Home / Romansa / Cinta Tuan Muda / Di Bawah Cahaya Bulan

Share

Di Bawah Cahaya Bulan

last update Huling Na-update: 2025-02-28 18:10:23

Malam terasa begitu panjang. Aku masih meringkuk di tempat tidur dengan kepala bersandar di dada Mahendra. Jantungnya berdetak pelan, kontras dengan kepanikan yang baru saja kami alami. Tangannya melingkari pinggangku erat, seolah takut aku menghilang jika ia lengah sedikit saja.

“Aku nggak nyangka Radit berani sampai segila ini,” suaraku lirih, nyaris seperti bisikan.

Mahendra mengecup keningku singkat, tapi hangatnya menyusup sampai ke dada. “Aku juga nggak menyangka. Tapi aku janji, aku nggak akan membiarkan dia sentuh kamu, Naya. Aku janji.”

Aku mendongak, menatap wajah Mahendra yang hanya berjarak beberapa senti. Di bawah cahaya bulan yang menerobos masuk melalui jendela, wajahnya terlihat begitu sempurna—hidungnya yang mancung, rahangnya yang tegas, serta mata tajamnya yang kini terlihat lebih lembut.

“Kenapa kamu mau segininya buat aku?” tanyaku, jujur dari hati.

Mahendra tersenyum kecil, jemarinya menyentuh pipiku pelan. “Kamu tahu nggak? Sejak pertama lihat kamu di depan ruma
Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Locked Chapter

Kaugnay na kabanata

  • Cinta Tuan Muda   Pertemuan Rahasia dan Surat Misterius

    Hari itu, aku dan Mahendra kembali ke kantor setelah sekian lama berkutat dengan drama dan masalah yang datang silih berganti. Rasanya aku ingin mencoba hidup normal, menjalani hari-hari tanpa gangguan berarti. Tapi ternyata, harapan itu terlalu muluk.Baru saja aku duduk di meja kerjaku, seorang resepsionis datang menghampiri sambil membawa amplop putih.“Bu Laila, ini ada kiriman surat untuk Anda.”Aku mengernyit. Surat? Siapa yang masih mengirim surat manual di zaman sekarang? Apalagi, pengirimnya anonim, tanpa nama maupun alamat jelas.Perasaan was-was langsung menyergap. Dengan hati-hati, aku membuka amplop itu. Sepucuk kertas polos di dalamnya, dengan tulisan tangan yang berantakan."Jangan pernah merasa aman. Aku masih mengawasi. Siap-siap kehilangan semua yang kamu miliki."Tanganku gemetar. Aku tahu betul siapa yang menulis ini—Radit.Aku buru-buru membawa surat itu ke ruangan Mahendra. Begitu melihat wajah tegangku, ia langsung bangkit dari kursi.“Ada apa, Sayang?” tanyanya

    Huling Na-update : 2025-03-01
  • Cinta Tuan Muda   Diculik di Tengah Malam

    Malam itu aku baru saja selesai mandi, tubuhku segar setelah berendam air hangat. Mahendra masih di ruang kerja, menelepon pengacaranya. Aku berjalan ke balkon kamar, menikmati angin malam sambil memandang langit berbintang.Tiba-tiba, suara gemerisik terdengar di bawah. Aku melongokkan kepala, mataku membelalak saat melihat sosok pria berjubah hitam sedang memanjat pagar rumah! Jantungku langsung berdetak kencang.“Mas…!” Aku baru mau teriak, tangan kuat tiba-tiba membekap mulutku dari belakang. Seseorang sudah masuk ke kamar dan menyeretku ke dalam gelap.Aku meronta sekuat tenaga, kaki dan tanganku menendang membabi buta. Tapi penculik itu kuat, dan aku merasakan kain basah menempel di hidungku—aroma menyengat menusuk masuk ke paru-paruku.Semuanya gelap.---Aku terbangun dengan kepala pusing, tangan dan kaki terikat di kursi. Ruangan ini gelap dan bau apak. Mataku menyipit berusaha menyesuaikan diri dengan cahaya remang dari lampu gantung tua di atas.“Selamat pagi, Laila.”Suara

    Huling Na-update : 2025-03-01
  • Cinta Tuan Muda   Luka Lama yang Terbuka

    Aku masih duduk di balkon, memeluk lutut sambil menatap langit malam yang gelap. Angin dingin menusuk kulitku, tapi pikiranku lebih dingin lagi. Semua kenangan masa kecilku berkelebat—ibu yang wajahnya samar di ingatan, ayah yang keras dan jarang tersenyum, lalu aku yang tumbuh dengan banyak tanda tanya.Tiba-tiba, suara langkah kaki mendekat. Mahendra datang membawa selimut dan secangkir teh hangat. Dia menyelimuti tubuhku pelan, tanpa bicara. Hanya menatapku dengan tatapan yang sulit kuartikan—penuh sesal, sayang, juga takut.“Aku tahu ini berat buat kamu.” Suaranya serak, seperti menahan gejolak dalam hatinya sendiri. “Tapi aku nggak pernah berniat nyakitin kamu. Aku cuma takut kehilangan kamu.”Aku menghela napas panjang. “Kenapa nggak cerita dari awal, Mas? Kenapa harus menyimpan semua ini sendirian?”Mahendra duduk di sampingku, jemarinya menggenggam tanganku erat. “Karena aku pengecut. Aku takut kamu salah paham, takut kamu pikir aku menikahi kamu cuma karena kamu anak dari cin

    Huling Na-update : 2025-03-02
  • Cinta Tuan Muda   Antara Cinta dan Rahasia

    Kami kembali ke hotel malam itu dengan kepala penuh tanda tanya. Surat-surat itu, suara misterius di telepon, dan foto-foto lama yang tiba-tiba muncul seperti hantu dari masa lalu—semua seolah membentuk jaring rahasia yang siap membelit kami berdua.Mahendra duduk di tepi ranjang, wajahnya tegang. Aku duduk di sampingnya, menyandarkan kepala di bahunya. “Aku nggak ngerti… kenapa semua ini tiba-tiba muncul? Siapa wanita yang menelepon tadi? Kenapa dia tahu soal kita?”Mahendra mengusap rambutku lembut. “Aku juga bingung, Sayang. Tapi satu hal yang pasti, aku nggak akan pernah ninggalin kamu. Rahasia apapun yang bakal kita temuin nanti, aku bakal hadapi bareng kamu.”Aku mengangguk, mencoba menenangkan diri. Di tengah semua ketakutan itu, setidaknya aku punya Mahendra. Sosok yang dulu aku pikir cuma mimpi, tapi sekarang nyata di sisiku.Tiba-tiba, Mahendra menarik tanganku, menggiringku berdiri di depan cermin besar di kamar. Dia berdiri di belakangku, memeluk pinggangku erat, dagunya b

    Huling Na-update : 2025-03-02
  • Cinta Tuan Muda   Jejak Berdarah

    Aku membuka mataku perlahan. Kepalaku pusing, tubuhku terasa pegal, dan tanganku terikat di kursi kayu yang sudah lapuk. Aku berusaha mengingat apa yang terjadi terakhir kali sebelum semuanya gelap. Ada suara bentakan, lalu Mahendra berteriak memanggil namaku, dan setelah itu… aku di sini.Ruangan ini gelap dan lembab. Aroma tanah basah bercampur asap rokok menusuk hidungku. Di sudut ruangan, ada seorang pria bertubuh kekar dengan wajah penuh luka bekas sayatan. Dia menatapku tajam, seolah aku ini mangsa yang sudah lama dia incar.“Bangun sudah, Neng?” Suaranya berat dan serak.“Siapa kalian? Mau apa kalian?” Suaraku gemetar, tapi aku berusaha tegar.Pria itu tersenyum miring. “Nggak usah banyak tanya. Yang jelas, ini bukan urusan pribadi. Ini balas dendam lama.”“Balas dendam apa?” Aku semakin bingung. “Aku nggak pernah punya musuh!”Pria itu mendekat, mengangkat daguku paksa. “Kamu nggak salah apa-apa, Neng. Tapi dosa orang tua itu kadang ditanggung anak-anaknya.”Aku semakin ngeri.

    Huling Na-update : 2025-03-03
  • Cinta Tuan Muda   Luka Lama yang Terungkap

    Aku duduk di sofa ruang tamu, masih menggenggam tangan Mahendra. Setelah kejadian tadi malam, kami memutuskan pulang ke rumah Mahendra, karena aku terlalu takut pulang sendiri. Mahendra terus menggenggam tanganku, seolah takut aku menghilang jika dia lengah sedetik saja.“Mas, aku masih nggak ngerti… kenapa semua ini harus kejadian sama kita?” tanyaku lirih.Mahendra menghela napas panjang. Matanya menerawang jauh, seolah mencoba menghubungkan semua kepingan puzzle masa lalu yang baru saja terbuka. “Aku juga nggak nyangka, Laila. Aku pikir masa lalu orang tua kita udah terkubur, tapi ternyata dendam mereka hidup sampai sekarang.”Suasana hening sesaat. Hanya suara jam dinding yang terdengar, berdetak pelan tapi menambah rasa mencekam. Aku menyandarkan kepalaku di bahu Mahendra, mencoba mencari sedikit ketenangan di tengah kekacauan yang baru saja terjadi.Tiba-tiba, ponsel Mahendra bergetar. Sebuah pesan masuk dari nomor tak dikenal."Mau tau kenapa semua ini terjadi? Temui aku di mak

    Huling Na-update : 2025-03-04
  • Cinta Tuan Muda   Pelarian Cinta dan Bayang-Bayang Gelap

    Pagi datang lebih cepat dari dugaanku. Aku terbangun dalam pelukan Mahendra, di sebuah gubuk kecil dekat kebun milik salah satu kenalan Mahendra di pinggiran desa. Semalam, setelah berhasil kabur dari kejaran Sarman, kami memutuskan untuk menginap di sini, mencari tempat yang aman sementara.“Mas…” Aku membisik pelan, mengelus pipinya yang penuh goresan kecil akibat berlari menembus semak-semak semalam.Mahendra membuka mata perlahan, senyumnya tipis tapi hangat. “Selamat pagi, calon istriku.”Jantungku berdegup kencang. Kata ‘calon istri’ itu membuat wajahku langsung merona.Baru saja aku ingin menjawab, tiba-tiba pintu gubuk diketuk keras. Kami berdua langsung terlonjak kaget. Mahendra buru-buru bangkit, melindungi tubuhku yang masih meringkuk di sudut.“Siapa?!” teriak Mahendra.Tak ada jawaban. Suasana hening, hanya terdengar suara angin dan gesekan daun bambu. Perlahan Mahendra membuka pintu, tapi tak ada siapapun di luar.Aku menghela napas lega, mengira itu hanya angin. Tapi be

    Huling Na-update : 2025-03-05
  • Cinta Tuan Muda   Jejak di Hutan dan Ciuman di Bawah Bulan

    Aku berlari sekuat tenaga, menyusuri jalan setapak yang penuh ranting dan batu tajam. Kakiku berkali-kali terpeleset, lututku lecet, tapi aku tak peduli. Nafasku berat, dada terasa sesak, tapi suara teriakan Sarman yang membahana di belakangku membuatku tak punya pilihan selain terus berlari.Di tengah kegelapan hutan, hanya cahaya bulan yang menjadi penerang. Udara malam terasa dingin menusuk, membuat bajuku yang basah kuyup semakin menggigilkan tubuhku.“Mahendra…” nama itu terus terucap lirih dari bibirku. Aku tak tahu bagaimana nasibnya sekarang. Apakah dia berhasil melawan Sarman? Atau malah—aku menggeleng cepat, menepis pikiran buruk itu.Tiba-tiba, langkahku terhenti. Di depan, berdiri sosok yang membuat jantungku nyaris copot. Aku langsung mundur selangkah, bersiap lari lagi, tapi suara lembutnya menahanku.“Laila… ini aku.”Mahendra.Aku langsung menubruknya, memeluknya erat seolah tak mau melepaskan lagi. “Mas! Kamu nggak apa-apa? Aku kira kamu—”Mahendra menempelkan telunju

    Huling Na-update : 2025-03-06

Pinakabagong kabanata

  • Cinta Tuan Muda   Perang yang Sesungguhnya

    Aku masih bisa merasakan adrenalin mengalir deras di tubuhku. Mobil melaju kencang di jalanan gelap, meninggalkan gudang yang kini sudah pasti dikepung musuh."Mereka siapa sebenarnya?" aku bertanya dengan napas tersengal. "Dan kenapa mereka bisa menemukan kita?"Adrian menatap ke kaca spion dengan rahang mengeras. "Itu yang harus kita cari tahu."Reynand, yang duduk di kursi belakang dengan luka di lengannya, merintih pelan. Sierra merobek bagian bawah bajunya dan menekannya ke luka Reynand untuk menghentikan pendarahan."Kita butuh tempat untuk berlindung," kata Sierra dengan nada tegas. "Nggak mungkin kita terus melarikan diri tanpa rencana."Reynand mengangguk. "Aku tahu tempatnya."Adrian meliriknya sekilas melalui kaca spion. "Dimana?""Ada rumah aman di luar kota. Butuh waktu satu jam untuk sampai ke sana, tapi tempat itu benar-benar aman. Paling tidak untuk sementara."Aku bisa merasakan kelegaan kecil di dalam hatiku. Setidaknya kami punya tujuan.Mobil terus melaju di jalana

  • Cinta Tuan Muda   Tempat Persembunyian dan Bahaya yang Mengintai

    Mobil kami akhirnya melambat setelah menempuh perjalanan selama hampir satu jam. Udara malam mulai menusuk, dan aku bisa merasakan ketegangan di dalam mobil yang masih belum hilang. Reynand duduk diam di kursinya, matanya tajam menatap jalanan, sementara Sierra terlihat sibuk memeriksa pistolnya, memastikan setiap peluru siap digunakan.Aku menoleh ke Adrian. “Kita mau ke mana?” tanyaku, suaraku masih sedikit bergetar setelah kejaran brutal tadi.Adrian menatap ke kaca spion sebentar sebelum menjawab, “Reynand bilang dia tahu tempat aman. Aku percaya padanya.”Aku mengerutkan dahi, lalu menatap Reynand. “Kita bakal ke mana?”Reynand akhirnya menoleh padaku. “Sebuah tempat persembunyian. Hanya orang-orang tertentu yang tahu lokasinya.”Aku masih curiga, tapi mengangguk. Aku tahu, untuk saat ini, kami tidak punya pilihan lain.Beberapa menit kemudian, mobil berhenti di depan sebuah gudang tua di pinggiran kota. Bangunannya tampak terbengkalai, dengan dinding beton yang mulai retak dan p

  • Cinta Tuan Muda   Kejaran Mematikan

    Mobil melesat di jalanan kota yang mulai lengang. Lampu-lampu jalan berkelebat melewati kaca jendela yang sebagian retak akibat tembakan. Aku masih berusaha mengatur napas, sementara tangan Reynand tetap menggenggam pergelangan tanganku erat, seolah takut aku akan menghilang begitu saja.“Tahan setirnya sebentar!” teriak Reynand pada Adrian, lalu dengan sigap ia membuka jendela dan mengarahkan pistolnya ke belakang.DOR! DOR! DOR!Aku melihat salah satu mobil yang mengejar kami kehilangan kendali dan menabrak trotoar, tapi dua mobil lainnya masih memburu tanpa ampun.“Brengsek, mereka tidak mau menyerah!” geram Adrian sambil membanting setir ke kanan, memasuki jalan kecil yang nyaris kosong.Sierra mengetuk layar ponselnya dengan cepat. “Aku akan mencoba mematikan lampu lalu lintas di jalur utama, bikin kekacauan, mungkin mereka kehilangan jejak kita.”Aku menggigit bibirku, merasa sedikit lega karena Sierra selalu punya cara untuk membuat segalanya lebih kacau bagi musuh.Tapi harapa

  • Cinta Tuan Muda   Kebenaran yang Tidak Bisa Dihindari

    Aku tidak bisa tidur malam itu. Pikiranku berputar-putar memikirkan semua yang baru saja terungkap. Om Martin… orang yang selama ini kuanggap sebagai pelindung ternyata menyembunyikan sesuatu dariku.Aku duduk di balkon kamar hotel tempat kami menginap. Kota di bawah sana masih hidup dengan cahaya lampu dan suara kendaraan yang tak pernah berhenti. Tapi bagiku, semuanya terasa hening.“Aku tahu kau tidak akan bisa tidur.”Aku menoleh. Reynand berdiri di ambang pintu, bersandar dengan tangan dimasukkan ke saku celana. Cahaya dari kamar menerangi wajahnya yang penuh perhatian.Aku memaksakan senyum. “Bagaimana aku bisa tidur setelah semua ini?”Dia berjalan mendekat, lalu duduk di sebelahku. Angin malam menyentuh wajahku, tapi kehadirannya membuatku merasa sedikit lebih hangat.“Kau masih ragu?” tanyanya pelan.Aku menghela napas panjang. “Aku tidak tahu. Aku hanya ingin semua ini tidak nyata. Aku ingin percaya kalau Om Martin benar-benar menyayangiku… bukan karena ada sesuatu yang dise

  • Cinta Tuan Muda   Kebenaran yang Tersembunyi

    Aku masih berdiri terpaku, memandangi Sierra dengan mata membelalak.“Saudara kembar?” suaraku nyaris berbisik.Sierra mengangguk pelan, ekspresinya tenang, seolah dia sudah siap menghadapi reaksiku. “Ya, Laura. Aku adalah saudaramu. Dan sudah waktunya kau mengetahui semuanya.”Aku berusaha memproses kata-katanya, tapi rasanya seperti otakku menolak untuk menerimanya. Ini tidak masuk akal. Jika aku punya saudara kembar, mengapa aku tidak pernah tahu?Reynand tampak tidak percaya. “Aku tidak pernah mendengar hal seperti ini sebelumnya. Dan aku sudah menyelidiki latar belakang Laura cukup lama.”Sierra tersenyum kecil. “Karena ini adalah rahasia yang dijaga ketat oleh orang-orang yang ingin mengendalikan hidupnya.”Aku menggelengkan kepala, mencoba mencari kepastian. “Bagaimana… bagaimana aku bisa mempercayaimu?”Dia merogoh sakunya dan mengeluarkan sesuatu lagi—sebuah foto lama yang sudah agak pudar. Dia menyerahkannya padaku dengan pelan.Tanganku gemetar saat aku menerimanya.Itu ada

  • Cinta Tuan Muda   Bayangan di Balik Kegelapan

    Pertarungan masih berlangsung sengit. Ruangan penuh dengan suara tembakan, dentingan besi bertemu, dan jeritan kesakitan. Aku menekan kain ke luka Selena, mencoba menghentikan pendarahannya.“Apa kau bisa bertahan?” tanyaku.Dia mengangguk lemah. “Aku tidak mau mati di sini…”Aku menoleh, mencari Reynand dan yang lainnya. Liam dan Tristan bertarung berdampingan, masing-masing melumpuhkan lawan dengan cepat dan efisien. Reynand berada di sudut ruangan, menahan seseorang dengan tangan kosong, wajahnya penuh amarah.Tiba-tiba, sesuatu bergerak di pinggir penglihatanku.Seseorang sedang berusaha kabur.Dan aku mengenali siluet itu.Adrian.Darahku mendidih. Setelah semua yang terjadi, dia masih berusaha melarikan diri? Tidak akan!Aku berlari, menerobos medan pertempuran, mengabaikan teriakan Reynand di belakangku. “Jangan gegabah, Laura!”Tapi aku tidak bisa berhenti sekarang.Aku mengikuti Adrian ke lorong gelap, napasku memburu. Aku bisa mendengar langkah kakinya di depan, cepat dan te

  • Cinta Tuan Muda   Pengkhianatan di Antara Kita

    Malam semakin larut, tapi ketegangan di dalam rumah ini terasa begitu pekat. Kami semua bersiap menghadapi serangan yang akan datang, tapi ada sesuatu yang terasa… aneh.Aku berdiri di dekat Reynand, sementara ayah, Tristan, dan Selena sibuk berdiskusi tentang strategi. Aku bisa melihat wajah-wajah mereka yang serius, penuh kewaspadaan. Tapi di antara semua itu, ada sesuatu yang mengganggu pikiranku.“Laura, kau baik-baik saja?” Reynand berbisik di sampingku.Aku menoleh dan mengangguk. “Aku hanya merasa ada sesuatu yang janggal.”Reynand menatapku dalam, lalu menoleh ke arah ayah dan yang lainnya. Sepertinya dia juga merasakan hal yang sama.Tiba-tiba, suara ketukan pelan terdengar dari pintu belakang. Semua orang langsung menegang.“Siapa itu?” bisik Selena.Tristan memberi isyarat agar kami tetap diam. Dengan gerakan hati-hati, dia berjalan menuju pintu belakang, mengintip melalui celah kecil di jendela.Lalu, sebelum kami bisa bereaksi…BRAK!Pintu itu didobrak dari luar, dan dala

  • Cinta Tuan Muda   Rahasia yang Terungkap

    Aku masih terpaku, jantungku berdetak kencang saat menatap pria yang berdiri di hadapanku. Ayah. Aku tak pernah menyangka akan melihatnya lagi, apalagi dalam situasi seperti ini.Reynand masih menggenggam tanganku erat, seolah takut aku akan runtuh sewaktu-waktu. Aku bisa merasakan ketegangannya, begitu juga dengan Tristan, Arya, dan Selena yang menatap ayahku dengan waspada.“Apa maksudmu aku dalam bahaya?” suaraku nyaris bergetar.Ayah menghela napas panjang, lalu menatap sekeliling. “Ini bukan tempat yang aman untuk membicarakannya. Kita harus pergi.”Aku ragu. Bertahun-tahun aku hidup tanpa kehadiran ayah, dan sekarang dia datang begitu saja, menyuruhku mengikutinya?Selena tampak tidak percaya. “Tunggu dulu, bagaimana kami bisa yakin bahwa kau bisa dipercaya?”Ayah menatapnya tajam. “Aku adalah satu-satunya alasan kalian masih hidup sekarang.”Selena membuka mulut, tapi tidak ada yang keluar. Dia jelas tidak menyukai sikap ayahku, tapi dia juga tidak bisa menyangkal bahwa polisi

  • Cinta Tuan Muda   Bayangan yang Kembali

    Aku masih memeluk Reynand erat, merasakan kehangatan tubuhnya yang meski lemah, tetap memberi ketenangan. Tapi aku sadar, ini belum selesai.Selena menendang pistol Adrian menjauh, memastikan dia tidak bisa bergerak lagi. Tristan dan Arya juga berjaga-jaga, tapi ekspresi mereka masih penuh kewaspadaan.“Apa kita harus menunggu polisi?” Arya berbisik.Selena menggeleng. “Tidak. Kita harus pergi sekarang.”Aku menatapnya dengan bingung. “Kenapa? Bukankah lebih baik jika Adrian ditangkap?”Selena menghela napas. “Kalau kita menunggu polisi, kita bisa terjebak dalam permainan ini lebih lama. Adrian punya banyak orang di luar sana, dan aku tidak yakin mereka tidak akan mencoba menyelamatkannya sebelum polisi datang.”Aku menggigit bibir. Itu masuk akal.Reynand menatapku dengan mata setengah terbuka. “Kita harus pergi, Laura.”Aku tidak ingin meninggalkannya di sini. Tapi aku juga tahu, kami harus bertahan.Akhirnya, aku mengangguk. “Baiklah. Kita keluar dari sini.”Tristan dan Arya memban

Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status