Home / Romansa / Sebatas Rahim Sewaan Tuan CEO / Bab 131. Menikahlah Denganku

Share

Bab 131. Menikahlah Denganku

Author: Silvania
last update Last Updated: 2025-04-09 15:39:50

"Pernahkah kau bertanya bagaimana perasaan Emily kepadamu? Apa kau tidak penasaran, Arnold?"

Suara Vania terdengar tenang namun menusuk. Di dalam ruang tamu yang remang dan hangat itu, tiga orang duduk dalam diam sejenak. Robert menyandarkan dirinya ke kursi, sementara Arnold menatap mereka berdua bergantian, matanya menyiratkan kebingungan yang samar.

Arnold akhirnya bersuara, suaranya terdengar mantap, namun ada bayangan keraguan yang tersembunyi.

"Pernah," katanya sambil menarik napas dalam. "Aku bahkan menanyakannya langsung kepada Emily. Dia bilang dia mencintaiku."

Vania mengerutkan kening. "Kalau dia cinta, harusnya dia tidak langsung minta putus, kan?"

Perkataan itu membuat dada Arnold bergemuruh. Untuk sesaat, ia tidak tahu harus berkata apa. Keraguan yang selama ini ia pendam perlahan menyeruak ke permukaan.

"Tapi aku bisa mengerti bagaimana perasaannya. Wajar kalau dia marah dan kesal saat melihatku bersama wanita lain, lalu meminta putus," jawab Arnold pelan, seolah
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • Sebatas Rahim Sewaan Tuan CEO   132. Tidur Sekamar?

    Arnold kembali melamarnya. Kali ini di depan butik branded yang berkilau, dipenuhi kaca besar dan lampu etalase yang memantulkan cahaya gemerlap malam Paris. Aksi Arnold spontan itu sontak mencuri perhatian, disaksikan banyak pasang mata yang lalu lalang di trotoar Champs-Élysées. "Arnold, bangun. Ada banyak orang di sini!" bisik Emily panik, wajahnya memerah menahan malu. "Aku tidak akan bangun sebelum kau memberiku jawaban. Maukah kau menikah denganku?" tanyanya sekali lagi, suara Arnold terdengar bulat dan mantap. "Kalau kau tidak mau, aku siap menggantikanmu, Emily!" seru Vania tiba-tiba, sambil mengarahkan kamera ponselnya ke Arnold yang masih berlutut. Sejak tadi ia sibuk merekam video lamaran itu dengan senyum geli dan semangat yang tak bisa disembunyikan. Emily langsung menatapnya tajam, membuat Angel dan Vania meledak dalam tawa kecil yang tertahan. Netra Emily kembali menatap lembut manik mata hitam Arnold. Ada keraguan yang perlahan luluh dalam tatapan penuh cinta itu.

    Last Updated : 2025-04-09
  • Sebatas Rahim Sewaan Tuan CEO   133. Tolong Jaga Emily Untukku

    "Gak apa-apa, Arnold bisa nahan diri kok." Nyonya Ruby berlalu meninggalkan Emily dan Arnold di depan pintu kamar. Emily menarik napas dalam, sementara Arnold hanya menatap pintu kamar yang baru saja tertutup. "Angel di mana, Sayang?" tanya Arnold sambil membalikkan badan menatap Emily. "Dia menginap di tempat Livia. Tadinya aku juga mau menginap di sana, terus Mama bilang Mama sudah memesankan kamar untukku," jawab Emily sambil memainkan ujung rambutnya, sedikit gugup. "Mama ini," desah Arnold, mengusap pelipisnya. "Tunggu sebentar!" Tanpa menunggu respons, Arnold masuk ke dalam dan beberapa detik kemudian keluar kembali dengan handphone dan dompet di tangan. Ia menutup pintu kamarnya rapat-rapat. "Ayo, aku pesankan kamar yang baru," ucapnya sambil menggenggam jemari Emily, menariknya perlahan menuju lobby. "Aku bukannya tidak mau tidur denganmu, tapi aku takut tidak bisa menahan diriku!" ucap Arnold dengan suara rendah, hampir seperti bisikan. Ia mengecup puncak kepala Emily,

    Last Updated : 2025-04-09
  • Sebatas Rahim Sewaan Tuan CEO   Bab 134. Khilaf

    Rahang Arnold tampak mengetat, otot-ototnya menegang hingga tampak jelas dari garis wajahnya yang keras. Sejak awal, dia memang tidak pernah bisa menyembunyikan ketidaksukaannya pada Alex—lelaki yang tampak terlalu dekat dengan Emily, terlalu sering muncul di sisinya, dan terlalu membuatnya merasa terancam. Bukan hanya Alex. Bahkan dengan Arlen dan laki-laki lain yang sekadar bertukar tawa dengan Emily pun, Arnold tidak bisa menahan bara cemburu yang terus menyala dalam dirinya. Emily adalah miliknya. Dan ia tidak suka jika perempuan itu dekat dengan siapa pun yang berjenis kelamin laki-laki selain dirinya. "Emily tidak punya siapa-siapa lagi setelah kau menghancurkan keluarganya," ucap Arnold, suaranya bergetar oleh amarah yang tertahan. "Jadi aku, sebagai satu-satunya orang yang selalu ada untuknya sejak dia masih kecil, tidak akan membiarkanmu menyakiti Emily lagi untuk yang kedua kalinya." Matanya memerah, sorot matanya menusuk tajam ke arah Alex, penuh amarah dan tekad yang me

    Last Updated : 2025-04-10
  • Sebatas Rahim Sewaan Tuan CEO   Bab 135. Bertengkar

    “Jangan terlalu dekat dengan Alex, aku tidak suka,” ucap Arnold sambil mengusap bibir Emily yang masih tampak kemerahan setelah ciuman mereka. Suaranya pelan namun tegas, menyiratkan kecemburuan yang tak bisa disembunyikan. Emily menarik napas, berusaha mengontrol emosinya. “Aku sudah menganggap Alex dan Vania seperti saudaraku sendiri. Tidak lebih.” Wajah Arnold menegang. “Tetap saja aku tidak suka!” Tatapan keduanya saling mengunci. Dalam keheningan itu, seolah waktu berhenti. Hanya ada mereka berdua, saling menyelami isi hati melalui mata yang mengisyaratkan lebih dari sekadar kata-kata. Emosi, kekhawatiran, dan cinta yang campur aduk terpancar dalam diam. Akhirnya, Emily menghela napas panjang. “Baiklah,” ucapnya menyerah. Ia tahu Arnold sudah cukup bersabar menghadapi sikap keras kepalanya akhir-akhir ini. Arnold perlahan bangkit dari atas tubuh Emily dan duduk di sampingnya. Wajahnya serius. “Mana handphone-mu? Berikan padaku!” Suaranya dalam, sedikit mengandung nada perint

    Last Updated : 2025-04-10
  • Sebatas Rahim Sewaan Tuan CEO   Bab 136. Menikah

    Emily menghela napasnya pelan, dadanya terasa sesak oleh beban yang selama ini dipendam. Perlahan, diraihnya tangan Arnold, erat namun tetap lembut. "Kamu bersamaku hampir dua puluh empat jam," ucapnya lirih, "apa kamu lihat aku memegang handphone?" Suara Emily terdengar lelah, seperti seseorang yang habis berlari jauh dan tak kunjung mencapai garis akhir. Tatapannya yang sayu menyorot kelelahan yang lebih dari sekadar fisik—itu adalah kelelahan batin, dari terus-menerus dicurigai, dari rasa sayang yang tak henti dipertanyakan. Tanpa menunggu respons Arnold, Emily menarik tangannya dan menggandengnya. Langkahnya cepat, seolah ingin segera menyelesaikan sesuatu yang tertunda. Mereka berdua mendekati sosok Arlen yang sedang berdiri di bawah cahaya temaram lampu taman depan. "Arlen!" seru Emily, lantang namun terdengar getir. Arlen menoleh, dan seketika keningnya berkerut saat melihat jemari Emily yang menggenggam tangan Arnold begitu erat. "Emily, Arnold, kalian…." Suaranya

    Last Updated : 2025-04-10
  • Sebatas Rahim Sewaan Tuan CEO   Bab 137. Janji Suci

    "Apa? Astaga aku belum mandi!" seru Emily panik. Ia berbalik secepat kilat, rambutnya yang panjang ikut terhempas, lalu langsung berlari menuju kamarnya meninggalkan Arnold yang hanya bisa menggeleng pelan, senyum kecil mengembang di wajahnya. Tatapannya mengikuti langkah Emily dengan penuh kasih, seperti melihat matahari pagi yang menyelinap masuk dari balik tirai jendela. Sembari menunggu Emily selesai mandi, Arnold duduk di sofa ruang tamu, menatap layar ponselnya dan segera menghubungi Robert. “Bisa tolong bawakan sarapan untukku dan Emily?” pintanya tenang. Tak lama berselang, dering bel rumah terdengar. Robert datang dengan senyum sopan dan nampan di tangannya. Ia membantu Arnold menata makanan dengan cekatan, seperti sudah sangat hafal dengan rutinitas majikannya. "Bagaimana, apa persiapan penandatanganan buku nikahnya sudah beres?" tanya Arnold, suaranya terdengar sedikit gemetar. "Sudah, Tuan!" jawab Robert mantap. "Terima kasih, Robert!" ujar Arnold, menahan gejolak emo

    Last Updated : 2025-04-11
  • Sebatas Rahim Sewaan Tuan CEO   Bab 138. Bukan Kali Pertama

    "Harusnya aku yang meminta seperti itu, bukan kau..." Arnold membenamkan Emily ke dalam pelukannya, air matanya ikut luruh. Dan tidak hanya mereka berdua, tapi juga Sally yang tahu awal mula kisah mereka ikut meneteskan air mata haru. "Sally, mulai sekarang aku akan mempercayakan Emily kepadamu saat aku tidak ada di rumah!" "Siap, Tuan. Saya akan menjaga Nyonya Emily dengan sepenuh hati." Sally membungkuk dengan senyum terukir di bibirnya. Emily mencubit pinggang Arnold pelan. "Aku bukan anak kecil yang harus dijaga!" "Kau memang bukan anak kecil, tapi kau sesuatu yang sangat berharga untukku." Emily menganggukkan kepalanya sambil tersenyum, membuat Arnold mendadak gelisah. "Sally, bisakah kau membuatkan cake untukku dan Emily?" "Cake, tentu Tuan. Tuan mau dibuatkan cake apa? Red velvet? Cheese cake?" "Terserah kamu saja, kedua-duanya boleh juga." "Siap, Tuan!" Sally menunduk dan berlalu keluar dari kamar utama. "Sekarang hanya ada kita berdua," bisik Arnold

    Last Updated : 2025-04-11
  • Sebatas Rahim Sewaan Tuan CEO   Bab 139. Siapa Nicholas?

    Menjelang siang, sinar matahari mengintip malu-malu melalui sela tirai tipis yang menggantung di jendela kamar. Emily terbangun perlahan, kelopak matanya yang berat mengerjap beberapa kali. Tubuhnya terasa nyeri di berbagai bagian, seperti baru saja melewati perjalanan panjang yang melelahkan, namun tatkala ia menyadari di mana dirinya berada dan siapa yang sedang mendekapnya erat, seulas senyum manis langsung merekah di wajahnya yang memesona. Ada kebahagiaan dan ketenangan yang terpancar dari ekspresinya. Arnold, pria yang kini resmi menjadi suaminya, memeluk tubuh mungilnya dengan posesif. Kehangatan tubuhnya dan detak jantung yang terasa di dadanya membuat Emily merasa seperti sedang terkurung dalam mimpi indah yang enggan ia akhiri. Hatinya masih sulit percaya bahwa ia kini telah sah menjadi Nyonya Arnold Edward. "Sudah puas menatap wajahku yang tampan?" Suara berat Arnold yang menggodanya membuat Emily terperanjat kecil, rona merah muda segera merayapi pipinya. "Sejak kapan k

    Last Updated : 2025-04-11

Latest chapter

  • Sebatas Rahim Sewaan Tuan CEO   Bab 149. Meragu

    Emily menjawab pertanyaan-pertanyaan Nicho dengan singkat dan seperlunya. Di balik tutur katanya yang lembut, pikirannya mengingat jelas pesan Arnold—untuk tidak terlalu dekat dengan kakak iparnya itu. Meski demikian, suasana di butik yang tenang dan cara bicara Nicho yang hangat membuat percakapan mereka terasa sulit dihindari. "Arnold pasti sangat menyayangimu, Emily. Dia sungguh beruntung," puji Nicho dengan suara rendah namun jelas, matanya menatap Emily dengan ketulusan yang samar. Emily spontan mengangkat dagunya. Pandangannya terarah penuh ke wajah Nicho. Ada ketulusan dalam ucapannya, tidak terlihat niat buruk. Nicho memang sangat baik. Ia selalu memuji Arnold, tidak pernah sekalipun terdengar menjelekkan. Tapi justru itu yang membuat Emily bingung—kalau memang Nicho sebaik ini, mengapa Arnold begitu membencinya? Rasa penasaran itu akhirnya mengalahkan kewaspadaannya. "Kakak ipar, apakah Kakak dekat dengan Arnold?" tanyanya hati-hati, namun cukup jelas hingga membuat Nicho

  • Sebatas Rahim Sewaan Tuan CEO   Bab 148. Emily Berbohong?

    Nicho berjalan dengan langkah pasti, penuh perhitungan namun tampak santai, menuju sudut butik tempat Emily tengah duduk sendiri. Sofa tempat wanita itu duduk terlihat sepi, jauh dari lalu lalang pengunjung, dikelilingi rak-rak pakaian dan deretan manekin yang mengenakan busana mahal. “Boleh aku duduk di sini?” tanya Nicho begitu sampai di sisi kursi, suaranya tenang, nyaris berbisik tapi cukup jelas untuk menarik perhatian Emily. Emily mendongakkan kepala, sedikit terkejut namun tidak menunjukkan ekspresi berlebihan. Matanya bertemu dengan wajah laki-laki yang selama beberapa bulan ini mulai sering hadir dalam hidupnya dan Arnold. “Kakak ipar,” ucap Emily, menegaskan kedekatan hubungan mereka namun dengan batas yang jelas. “Panggil Nicho saja, biar lebih akrab,” sahut Nicho cepat, mencoba menyusupkan kehangatan dalam suaranya. Emily langsung menggeleng cepat, raut wajahnya sedikit kaku. “Tidak sopan, Kak,” jawabnya pelan namun tegas. Nicho mengangkat bahu, tampak tak ambil pusi

  • Sebatas Rahim Sewaan Tuan CEO   147. Rencana Jahat Nicho

    "Kami pergi berbelanja." Emily menjawab salah satu dari pertanyaan Arnold lewat sambungan telepon yang sempat terhenti beberapa detik sebelumnya. "Bersama siapa?" Kejar Arnold, nada suaranya terdengar was-was, nyaris curiga. Arnold memang menjadi lebih posesif sejak kedatangan Nicho, yang tiba-tiba kembali dengan segala karisma dan pesona yang membuat siapa pun menoleh. "Dengan mama dan—" Belum sempat Emily menyelesaikan jawabannya, tiba-tiba ponselnya direbut dengan lembut namun tegas oleh Ruby. "Arnold, ini mama. Mama pinjam istrimu sebentar," ucap mama Ruby dengan nada santai namun penuh wibawa. "Mama. Oke, Ma. Tolong jagakan Emily," pinta Arnold setengah cemas, setengah pasrah. "Tanpa kau minta pun mama pasti menjaganya," jawab mama Ruby mantap, sebelum sambungan telepon terputus. "Terima kasih, Ma," bisik Arnold sebelum benar-benar menutup ponselnya. Rasa lega mengalir di dadanya. Ia kembali fokus pada laporan-laporan di meja kerjanya di Maurer, meski pikirannya masih m

  • Sebatas Rahim Sewaan Tuan CEO   Bab 146. Jangan Bilang Arnold

    Emily menatap dalam manik mata suaminya yang terlihat memerah, rahangnya tampak mengeras, menahan emosi yang hampir meledak. Sorot matanya penuh gejolak, tapi tertahan. “Kita pulang sekarang. Aku akan menceritakan semuanya di rumah,” ucap Arnold tegas, namun suaranya bergetar oleh emosi yang sulit dijelaskan. Mata Arnold perlahan kembali sayu, amarahnya mereda saat bertemu dengan tatapan teduh Emily. Seolah amarahnya melebur hanya karena satu tatapan itu. Emily mengangguk pelan. “Ayo kita pulang,” ujarnya sembari memberi senyum tipis yang lebih menyerupai upaya menenangkan hati yang sedang bergemuruh. Sepanjang perjalanan pulang menuju kediaman mereka, suasana mobil terasa hening, bahkan udara di dalamnya seolah berat. Tak ada sepatah kata pun yang keluar dari bibir Arnold. Hanya helaan nafas beratnya yang sesekali terdengar, seperti beban yang tengah dipikulnya nyaris tak sanggup ditahan lagi. Emily mencuri pandang, ingin sekali memeluk dan meredakan gundah itu, namun ia tahu, s

  • Sebatas Rahim Sewaan Tuan CEO   Bab 145. Meminta Bagian

    Sepanjang jalan pulang menuju kediamannya, Arnold menggerutu. Jemarinya mengetuk-ngetuk setir mobil, ekspresinya masam, seakan cuaca senja yang mendung ikut menyuarakan kekesalannya. Pasalnya, sebelum dia pulang tadi, mamanya menghubunginya dan memintanya datang ke rumah untuk makan malam bersama. "Tumben sekali mama mengajak makan malam. Aku yakin pasti Nicho yang meminta mama untuk mengundang kami," gumam Arnold, setengah menghela napas berat. Dia tahu betul bahwa dirinya tak akan bisa menolak jika mamanya yang meminta. Permintaan sang mama selalu datang sebagai perintah tak tertulis yang harus dipatuhi. Arnold memukul setir kemudinya, sebuah luapan emosi yang tak tertahan. Nicho, kakak tirinya, selalu saja menyusahkan. Pria itu seperti bayangan masa lalu yang terus menghantuinya, membawa luka yang belum sempat sembuh sepenuhnya. Begitu sampai di rumah, Arnold langsung memarkir mobil dan melangkah cepat ke dalam rumah. Matanya mencari sosok Emily. Hari sudah menunjukkan pukul ena

  • Sebatas Rahim Sewaan Tuan CEO   Bab 144. Akan Merebutnya

    Sepuluh tahun lalu, saat Maurer Corp. berada di ambang krisis, semua mata tertuju pada Nico—anak sulung yang seharusnya meneruskan tongkat estafet kepemimpinan. Tapi dia memilih pergi. Alasannya klise—ingin mengejar cita-cita sebagai model terkenal. Padahal kebenarannya, dia hanya ingin bebas. Bebas dari tanggung jawab, dari tekanan, dari nama besar Maurer yang menuntut lebih dari sekadar kerja keras. Nico pergi. Tinggal Arnold, si anak bungsu, yang saat itu masih duduk di bangku kuliah dan bahkan belum cukup umur untuk menandatangani kontrak legal. Tapi waktu tak memberinya pilihan. Ayahnya, Papa William, jatuh sakit—dan perusahaan butuh pemimpin. Mau tidak mau, Arnold mengangkat beban yang seharusnya bukan miliknya. Kepergian Nico memperparah kondisi sang ayah. Dan di tengah kemarahan dan kekecewaannya, Papa William mengesahkan Arnold sebagai pewaris tunggal Maurer Corp. Namun, Nico tidak menyerah begitu saja. Dengan kepintaran manipulatifnya, dia berhasil mengambil hati Papa

  • Sebatas Rahim Sewaan Tuan CEO   Bab 143. Belikan Mobil!

    Tanpa mengucap sepatah kata pun, Arnold memutuskan untuk langsung masuk ke dalam ruangannya. Tak ada sapa, tak ada lirikan pada Nico. Pintu kaca otomatis menutup di belakangnya dengan desis pelan, memisahkan dirinya dari suasana lobi yang semu hangat itu. Namun, ketenangan yang baru saja ia dapatkan hanya bertahan sejenak. Nico, seperti biasanya, bertindak semaunya. Ia masuk ke dalam ruangan Arnold begitu saja—tanpa mengetuk pintu, tanpa permisi. Seolah ruang itu adalah bagian dari rumahnya sendiri. Melihat itu, tentu saja Arnold meradang. "Ini perusahaan, bukan rumahmu. Lain kali biasakan ketuk pintunya!" Nada suara Arnold tajam, dingin. Tatapannya menusuk, tak menyembunyikan sedikit pun kekesalan yang berkecamuk dalam dirinya. Ia berusaha menekan emosinya, mengingat betapa lelahnya pagi tadi—dan bagaimana Emily sudah berhasil menenangkannya. Namun baru saja ia mulai bisa bernapas lebih tenang, Nicholas kembali berulah. Masuk seenaknya, seolah-olah aturan dan batasan tak berl

  • Sebatas Rahim Sewaan Tuan CEO   Bab 142. Uang atau Aku?

    "Sayang, kau di mana?" Arnold menyusuri papping beton yang membatasi kolam renang dengan taman rambat yang ada di bagian belakang rumahnya dengan langkah kaki tergesa. Langit mulai menggelap, bias cahaya senja menari di permukaan air yang tenang, namun hatinya jauh dari ketenangan. Baru saja ia datang dari kamar dan tidak mendapati Emily di sana. Rasa cemas mulai merayap pelan di dadanya. Ia pun turun dan bertanya kepada pelayan. Ternyata, Emily ada di samping kolam renang. Setelah pertengkarannya dengan Nicole di ruangannya siang tadi, Arnold memilih untuk kembali ke rumah. Hatinya terasa sesak, pikirannya kalut. Di ruang kerjanya, ia sempat berusaha untuk berkonsentrasi dengan tumpukan file yang harus diperiksa dan ditandatangani satu per satu, namun pikirannya sama sekali tak bisa fokus. Semua terasa kacau, dan hanya satu wajah yang muncul di benaknya—Emily. "Sayang!" Emily menghambur ke dalam pelukan Arnold begitu dia melihat suaminya sudah pulang. Langkahnya ringan, seo

  • Sebatas Rahim Sewaan Tuan CEO   Bab 141. Dia Akan Bertekuk Lutut Di Hadapan ku

    Kening Emily berkerut, mencoba mencerna maksud dari ucapan Arnold yang begitu tegas dan penuh peringatan. "Apa maksudmu berkata seperti itu?" gumamnya pelan, namun belum sempat ia melanjutkan pertanyaannya... "Tapi, Say—" "Mulai sekarang belajarlah menuruti apa kataku. Aku hanya ingin kamu menjauh darinya. Dia sangat berbahaya." Nada suara Arnold tak dapat ditawar. Dingin. Tegas. Ada nada kekhawatiran yang terselip, tersembunyi di balik sorot matanya yang keras. Emily terdiam. Kalimat itu menggantung dalam pikirannya, tapi ia tahu—Arnold pasti punya alasan kuat hingga berkata sejauh itu tentang saudara tirinya sendiri. Dengan pelan, Emily mengangguk setuju. Meskipun hatinya masih dipenuhi tanya, ia memilih untuk mempercayai Arnold. "Istriku memang pintar," ucap Arnold sambil mengecup lembut puncak kepala Emily, kemudian mendekap tubuh mungilnya dengan erat, seolah ingin melindunginya dari dunia luar. Pagi itu, suasana meja makan terasa sunyi. Arnold dan Emily duduk berhadapan,

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status