All Chapters of Ibu Susu Bayi Kembar Pengacara Dingin: Chapter 21 - Chapter 30

88 Chapters

Bab 21 : Pertemuan Yang Menyakitkan

Yasmin menghirup napas dalam, mencoba mengumpulkan keberanian untuk berbicara. Namun, sebelum kata-kata keluar dari bibirnya, Cindy sudah lebih dulu membuka suara. "Aku hanya ingin lebih dekat dengan Boy dan Cleo," kata wanita itu dengan nada lembut, tetapi matanya berkilat dengan sesuatu yang berbeda. Tangan Yasmin terkepal di atas pahanya. Benarkah itu yang diinginkan Cindy? Atau cara lain merebut Boy dan Cleo darinya? Tepat saat itu, Barra mengerutkan alis. Pria itu melepas satu earphone yang menempel di telinganya, lalu mengetuk layar ponsel dan berkata, "Nanti kutelepon lagi." Yasmin menoleh ke arahnya, dengan mata melebar. Barra sedang menelepon? Jadi dia tidak mendengar percakapan mereka? Termasuk tidak tahu apa yang baru saja dikatakan Cindy? Seketika ada rasa kecewa yang tiba-tiba menyelinap ke dalam dadanya. Yasmin butuh konfirmasi. Dia ingin Barra mengerti bahwa kehadiran Cindy bukan sesuatu yang bisa diremehkan. Namun, melihat ekspresi datar Barra, Yasmin tahu bahwa ha
last updateLast Updated : 2025-03-17
Read more

Bab 22 : Di Dalam Ruangan Itu

Yasmin membelalak mendengar ucapan Sarah. Tangannya mengepal dan napasnya memburu di balik punggung Barra, bahkan air mata sudah menggenang di pipi. Hati wanita itu bergetar, bukan karena rindu, melainkan ketakutan. Bertemu mantan ibu mertua lagi seperti membuka luka lama yang belum sembuh.‘Tuhan … tolong aku,’ pintanya dalam hati.Tanpa sadar, Yasmin makin merapatkan tubuhnya ke Barra, hanya menyisakan jarak tipis di antara mereka. Dia bisa merasakan kehangatan tubuh pria itu, bahkan mendengar helaan napas beratnya yang terdengar menyeramkan di telinga."Kami permisi, Bu Sarah," ucap Barra dengan nada tegas.Sayangnya, Sarah tidak tinggal diam. "Dia mirip dengan—"Akan tetapi, sebelum Sarah menyelesaikan ucapannya, Barra menyela, "Silakan cari pengacara lain untuk kasus Bram."Setelah itu, Barra melangkah pergi, sambil menarik pergelangan tangan Yasmin begitu saja.Yasmin tersentak, tetapi tidak melawan. Dia berjalan di belakang pria itu dengan kepala tertunduk, berusaha menormalkan
last updateLast Updated : 2025-03-17
Read more

Bab 23 : Makan Bersama Pengacara Dingin

"Aduh … kenapa anak ganteng Bunda nang—”Langkah Yasmin terhenti di ambang pintu. Matanya langsung tertuju pada sosok Boy yang berada dalam dekapan Cindy, sementara seorang babysitter berdiri di samping mereka.Air masih menetes dari ujung rambut Yasmin yang belum sempat dikeringkan, menunjukkan betapa terburu-burunya dia berlari ke kamar bayi setelah mendengar tangisan itu.“Pergi sana! Boy enggak butuh kamu!” sergah Cindy, tangannya melambai-lambai, laykanya mengusir pengemis yang mengganggu pemandangan.Semenjak percakapannya kemarin bersama Barra, dia menjadi lebih sering berada di sekitar bayi kembar.Yasmin tidak beranjak, tetapi bukan itu yang membuatnya terpaku. Mata Boy, bulat dan bening, kini tertuju padanya. Tatapan polosnya tampak mencari seseorang. Yasmin menelan ludah, hatinya mencelos melihat tangan mungil itu bergerak-gerak seolah ingin meraih dirinya.“Ish, malah diam lagi. Cepat pergi, Yasmin! Bantuin Mbok Inah masak sana!” Cindy mengibaskan tangan lebih keras, suaran
last updateLast Updated : 2025-03-18
Read more

Bab 24 : Sang Pangeran Tidak Peduli

Yasmin membelalak ketika seseorang menarik rambutnya dengan kasar. Rasa nyeri menjalar ke kulit kepalanya, seakan-akan helaian rambut itu tercabut paksa dari akar.Dia tersentak, meronta, dan berusaha melepaskan diri, tetapi cengkeraman itu terlalu kuat.“Apa maksud Bu Airin?” tanyanya lirih, suaranya bergetar menahan sakit.Airin makin kuat menarik rambut Yasmin, dan tatapannya penuh kebencian. “Jangan pura-pura polos! Aku tahu niat busukmu!” bentaknya tajam.“Tolong lepaskan saya, Bu. Saya minta maaf kalau saya salah,” Yasmin merintih, sungguh dia tidak paham mengapa wanita itu menyerangnya.Belum sempat dia menarik napas lega, tangan Cindy mencengkeram lengannya dengan erat, rasanya sangat meremukkan. Cindy juga menatapnya bengis.“Dia enggak suka lihat aku dekat Boy dan Cleo. Dia mau rebut Kak Barra dari aku, Mam.”Yasmin menggeleng lemah. “Bu Cindy salah paham, saya tidak pernah—”Airin tidak peduli. Seketika sentakan kuat membuat kepala Yasmin makin nyeri. Lalu, mereka menyeretn
last updateLast Updated : 2025-03-19
Read more

Bab 25 : Terluka

Yasmin menahan napas, langkahnya diperlambat sehalus mungkin saat bersembunyi di balik pilar. Dadanya naik turun dan jantungnya berdetak kencang. Beruntung tubuhnya kurus, sehingga Airin dan Cindy tidak menyadari keberadaannya.“Kurang ajar si Sarah! Dia benar-benar cari masalah sama kita,” geram Airin, jemarinya mencengkeram ponsel seolah ingin meremukkannya.Cindy melangkah gelisah, suara hak sepatunya beradu dengan lantai marmer. “Terus kita dapat uang dari mana lagi, Mam? Warisan Papi aja belum cair,” keluh wanita itu, nadanya setengah panik.Yasmin mengernyit. Warisan? Apa hubungan mereka dengan kematian Berliana? Dadanya terasa sesak. Bisa jadi mereka memang punya keterlibatan dalam kematian ibu si kembar.Tangan Yasmin refleks menutup mulutnya. Jika kecurigaannya benar, maka nyawanya dalam bahaya. Apalagi … Cleo dan Boy! Tidak! Dia tidak akan membiarkan sesuatu terjadi pada bayi kembar itu.Tangisan Cleo dan Boy yang makin kencang membuyarkan pikirannya. Dia bersiap melangkah, t
last updateLast Updated : 2025-03-19
Read more

Bab 26 : Di Dalam Kamar Sang Pengacara Dingin

“Keluar!” perintah Barra, suaranya berat dan tak terbantahkan. Jemari pria itu saling mencengkeram, menahan rasa sakit yang jelas tergambar dari wajahnya yang garang. Kemeja putihnya terbuka setengah, kain itu ternoda merah—darah yang cukup banyak meresap di sana. Yasmin berdiri di ambang pintu, tubuhnya menegang saat tatapan dingin Barra menghunjamnya. Napas wanita itu memburu. Dia ingin menurut, ingin segera pergi, tetapi langkahnya masih tertahan di sana. Pandangan sepasang manik hitamnya melayang pada luka yang diderita pria itu, lalu akhirnya menunduk, ragu-ragu. “Dokter tidak bisa dihubungi, Pak. Mbak Yasmin pernah belajar mengobati luka, jadi—” “Mbok, apa harus kuulangi ucapanku?” sela Barra tajam. Tatapan elangnya begitu menyala, penuh ketidaksabaran. Dia hendak berdiri, tetapi nyeri di lengan membuatnya meringis dan kembali duduk, tangannya refleks mencengkeram area yang terluka. Saat itu juga, Yasmin maju satu langkah, lalu mengangkat pandangan dan menatap langsung ke m
last updateLast Updated : 2025-03-20
Read more

Bab 27 : Terperangkap

 “A—apa, Pak?” Suara Yasmin tercekat.Matanya membelalak, tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. Jari-jarinya mencengkeram erat kotak obat di tangannya, siap melayangkan pukulan jika perlu. Namun, sebelum dia bertindak, Barra kembali berbicara dengan nada santai tetapi tegas.“Bajumu jelek! Buka dan ganti.”Jantung Yasmin seakan berhenti berdetak. Rasa terkejut bercampur dengan kemarahan yang sempat menggelegak di dada lenyap begitu saja. Napas wanita itu tersengal saat perlahan dia menunduk, menatap kaos dan rok plisket cokelat lusuh melekat di tubuhnya. Jemarinya mencengkeram ujung baju.Benar. Pakaiannya memang sudah usang. Bahkan saat masih menjadi istri Bram, dia tidak pernah diberi kehidupan layak. Kini, di hadapan Barra yang selalu tampak rapi dan berkelas, Yasmin tampak seperti pengemis.Dadanya terasa sesak. Hinaan itu menelusup jauh ke dalam hatinya, perih dan menyakitkan. Meskipun, tenggor
last updateLast Updated : 2025-03-20
Read more

Bab 28 : Tolong … Pak

“Biar tahu rasa itu si Yasmin,” desis Airin, matanya berkilat penuh kemenangan. Bibirnya menyeringai puas saat membayangkan wanita itu meringkuk ketakutan dalam kegelapan. Dengan santai, Airin memarkir mobilnya di garasi dengan kepuasan yang belum juga surut. “Mam, dari mana? Kenapa pergi mendadak?” Cindy langsung menghampiri, matanya berbinar penuh rasa ingin tahu. Namun, ada sedikit kegelisahan dalam intonasinya, seakan merasakan sesuatu yang jauh berbeda dari sang ibu. Airin menatap putrinya sejenak, lalu membelai pipinya dengan lembut dan mengecupnya. Cindy yang masih sangat muda ini harus segera mendapatkan tempatnya di sisi Barra. “Mami dari rumah, ambil baju. Kita bakal nginap lama di sini,” ucap Airin dengan senyum mengembang, berbanding terbalik dengan kekejaman yang baru saja dilakukan. Cindy mengangguk penuh antusias. Wajah cantiknya itu berbinar senang karena mendapat dukungan penuh dari sang ibu. Namun, seketika ekspresinya berubah, mengingat sesuatu yang lebih penting
last updateLast Updated : 2025-03-21
Read more

Bab 29 : Mungkinkah Percaya Padaku?

Yasmin menoleh dan menatap Barra lekat-lekat, lantas bibirnya bergerak hendak mengatakan sesuatu. Bahkan genggaman tangannya tanpa sadar makin kuat mencengkeram lengan pria itu.“Orang itu—”Sial, ucapannya terputus ketika ponsel Barra berdering. Pria itu seketika mengempaskan tangan Yasmin tanpa ragu, seolah genggaman itu tidak berarti apa-apa baginya.Tanpa menoleh sedikit pun, Barra beranjak dari tempatnya dan melangkah ke luar kamar untuk menerima panggilan.Yasmin menatap nanar punggung Barra yang makin menjauh. Dingin. Acuh. Dadanya terasa sesak, nyeri menusuk hingga ke tulang. Kenapa rasanya seperti ini? Dan perasaan ditinggalkan ini begitu familiar baginya.Helaan napas berat lolos dari bibirnya. Tiba-tiba, rasa tidak nyaman menjalari raganya. Sudah berjam-jam dia tidak memompa ASI, dan kini tubuh mulai memberikan sinyal yang tidak bisa diabaikan. Namun, tiba-tiba, pintu kembali terbuka.“Pak Bar—”Ucapan Yasmin menggantung. Tatapannya seketika melemah. Ada kekecewaan yang suli
last updateLast Updated : 2025-03-21
Read more

Bab 30 : Di Bawah Intimidasi Pengacara Dingin

Yasmin menegang, tubuhnya kaku saat suara langkah kaki mendekati kamarnya. Jantungnya berdebar cepat dan telinganya menajam menangkap siapa orang yang ada di luar kamar bayi. Napasnya tertahan ketika berpikir, apakah itu Airin? Atau Cindy?“Apa yang harus kulakukan?” gumamnya, mencoba berpikir jernih, tetapi sulit.Pintu bergerak pelan. Seketika hawa dingin menyelinap ke dalam ruangan, membuat tengkuk Yasmin meremang. Namun, detik berikutnya, aroma parfum maskulin yang familiar menguar di udara. Jantung wanita itu yang tadi melompat kini berusaha kembali ke ritme normalnya.“Pak Barra,” ucapnya pelan.Pria itu berdiri di ambang pintu, tubuhnya yang menjulang tinggi dengan sorot mata sulit diartikan.Yasmin menelan ludah. Dia tidak tahu kenapa Barra terus menatapnya, tetapi Yasmin merasakan ada seuatu dalam sorot mata pria itu yang membuatnya penasaran.“Kenapa belum tidur?” Suara berat Barra memecah kesuny
last updateLast Updated : 2025-03-22
Read more
PREV
123456
...
9
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status