Home / Romansa / Cinta Tuan Muda / Chapter 31 - Chapter 40

All Chapters of Cinta Tuan Muda: Chapter 31 - Chapter 40

65 Chapters

Rahasia di Balik Bayangan

Keesokan paginya, suasana di rumah Mahendra terasa begitu tegang. Para pengawal terlihat lebih waspada dari biasanya, seolah setiap sudut rumah ini bisa menjadi celah masuk bagi bahaya. Aku duduk di ruang makan, menatap sarapan di depanku tanpa selera sedikit pun.Mahendra duduk di seberangku, matanya tak lepas mengawasi setiap gerak-gerikku. Dia bahkan belum menyentuh makanannya sendiri."Kau harus makan, Naya," ucapnya lembut.Aku menghela napas. "Aku benar-benar tidak bisa. Perutku rasanya penuh dengan rasa cemas."Mahendra berdiri, berjalan mengelilingi meja, lalu menarik kursi di sampingku. Tanpa banyak bicara, dia menyendokkan bubur ke sendok dan menyuapkannya langsung ke mulutku.Aku terbelalak. "Mahendra, aku bukan anak kecil...""Tapi kau keras kepala," potongnya. "Kalau kau sakit, aku yang repot."Aku mengerucutkan bibir, tapi akhirnya membuka mulut juga. Di tengah ketegangan ini, aku tak bisa menahan rasa hangat yang merayapi dadaku. Perhatian kecil seperti ini membuatku se
last updateLast Updated : 2025-02-28
Read more

Di Bawah Cahaya Bulan

Malam terasa begitu panjang. Aku masih meringkuk di tempat tidur dengan kepala bersandar di dada Mahendra. Jantungnya berdetak pelan, kontras dengan kepanikan yang baru saja kami alami. Tangannya melingkari pinggangku erat, seolah takut aku menghilang jika ia lengah sedikit saja.“Aku nggak nyangka Radit berani sampai segila ini,” suaraku lirih, nyaris seperti bisikan.Mahendra mengecup keningku singkat, tapi hangatnya menyusup sampai ke dada. “Aku juga nggak menyangka. Tapi aku janji, aku nggak akan membiarkan dia sentuh kamu, Naya. Aku janji.”Aku mendongak, menatap wajah Mahendra yang hanya berjarak beberapa senti. Di bawah cahaya bulan yang menerobos masuk melalui jendela, wajahnya terlihat begitu sempurna—hidungnya yang mancung, rahangnya yang tegas, serta mata tajamnya yang kini terlihat lebih lembut.“Kenapa kamu mau segininya buat aku?” tanyaku, jujur dari hati.Mahendra tersenyum kecil, jemarinya menyentuh pipiku pelan. “Kamu tahu nggak? Sejak pertama lihat kamu di depan ruma
last updateLast Updated : 2025-02-28
Read more

Pertemuan Rahasia dan Surat Misterius

Hari itu, aku dan Mahendra kembali ke kantor setelah sekian lama berkutat dengan drama dan masalah yang datang silih berganti. Rasanya aku ingin mencoba hidup normal, menjalani hari-hari tanpa gangguan berarti. Tapi ternyata, harapan itu terlalu muluk.Baru saja aku duduk di meja kerjaku, seorang resepsionis datang menghampiri sambil membawa amplop putih.“Bu Laila, ini ada kiriman surat untuk Anda.”Aku mengernyit. Surat? Siapa yang masih mengirim surat manual di zaman sekarang? Apalagi, pengirimnya anonim, tanpa nama maupun alamat jelas.Perasaan was-was langsung menyergap. Dengan hati-hati, aku membuka amplop itu. Sepucuk kertas polos di dalamnya, dengan tulisan tangan yang berantakan."Jangan pernah merasa aman. Aku masih mengawasi. Siap-siap kehilangan semua yang kamu miliki."Tanganku gemetar. Aku tahu betul siapa yang menulis ini—Radit.Aku buru-buru membawa surat itu ke ruangan Mahendra. Begitu melihat wajah tegangku, ia langsung bangkit dari kursi.“Ada apa, Sayang?” tanyanya
last updateLast Updated : 2025-03-01
Read more

Diculik di Tengah Malam

Malam itu aku baru saja selesai mandi, tubuhku segar setelah berendam air hangat. Mahendra masih di ruang kerja, menelepon pengacaranya. Aku berjalan ke balkon kamar, menikmati angin malam sambil memandang langit berbintang.Tiba-tiba, suara gemerisik terdengar di bawah. Aku melongokkan kepala, mataku membelalak saat melihat sosok pria berjubah hitam sedang memanjat pagar rumah! Jantungku langsung berdetak kencang.“Mas…!” Aku baru mau teriak, tangan kuat tiba-tiba membekap mulutku dari belakang. Seseorang sudah masuk ke kamar dan menyeretku ke dalam gelap.Aku meronta sekuat tenaga, kaki dan tanganku menendang membabi buta. Tapi penculik itu kuat, dan aku merasakan kain basah menempel di hidungku—aroma menyengat menusuk masuk ke paru-paruku.Semuanya gelap.---Aku terbangun dengan kepala pusing, tangan dan kaki terikat di kursi. Ruangan ini gelap dan bau apak. Mataku menyipit berusaha menyesuaikan diri dengan cahaya remang dari lampu gantung tua di atas.“Selamat pagi, Laila.”Suara
last updateLast Updated : 2025-03-01
Read more

Luka Lama yang Terbuka

Aku masih duduk di balkon, memeluk lutut sambil menatap langit malam yang gelap. Angin dingin menusuk kulitku, tapi pikiranku lebih dingin lagi. Semua kenangan masa kecilku berkelebat—ibu yang wajahnya samar di ingatan, ayah yang keras dan jarang tersenyum, lalu aku yang tumbuh dengan banyak tanda tanya.Tiba-tiba, suara langkah kaki mendekat. Mahendra datang membawa selimut dan secangkir teh hangat. Dia menyelimuti tubuhku pelan, tanpa bicara. Hanya menatapku dengan tatapan yang sulit kuartikan—penuh sesal, sayang, juga takut.“Aku tahu ini berat buat kamu.” Suaranya serak, seperti menahan gejolak dalam hatinya sendiri. “Tapi aku nggak pernah berniat nyakitin kamu. Aku cuma takut kehilangan kamu.”Aku menghela napas panjang. “Kenapa nggak cerita dari awal, Mas? Kenapa harus menyimpan semua ini sendirian?”Mahendra duduk di sampingku, jemarinya menggenggam tanganku erat. “Karena aku pengecut. Aku takut kamu salah paham, takut kamu pikir aku menikahi kamu cuma karena kamu anak dari cin
last updateLast Updated : 2025-03-02
Read more

Antara Cinta dan Rahasia

Kami kembali ke hotel malam itu dengan kepala penuh tanda tanya. Surat-surat itu, suara misterius di telepon, dan foto-foto lama yang tiba-tiba muncul seperti hantu dari masa lalu—semua seolah membentuk jaring rahasia yang siap membelit kami berdua.Mahendra duduk di tepi ranjang, wajahnya tegang. Aku duduk di sampingnya, menyandarkan kepala di bahunya. “Aku nggak ngerti… kenapa semua ini tiba-tiba muncul? Siapa wanita yang menelepon tadi? Kenapa dia tahu soal kita?”Mahendra mengusap rambutku lembut. “Aku juga bingung, Sayang. Tapi satu hal yang pasti, aku nggak akan pernah ninggalin kamu. Rahasia apapun yang bakal kita temuin nanti, aku bakal hadapi bareng kamu.”Aku mengangguk, mencoba menenangkan diri. Di tengah semua ketakutan itu, setidaknya aku punya Mahendra. Sosok yang dulu aku pikir cuma mimpi, tapi sekarang nyata di sisiku.Tiba-tiba, Mahendra menarik tanganku, menggiringku berdiri di depan cermin besar di kamar. Dia berdiri di belakangku, memeluk pinggangku erat, dagunya b
last updateLast Updated : 2025-03-02
Read more

Jejak Berdarah

Aku membuka mataku perlahan. Kepalaku pusing, tubuhku terasa pegal, dan tanganku terikat di kursi kayu yang sudah lapuk. Aku berusaha mengingat apa yang terjadi terakhir kali sebelum semuanya gelap. Ada suara bentakan, lalu Mahendra berteriak memanggil namaku, dan setelah itu… aku di sini.Ruangan ini gelap dan lembab. Aroma tanah basah bercampur asap rokok menusuk hidungku. Di sudut ruangan, ada seorang pria bertubuh kekar dengan wajah penuh luka bekas sayatan. Dia menatapku tajam, seolah aku ini mangsa yang sudah lama dia incar.“Bangun sudah, Neng?” Suaranya berat dan serak.“Siapa kalian? Mau apa kalian?” Suaraku gemetar, tapi aku berusaha tegar.Pria itu tersenyum miring. “Nggak usah banyak tanya. Yang jelas, ini bukan urusan pribadi. Ini balas dendam lama.”“Balas dendam apa?” Aku semakin bingung. “Aku nggak pernah punya musuh!”Pria itu mendekat, mengangkat daguku paksa. “Kamu nggak salah apa-apa, Neng. Tapi dosa orang tua itu kadang ditanggung anak-anaknya.”Aku semakin ngeri.
last updateLast Updated : 2025-03-03
Read more

Luka Lama yang Terungkap

Aku duduk di sofa ruang tamu, masih menggenggam tangan Mahendra. Setelah kejadian tadi malam, kami memutuskan pulang ke rumah Mahendra, karena aku terlalu takut pulang sendiri. Mahendra terus menggenggam tanganku, seolah takut aku menghilang jika dia lengah sedetik saja.“Mas, aku masih nggak ngerti… kenapa semua ini harus kejadian sama kita?” tanyaku lirih.Mahendra menghela napas panjang. Matanya menerawang jauh, seolah mencoba menghubungkan semua kepingan puzzle masa lalu yang baru saja terbuka. “Aku juga nggak nyangka, Laila. Aku pikir masa lalu orang tua kita udah terkubur, tapi ternyata dendam mereka hidup sampai sekarang.”Suasana hening sesaat. Hanya suara jam dinding yang terdengar, berdetak pelan tapi menambah rasa mencekam. Aku menyandarkan kepalaku di bahu Mahendra, mencoba mencari sedikit ketenangan di tengah kekacauan yang baru saja terjadi.Tiba-tiba, ponsel Mahendra bergetar. Sebuah pesan masuk dari nomor tak dikenal."Mau tau kenapa semua ini terjadi? Temui aku di mak
last updateLast Updated : 2025-03-04
Read more

Pelarian Cinta dan Bayang-Bayang Gelap

Pagi datang lebih cepat dari dugaanku. Aku terbangun dalam pelukan Mahendra, di sebuah gubuk kecil dekat kebun milik salah satu kenalan Mahendra di pinggiran desa. Semalam, setelah berhasil kabur dari kejaran Sarman, kami memutuskan untuk menginap di sini, mencari tempat yang aman sementara.“Mas…” Aku membisik pelan, mengelus pipinya yang penuh goresan kecil akibat berlari menembus semak-semak semalam.Mahendra membuka mata perlahan, senyumnya tipis tapi hangat. “Selamat pagi, calon istriku.”Jantungku berdegup kencang. Kata ‘calon istri’ itu membuat wajahku langsung merona.Baru saja aku ingin menjawab, tiba-tiba pintu gubuk diketuk keras. Kami berdua langsung terlonjak kaget. Mahendra buru-buru bangkit, melindungi tubuhku yang masih meringkuk di sudut.“Siapa?!” teriak Mahendra.Tak ada jawaban. Suasana hening, hanya terdengar suara angin dan gesekan daun bambu. Perlahan Mahendra membuka pintu, tapi tak ada siapapun di luar.Aku menghela napas lega, mengira itu hanya angin. Tapi be
last updateLast Updated : 2025-03-05
Read more

Jejak di Hutan dan Ciuman di Bawah Bulan

Aku berlari sekuat tenaga, menyusuri jalan setapak yang penuh ranting dan batu tajam. Kakiku berkali-kali terpeleset, lututku lecet, tapi aku tak peduli. Nafasku berat, dada terasa sesak, tapi suara teriakan Sarman yang membahana di belakangku membuatku tak punya pilihan selain terus berlari.Di tengah kegelapan hutan, hanya cahaya bulan yang menjadi penerang. Udara malam terasa dingin menusuk, membuat bajuku yang basah kuyup semakin menggigilkan tubuhku.“Mahendra…” nama itu terus terucap lirih dari bibirku. Aku tak tahu bagaimana nasibnya sekarang. Apakah dia berhasil melawan Sarman? Atau malah—aku menggeleng cepat, menepis pikiran buruk itu.Tiba-tiba, langkahku terhenti. Di depan, berdiri sosok yang membuat jantungku nyaris copot. Aku langsung mundur selangkah, bersiap lari lagi, tapi suara lembutnya menahanku.“Laila… ini aku.”Mahendra.Aku langsung menubruknya, memeluknya erat seolah tak mau melepaskan lagi. “Mas! Kamu nggak apa-apa? Aku kira kamu—”Mahendra menempelkan telunju
last updateLast Updated : 2025-03-06
Read more
PREV
1234567
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status