desahannya jauh lebih merdu." Nicho kembali melangkahkan kakinya mendekati Emily yang semakin

  • Sebatas Rahim Sewaan Tuan CEO   Bab 166. Resah Gelisah

    Prang!! Gelas yang ada di tangan Arnold tiba-tiba terlepas dan meluncur bebas ke lantai. Suara pecahan kaca memantul di seluruh ruangan, seiring dengan detak jantung Arnold yang mendadak berdetak tak beraturan. "Mama!" Arnold menoleh dengan panik ke arah ranjang rumah sakit. Sosok yang dicintainya, Nyonya Ruby, tampak meringis kesakitan, tubuhnya sedikit menggeliat di atas ranjang. Dengan langkah tergesa, Arnold menghampiri ibunya yang perlahan-lahan mulai siuman. "Mama," panggilnya lembut di sela rintihan lirih Nyonya Ruby yang masih memejamkan mata. Kelopak mata itu kemudian terbuka perlahan. Tatapan sayunya mengarah pada wajah Arnold yang tengah menggenggam jemarinya erat. Tangan itu masih pucat, namun terasa hangat. Kehangatan itulah yang membuat Arnold ingin terus bertahan di sampingnya. "Mama, syukurlah Mama sudah sadarkan diri!" ucap Arnold, hampir menangis. Rasa cemas yang sejak tadi menghimpit dadanya perlahan sirna, tergantikan dengan kelegaan yang menyejukkan. Namun

Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status