Keesokan paginya, suasana di rumah Mahendra terasa begitu tegang. Para pengawal terlihat lebih waspada dari biasanya, seolah setiap sudut rumah ini bisa menjadi celah masuk bagi bahaya. Aku duduk di ruang makan, menatap sarapan di depanku tanpa selera sedikit pun.Mahendra duduk di seberangku, matanya tak lepas mengawasi setiap gerak-gerikku. Dia bahkan belum menyentuh makanannya sendiri."Kau harus makan, Naya," ucapnya lembut.Aku menghela napas. "Aku benar-benar tidak bisa. Perutku rasanya penuh dengan rasa cemas."Mahendra berdiri, berjalan mengelilingi meja, lalu menarik kursi di sampingku. Tanpa banyak bicara, dia menyendokkan bubur ke sendok dan menyuapkannya langsung ke mulutku.Aku terbelalak. "Mahendra, aku bukan anak kecil...""Tapi kau keras kepala," potongnya. "Kalau kau sakit, aku yang repot."Aku mengerucutkan bibir, tapi akhirnya membuka mulut juga. Di tengah ketegangan ini, aku tak bisa menahan rasa hangat yang merayapi dadaku. Perhatian kecil seperti ini membuatku se
Last Updated : 2025-02-28 Read more