Share

Bab 152. Dibentak

Penulis: Silvania
last update Terakhir Diperbarui: 2025-04-17 15:44:33

"Emily, Sayang, kemarilah." Suara Arnold terdengar berat, nyaris putus asa, saat ia berdiri dan mengulurkan tangannya kepada Emily.

Emily masih bergeming di tempatnya. Sorot matanya kosong, tubuhnya seolah tertambat oleh bayang-bayang masa lalu yang terus menghantui.

"Emily!" Suara Arnold terdengar lebih tegas, sedikit gemetar, seperti ada luka yang tersembunyi di balik panggilan itu.

Seketika kesadarannya kembali. Emily mengedipkan matanya perlahan, lalu memandang tangan Arnold yang terulur penuh harap. Tanpa ragu lagi, ia maju dan menyambut tangan itu. Detik berikutnya, tubuhnya sudah terhimpit dalam pelukan Arnold yang hangat, kuat, namun sarat kegelisahan.

"Ikutlah kemanapun aku pergi," gumam Arnold di dekat telinganya, suaranya penuh tekad. "Aku sanggup kehilangan semua harta dan kemewahan ini, tapi aku tidak sanggup kalau harus kehilanganmu untuk yang kedua kalinya!"

Emily menarik napas dalam. Desahan lembut meluncur dari bibirnya yang mungil. Ia menoleh sedikit, menatap wa
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terkait

  • Sebatas Rahim Sewaan Tuan CEO   Bab 153. Mengundurkan Diri

    Dahi Emily mengernyit dalam. "Tidak lagi?" ulangnya, nyaris tak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. "Ya, tidak lagi per hari ini!" sahut Arnold dengan tenang, meski matanya tampak menyimpan seribu beban yang belum sempat ia tumpahkan. Tanpa melanjutkan penjelasan apa pun, Arnold ikut menyandarkan punggungnya di kursi malas. Helaan napas panjang keluar dari dadanya. Matanya terpejam sejenak, mencoba menenangkan pikiran yang sejak semalam tak berhenti bekerja. Suasana di tepi kolam renang itu terasa hening, hanya terdengar suara dedaunan yang berbisik ditiup angin pagi. Burung-burung berkicau di kejauhan, namun tak mampu mencairkan ketegangan yang menggantung di antara mereka. Beberapa menit berlalu dalam diam, sebelum akhirnya Arnold membuka suara, pelan tapi mantap. "Aku akan membangun usaha kecil-kecilan," katanya tanpa menoleh, "tetap di bidang kontraktor karena basic-ku di sana." Nada suaranya mengalir datar, seperti sudah terlalu letih untuk menunjukkan emosi. Emi

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-17
  • Sebatas Rahim Sewaan Tuan CEO   Bab 154. Pengakuan Cinta

    Robert berlalu tanpa menunggu jawaban dari Nicholas. Langkahnya mantap dan cepat, tak menoleh sedikit pun. Keputusannya sudah bulat, tak ada yang perlu dipertanyakan lagi. Sama seperti Arnold, Robert memutuskan berhenti dari Maurer—perusahaan yang sudah menjadi bagian dari hidupnya selama lebih dari tujuh tahun. Di balik ekspresi tenangnya, Robert menahan gejolak emosi. Ia menunduk sejenak, membiarkan kalimat itu keluar dalam desisan pelan namun penuh tekanan, "Kita lihat Maurer bisa bertahan berapa lama di bawah kepemimpinan Tuan Nicholas!" Pikirannya melayang ke masa lalu, saat Maurer nyaris bangkrut karena kondisi kesehatan Tuan William yang memburuk. Saat itu, semua orang mulai meninggalkan kapal yang karam. Semua, kecuali Arnold. Bersama-sama mereka membangun kembali fondasi perusahaan dari nol. Lembur tanpa batas, rapat berlarut, keputusan-keputusan sulit—semua mereka hadapi. Dan kini, ketika Maurer berdiri kembali di puncak, Nicholas datang seperti raja muda yang merampas

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-17
  • Sebatas Rahim Sewaan Tuan CEO   Bab 155. Playing Victim

    "Maafkan aku." Suara Arnold parau, nyaris tak terdengar. Jemarinya yang sedikit bergetar perlahan menangkup kedua pipi Emily yang dingin. Ia usap air mata yang masih menggenang di pelupuknya, seolah ingin menyeka bukan hanya kesedihan, tapi juga luka yang tak terlihat. Emily tidak bergeming. Matanya terpejam rapat, seperti mencoba menahan segala emosi yang meledak-ledak di dalam dada. "Kau tidak benar-benar mencintaiku," ucap Emily lirih, nyaris seperti bisikan yang tertelan angin sore. "Aku mencintaimu, sungguh," sahut Arnold buru-buru, suaranya bergetar. "Aku sudah berjanji akan membuat bibir ini hanya mengulas senyum. Itulah kenapa aku tidak menceritakan masalahku padamu." Wajah Emily menegang. Napasnya berat. "Tapi bukan seperti ini. Ini tidak seperti yang aku inginkan!" Serunya sambil menepis tangan Arnold yang masih membingkai wajahnya. Sentuhan itu terasa asing kini, tak seperti dulu yang hangat dan menenangkan. "Maafkan aku," bisik Arnold. Ia perlahan berdiri, la

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-18
  • Sebatas Rahim Sewaan Tuan CEO   Bab 156. Honeymoon

    Arnold tersenyum miris, namun dalam matanya terpancar sinisme. Bisa-bisanya Nicholas tak merasa malu sedikit pun. “Sayang, apa yang barusan Kak Nicho bilang itu benar?” tanya Emily. "Apa aku terlihat seperti seseorang yang tidak bertanggung jawab?" Nada suara Arnold mantap, matanya menatap lurus ke arah Emily. "Maurer sudah kupegang sejak aku berusia 20 tahun. Sebelum ada kau, Maurer adalah duniaku. Tapi hari ini aku sadar bahwa Maurer bukan lagi duniaku. Hanya kamu seorang. Aku hanya ingin kamu." Kalimat itu meluncur dengan keyakinan yang tak tergoyahkan. Emily yang mendengarnya hanya bisa menunduk sambil tersenyum malu. Pipi yang tadinya tegang kini memerah. Ada semburat bahagia yang sulit disembunyikan dari wajahnya. Robert berdiri tidak jauh dari mereka, memperhatikan diam-diam. Tatapannya bergeser ke arah kiri, seolah ingin mengalihkan perhatian dari kemesraan yang tak sengaja disaksikannya. Tapi di balik sorot matanya, ada getaran halus yang baru disadari: rasa yan

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-18
  • Sebatas Rahim Sewaan Tuan CEO   Bab 157. Memadu Kasih Di Bawah Langit Dubai

    "Tunggu sebentar!" Emily mendorong dada Arnold menjauh. Sentuhannya tidak keras, tapi cukup tegas untuk membuat Arnold mundur beberapa langkah dengan tatapan heran. "Ada apa, Sayang?" tanya Arnold dengan suara pelan, nyaris seperti bisikan yang enggan memecah keintiman pagi itu. Emily menatapnya dengan ekspresi ragu, matanya bergerak pelan menyapu area sekitar mereka. “Kamu yakin kita melakukannya di sini?” tanyanya, nyaris seperti gumaman yang bercampur antara canggung dan penasaran. Arnold mengangguk mantap, senyumnya nakal namun menenangkan. "Private pool, tidak akan ada yang melihat kita," bisik Arnold sambil mendekat, suaranya dalam dan menggoda. Emily kembali melihat sekeliling. Yang terlihat hanya laut lepas berwarna biru kehijauan membentang luas di hadapan, serta tembok-tembok tinggi yang mengelilingi sisi kanan dan kiri. Angin berhembus lembut membawa aroma asin dari pantai. Ia pun akhirnya mengangguk pelan, seolah menyerah pada suasana yang terlalu sempurna untuk ditol

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-18
  • Sebatas Rahim Sewaan Tuan CEO   Bab 158. Pengganggu

    Pengalaman pertama bagi keduanya melakukannya di dalam kolam. Pagi yang syahdu diiringi suara percikan air dan desiran angin lembut yang menyentuh permukaan kolam. Arnold mengangkat tubuh Emily ke tepi kolam renang. Napas keduanya masih tersengal pelan, seirama dengan degup jantung mereka yang belum juga tenang. Emily segera menyelimuti tubuhnya yang masih basah dengan handuk putih yang diberikan Arnold. Jemarinya sedikit gemetar, entah karena dingin atau karena sisa gemuruh emosi yang belum juga reda. Tanpa permisi, Arnold membungkuk dan menggendong Emily. Wanita itu refleks mengalungkan lengannya ke leher Arnold, matanya bertemu dengan tatapan hangat pria itu. Tubuhnya terasa penat setelah cukup lama bermain di dalam air, dan sekarang hanya ingin beristirahat dalam dekapan hangat suaminya. Arnold melangkah masuk ke dalam rumah, suasana menjadi lebih tenang dan nyaman. Ia membawa Emily menuju kamar mandi dan merebahkan tubuh istrinya ke dalam bathtub dengan lembut, seolah Emil

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-19
  • Sebatas Rahim Sewaan Tuan CEO   Bab 159. Lagi Dan Lagi

    "Arnold, aku ingin menawari pekerjaan untuk istrimu." Suara di seberang telepon terdengar tenang, tapi bagi Arnold itu seperti nada gangguan yang tak diinginkan. Raut wajahnya langsung berubah, rahangnya mengeras. "Cari orang lain saja! Kami tidak perlu pekerjaan!" tukas Arnold cepat dan tajam, nyaris tanpa jeda. Ia langsung menutup telepon tanpa memberi kesempatan lawan bicaranya membalas. Dengan ekspresi muram, ia melempar handphonenya ke atas kasur dengan gerakan kasar. Emily yang tengah mengenakan anting kecil di dekat cermin, menoleh cepat. Dia melihat sorot mata Arnold yang masih menyala oleh amarah tertahan. "Siapa yang memberinya nomor handphone kamu, Sayang?" tanya Arnold dengan nada yang berusaha ditenangkan, mencoba memaksa dirinya untuk tidak berpikir negatif. "Yang pasti bukan aku," jawab Emily cepat. Tatapannya lurus, jujur, dan tanpa ragu. Emily tidak ingin Arnold kembali salah paham dengannya. Belakangan, mereka memang kerap berselisih karena hal-hal kecil. Kini,

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-19
  • Sebatas Rahim Sewaan Tuan CEO   Bab 160. Kembali

    Pertanyaan tiba-tiba dari Arnold membuat langkah kaki Emily terhenti. Suasana yang semula hangat berubah seketika menjadi penuh ketegangan. Langit senja menggantungkan warna jingga di cakrawala, tetapi tatapan di antara mereka jauh dari tenang. Keduanya saling menatap untuk beberapa saat, seakan saling mencari jawaban dalam sorot mata masing-masing. "Kenapa kau bertanya seperti itu?" suara Emily pelan, namun terdengar jelas. Nadanya tidak marah, lebih ke bingung dan waspada. "Tidak. Tidak ada apa-apa. Aku hanya ingin memastikan karena..." Arnold menggantungkan ucapannya, suaranya sedikit bergetar. "Karena apa?" kejar Emily, nadanya meninggi setengah tak sabar. Sebuah firasat buruk mulai merayap dalam benaknya. Jangan-jangan dia melihatnya. Obat itu, batin Emily, seketika tubuhnya menegang. "Tidak ada apa-apa, lupakan saja." Arnold kembali melangkahkan kakinya menyusuri jalan setapak menuju resort. Suaranya terdengar datar, tapi langkahnya cepat. Ia mencoba menutupi kegelisahan di

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-20

Bab terbaru

  • Sebatas Rahim Sewaan Tuan CEO   Bab 177. Jangan Gugurkan, Aku mohon...

    Arnold beranjak dari duduknya dan kembali masuk ke dalam walk-in closet. Langkahnya mantap namun terasa berat, seakan ada beban yang ikut menyeret setiap gerakan. Tidak berselang lama, dia keluar dengan membawa sebuah amplop berwarna putih di tangannya. Tangannya sedikit gemetar, tapi ekspresi wajahnya tetap tenang, seolah berusaha menyembunyikan badai yang tengah mengamuk di dalam dadanya. Dia lalu duduk perlahan di samping Emily yang sejak tadi terlihat gelisah, menggigit bibir bawahnya dan menunduk, menghindari tatapan. Arnold meletakkan amplop itu di atas pahanya, dengan sengaja memastikan Emily tahu betapa pentingnya isi dari amplop tersebut. “St. Thomas Hospital,” ucapnya pelan, namun nadanya tegas dan penuh makna. Emily menatap amplop itu dengan mata membulat. Hatinya berdebar hebat, napasnya memburu. Tiba-tiba saja pikirannya dipenuhi dengan berbagai kemungkinan buruk. Tangannya mulai berkeringat, dan ia bahkan belum berani menyentuh amplop itu. "Ini pasti berat untukmu,"

  • Sebatas Rahim Sewaan Tuan CEO   Bab 176. Menagih Janji

    Arnold mengusap puncak kepala Emily hingga ke punggungnya, berulang kali hingga akhirnya Emily bangun dari tidurnya. Sentuhan itu lembut dan penuh perhatian, seakan ingin meredakan beban di hati sang istri. Napas Emily yang semula berat perlahan menjadi teratur, tapi matanya masih tampak sembab. Dengan gerakan cepat Emily menyeka sudut mata dan pipinya yang basah karena air mata. Ia tidak ingin terlihat rapuh di hadapan Arnold, terlebih setelah apa yang baru saja terjadi. "Kau menangis?" tanya Arnold saat melihat Emily menyeka wajahnya. Suaranya lembut, ada nada khawatir yang tak bisa disembunyikan. Emily tidak menjawab, dia turun dari kasur melalui sisi sebelah kanannya untuk menghindari Arnold. Emily sedang kesal dan enggan menatap suaminya yang menjadi serba salah. Ia berjalan pelan menuju jendela, membiarkan sinar matahari menyinari wajahnya yang masih tampak murung. "Kita pulang, Sally, tolong bereskan barang-barang Emily. Aku akan meminta supir untuk kemari." Arnold be

  • Sebatas Rahim Sewaan Tuan CEO   Bab 175. Tidak Bertanggungjawab

    Sementara itu, di ruangan Dokter Lexa. Arnold tengah menunggu Dokter Lexa yang sedang menangani pasien melahirkan sesar. Waktu terasa berjalan sangat lambat. Jarum jam yang berdetak di dinding seakan sengaja memperpanjang kegelisahan yang merayap dalam dada Arnold. Sesekali ia menatap layar ponselnya, namun tak satu pun pesan masuk. Pikirannya kacau, hatinya berkecamuk. Arnold duduk dengan gelisah, dia benar-benar kaget saat mengetahui Emily sudah mengetahui kehamilannya, padahal akan lebih mudah kalau Emily tidak tahu sehingga Dokter bisa memberikannya obat penggugur kandungan, seperti saran awal Dokter Lexa yang ditanggapi Arnold dingin tadi malam. Suara langkah kaki terdengar memasuki ruangan. Pintu dibuka perlahan dan wajah lelah Dokter Lexa muncul di ambang pintu. "Tuan Arnold, maaf menunggu lama." Dokter Lexa menarik kursinya dan duduk dengan wajah muram. Beberapa helai rambut terurai dari sanggulnya yang sedikit berantakan, menunjukkan betapa berat kasus yang baru saja ia

  • Sebatas Rahim Sewaan Tuan CEO   Bab 174. Tidak Menginginkannya?

    "Katakan apa itu?" Arnold tidak kalah antusias. Dia juga ikut tersenyum saat melihat Emily tersenyum lebar. Setelah apa yang terjadi pada Emily tadi malam—mimpi buruk, tangisan tertahan, dan tatapan kosong yang begitu dalam—senyum lebarnya membuat Arnold bisa sedikit melupakan kepedihannya. Seolah senyum itu adalah cahaya pertama setelah malam yang panjang. "Tutup matamu," pinta Emily sambil mengusap rahang tegas Arnold. Sentuhan lembut jarinya menyapu bulu-bulu halus yang tumbuh tidak teratur karena Arnold pasti tidak mencukurnya beberapa hari ini. Emily selalu menyukai sisi acak Arnold yang satu ini, tampak maskulin namun tetap tenang dan penuh kehangatan. "Baiklah, cepat beritahu aku kejutannya." Arnold menutup matanya dengan patuh, menarik napas panjang seolah ingin menyerap momen bahagia itu sedalam mungkin. Senyum manis masih terukir di bibirnya, begitu tulus dan penuh harapan. Emily menoleh sesaat ke arah Sally yang berdiri tidak jauh dari mereka. Sally, sahabat sekaligus

  • Sebatas Rahim Sewaan Tuan CEO   Bab 173. Test Pack

    Emily menutup mulutnya dengan kedua tangannya. Rasa mual yang datang tiba-tiba membuat tubuhnya melemas. Ia bergegas menuju wastafel dan memuntahkan seluruh isi perutnya tanpa bisa ditahan. Nafasnya tersengal-sengal, bahunya naik turun menahan ketidaknyamanan. Di sampingnya, Arnold yang sedari tadi menemaninya sigap mengusap punggung istrinya, mencoba memberikan ketenangan. "Apa buburnya tidak enak?" tanyanya lembut, meski wajahnya menyiratkan kekhawatiran. Emily menggeleng pelan. "Enak, mungkin aku masuk angin... atau karena tadi malam aku tidak sempat makan." Suaranya terdengar lemah. Setelah merasa lebih baik dan mualnya sedikit mereda, Emily kembali ke tempat tidur, wajahnya masih pucat. "Makan lagi ya, Sayang," bujuk Arnold, mengangkat sendok dengan penuh harap. Emily menggeleng lagi, lebih tegas kali ini. "Aku benar-benar tidak selera." Arnold tidak menyerah. "Apa mau makan yang lain?" Dia tidak ingin membiarkan Emily melewati waktu makan, terlebih sekarang ia tengah men

  • Sebatas Rahim Sewaan Tuan CEO   Bab 172. Cinta Yang Nyaris Hilang

    Mendengar perkataan Papa William, Arnold tersenyum miring. Senyum sinis yang tak menutupi betapa getir hatinya. Bisa-bisanya, pikir Arnold, Papa William masih saja bertindak semaunya. Walau dia kepala keluarga dan Arnold hanyalah anaknya, bukan berarti setiap kata-kata sang ayah adalah perintah mutlak yang harus dituruti. "Arnold tidak akan pernah kembali lagi ke Maurer!" ucapnya tegas, sorot matanya tak main-main. Dulu, dia mungkin akan menuruti apa pun—menikahi Emily karena permintaan orang tua, menjalankan perusahaan keluarga tanpa banyak tanya. Tapi sekarang, semua itu sudah berubah. "Papa sudah tua, Nak. Kalau bukan kamu, lantas siapa lagi yang akan menjalankannya?" suara Papa William pelan, lebih kepada nada memohon daripada perintah. Ada getar halus yang tertangkap di ujung kalimatnya—ketakutan akan kehilangan, atau mungkin penyesalan. "Maaf, Pa. Arnold benar-benar tidak bisa." Jawabannya tegas namun lembut. Bukan untuk melukai hati ayahnya, tapi karena dia tahu, sudah wa

  • Sebatas Rahim Sewaan Tuan CEO   Bab 171. Permintaan Maaf Nicholas

    Kilat kebencian jelas terlihat di mata Arnold. Tanpa ragu, dia langsung berdiri dari sisi ranjang Emily dan melangkah cepat ke arah dua sosok yang kini berdiri di ambang pintu. Setiap langkahnya penuh kemarahan yang tertahan sejak lama. "Untuk apa lagi kau kemari?" tanyanya dingin, suaranya penuh nada penghinaan. Tatapannya menusuk tajam pada Nicho, yang wajahnya masih dipenuhi bekas pukulan—bengkak, memar, dan sedikit mengering. Luka yang belum genap seminggu, dan masih terasa panas. Masih mending, pikir Arnold sinis. Masih mending dia tidak membunuh Nicho saat itu, atau menyeretnya ke kantor polisi. Hanya karena dia masih menghormati Papa William, pria tua itu, ayah mereka berdua, yang masih punya tempat di hatinya—meski hanya sedikit. "Kakakmu ingin meminta maaf, Arnold." Papa William melangkah maju, mencoba menjembatani dua anak lelakinya yang kini terpecah oleh sejarah kelam. Ia melihat kedua tangan Arnold yang terkepal kuat di sisi tubuhnya. Wajah Arnold mengeras seperti

  • Sebatas Rahim Sewaan Tuan CEO   Bab 170. Dilema

    Dokter itu tampak melirik sekilas ke arah kertas yang ada di depannya, lalu menarik napas dalam sebelum membuka mulutnya. "Kehamilannya masih sangat muda, kurang lebih satu minggu," ucapnya dengan suara yang terkontrol, "sehingga siklus bulanannya pun belum terlambat. Saya tidak tahu apa yang terjadi sebelumnya, tapi ada pembengkakan di perut dalam Nyonya Emily. Apa Nyonya Emily pernah mengalami semacam kecelakaan atau trauma di perut?" Arnold mengangguk pelan, tatapannya menerawang sejenak, seperti menggali ingatan yang sudah lama terkubur. "Dia pernah kecelakaan saat hamil dan mengalami keguguran... mungkin perutnya menghantam salah satu bagian mobil dengan keras." Suara Arnold terdengar berat. Kenangan itu menghantamnya seperti badai yang datang tiba-tiba. Saat itu, dia tidak memperdulikan kondisi Emily, bahkan menyalahkannya karena keguguran yang terjadi. Kesalahan itu terus menghantuinya, walau tak pernah ia akui dengan lantang. "Tapi itu sudah lama, Dokter. Setahun yang lal

  • Sebatas Rahim Sewaan Tuan CEO   Bab 169. Emily Hamil

    Perjalanan menuju rumah sakit terasa sangat lama, padahal jaraknya tidak lebih dari satu kilometer. Di dalam mobil yang melaju dengan cepat, suasana begitu tegang. Arnold tak henti-hentinya melirik ke arah Emily yang terbaring lemah di jok belakang. Napasnya terdengar pelan dan tidak stabil. Sesekali, Arnold mengusap kening perempuan itu yang terasa sedikit hangat. "Jangan sakit, sayang," gumamnya pelan, lebih kepada doa daripada ucapan. Suaranya nyaris tak terdengar, tenggelam dalam deru mesin mobil. Setelah beberapa menit yang terasa seperti jam, mobil berbelok tajam memasuki halaman ST. Thomas Hospital, rumah sakit yang sama di mana Nyonya Ruby, ibu mertua Arnold, tengah dirawat karena kondisi kritisnya. Pintu mobil nyaris belum terbuka sempurna ketika dua orang perawat yang berjaga di lobi langsung datang membawa brankar. Mereka bergerak cepat, profesional, namun tetap waspada melihat raut panik di wajah Arnold. Mereka hendak mengangkat tubuh Emily, namun tiba-tiba Arnold me

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status