Semua Bab Ibu Susu Bayi Kembar Pengacara Dingin: Bab 81 - Bab 90

90 Bab

Bab 79 : Membawa Yasmin

Barra pulang dalam keadaan mabuk, beruntunglah dia sampai dengan selamat di rumah. Diantar oleh Dariel dan Stefan. Namun, pria itu mendapat kesialan di rumah. Kezia yang membukakan pintu untuknya, dan menggantikan putra sulungnya itu pakaiannya. "Mami ini sudah tua, Barra! Kamu bikin capek saja! Papi kamu sakit, kamu mabuk-mabukan lagi," keluh Kezia dengan suara tertahan, khawatir seisi rumah mendengarnya. "Yasmin di mana, Mi? Aku mau—" "Mau apa kamu, hah?" geram Kezia, "jangan keluar kamar! Yasmin bisa takut lihat kamu mabuk begini, Barra!" omel wanita paruh baya itu. Pada akhirnya Kezia menemani Barra di kamar hingga pagi, wanita itu memastikan putra sulungnya tidak melakukan perbuatan di luar nalar. Bahkan ketika pagi hari, Kezia memberikan Barra pereda pengar akibat alkohol semalam. "Jangan sampai Papi tahu kamu mabuk lagi!" ancam Kezia sebelum keluar kamar. Namun, Barra hanya mengacungkan ibu jari saja, lalu menelan obatnya. Setelah pening di kepala menghilang, Barra menggu
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-04-13
Baca selengkapnya

Bab 80 : Gelisah

"Dua wanita yang berarti dalam hidupku ... tapi mereka pergi." Suara Barra datar dan pelan. Pandangan pria itu kosong, terpaku pada dedaunan pohon yang bergoyang pelan diterpa angin. Suasana kuburan yang sudah hening makin terasa senyap. Angin berembus pelan, membawa aroma tanah basah dan dedaunan tua. Bahkan Boy dan Cleo, yang biasanya berceloteh, kini terdiam seolah ikut meresapi kesunyian itu. Yasmin memandangi wajah tampan pria itu. Di sana, tidak terlihat kesedihan atau amarah. Hanya ada kekosongan—dan sesuatu yang sulit untuk dia jelaskan. Yasmin tidak bertanya lagi, dia mengingat ucapan Kezia tentang Jeslyn–Barra akan marah jika mengungkitnya. Dia memilih diam, menghormati luka yang membelenggu pria itu. "Ayo," ajak Barra seraya mengulurkan tangan. Yasmin melangkah, belum sempat menyambut, pria itu lebih dulu menggenggam tangannya, menarik dengan lembut. Jelas, ini tidak seperti Barra yang dingin. Alih-alih langsung pulang ke rumah, justru Barra membawa Yasmin ke kantornya
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-04-15
Baca selengkapnya

Bab 81 : Itik Buruk Rupa Tidak Pernah Jadi Angsa

“Halo, Bram … ini waktu yang tepat. Yasmin ada di luar rumah. Aku kirim lokasinya,” ucap Cindy pelan melalui sambungan telepon, pandangannya tajam menatap layar ponsel.Beberapa jam lalu wanita itu duduk di balik kemudi mobilnya yang terparkir tak jauh dari rumah Barra. Hampir setiap hari, Cindy hanya mengintai Yasmin—menunggu waktu wanita itu lengah.Hari ini, seperti momentum yang sudah lama ditunggunya.“Oke. Aku pastikan sendiri dia mendapat hukumannya,” desis Bram dengan rahang mengeras, tangannya meremukkan kertas kontrak kerja sama yang dibatalkan.Tidak butuh waktu lama, Bram melajukan mobilnya menuju lokasi yang Cindy kirim. Bahkan, sejak di pemakaman, dia sudah membuntuti Yasmin dan Barra dalam diam. Tatapan pria itu menyala dengan amarah, seolah api dendam siap melahap segalanya.“Itik buruk rupa tidak akan pernah berubah jadi angsa,” geram Bram sambil menyeringai tajam saat tatapannya bertemu Yasmin di depan restoran. Sesaat kemudian, dia berbalik arah, menyusup ke gang k
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-04-15
Baca selengkapnya

Bab 82 : Semua Ini Salahku

“Mami?” panggil Yasmin lagi. Suaranya gemetar, seperti anak kecil yang siap menerima hukuman.Hati wanita itu mencelos. Bukankah Barra terluka karena menyelamatkannya?“Yasmin … minta maaf, Mi,” lirihnya, tertunduk dalam-dalam.Kalau pun Kezia memaki, mengusir, atau membencinya, Yasmin akan terima. Dia sudah siap dan harus ikhlas.Tubuh Kezia bergetar. Dari pantulan bayangan di lantai rumah sakit, Yasmin bisa melihat tangan wanita paruh baya itu mengepal rapat. Isak tangisnya lirih dan memilukan di telinga.Boy dan Cleo kembali rewel dalam dekapannya, seakan ikut menyerap kesedihan sang ibu susu yang meluap.Tiba-tiba, tangan Kezia terangkat dan ….“Syukurlah kamu selamat, Yasmin. Mami ke sini mau antar kamu pulang,” bisik Kezia di tengah tangis.Wanita paruh baya itu merengkuh tubuh Yasmin ke dalam pelukan hangat. Kezia menumpahkan air matanya di pundak Yasmin.Yasmin me
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-04-15
Baca selengkapnya

Bab 83 : Jangan Beri Kesempatan Kedua

“Bram … keluar! Ada yang cari kamu.” Suara nyaring seorang wanita itu diiringi ketukan pada pintu makin intens, membuat Bram yang sempat mendengar suara sirine langsung terlonjak kaget. Detak jantungnya bagai memberontak.“Cepat, Bram!” teriak Sarah lagi.Dengan tangan gemetar, Bram membuka pintu dan melihat ibunya berdiri dengan wajah panik. Sarah tampak pucat pasi, keringat dingin membasahi pelipisnya.Melihat itu, tangan Bram mengepal, dan dia merasakan hawa dingin menyelimuti tubuhnya.Sarah langsung meraih wajah putranya dengan tatapan penuh iba. Namun, Bram menepisnya dengan kasar, sorot matanya menajam.“Jangan seperti itu, Bu. Aku ini udah besar!” sergah pria itu.Seketika dari lantai dua, dia mendengar suara berat seorang pria dari arah bawah. Bram menoleh dengan cepat, dan tubuhnya menegang. Suara itu bagai menggetarkan dadanya yang sudah rapuh.“Kamu kenapa, Nak? Cerita sama Ibu, Ibu pasti bisa bantu. Kamu berantem sama Tamara ‘kan?”“Sebaiknya Ibu usir tamu di bawah!” Pria
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-04-16
Baca selengkapnya

Bab 84 : Aku Mau Ketemu Kamu, Mas!

Ponsel Bahtiar berdering nyaring, memutus percakapan seriusnya dengan Samantha. Alis asisten Barra itu langsung mengerut dalam, dan napasnya berembus panjang seperti menahan sesuatu yang tidak menyenangkan.“Ada apa? Siapa yang telepon? Polisi?” tanya Samantha dengan nada tidak sabar. Jelas sekali dia ingin segera tahu siapa pelaku dari kasus pembunuhan berencana ini.Bahtiar mengangkat ponsel, lalu memperlihatkan layar yang menampilkan nama Cindy.“Angkat,” titah Samantha begitu lugas dan tajam.Bahtiar mengangguk pelan, lalu menggeser ikon hijau dengan gerakan tenang juga waspada. Suaranya terdengar datar saat menjawab panggilan itu.“Ya, Mbak Cindy, ada apa?”“Bagaimana kabar Kak Barra? Dia sudah bangun ‘kan? Nanti siang aku ke rumah sakit bareng Mami, tapi … apa kami boleh mampir ke rumah?”Samantha memberi isyarat dengan gerakan kepala sambil mengetik cepat di ponselnya, lalu menunjukkan teks itu pada Bahtiar. Mereka saling memahami dalam diam, sorot mata keduanya bicara tanpa su
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-04-16
Baca selengkapnya

Bab 85 : Yasmin Bersama Bagas?

Yasmin mengangguk pelan. Dida hendak menunjukkan cincin itu lewat media sosial Bram, tetapi akun pria itu mendadak hilang. Setelah dia cari melalui akun-akun gosip, ternyata Bram memutuskan untuk rehat dari dunia maya. Alis Yasmin mengerut dalam. Dia menggeleng tidak percaya. Sungguh sebuah kebetulan yang tak disangka. "Kamu yakin, Yasmin?" tanya Samantha sekali lagi. "Yakin, Dok ... Tapi Yasmin nggak punya fotonya," sahut ibu susu ini, menghela napas. "Oke, biar timnya Barra yang cari. Makasih infonya. Sekarang kamu rileks dan berdoa buat Barra, ya. Aku balik ke rumah sakit dulu," pamit Samantha, memeluk Yasmin dengan erat. Yasmin hanya bisa memandangi kepergian Samantha dengan kosong. Rumah ini benar-benar seperti penjara baginya. Dia bahkan tidak boleh keluar sekalipun hanya untuk menjenguk pria yang telah menyelamatkannya. Namun, dia tidak pernah putus mendoakan pria itu. Perlahan Yasmin melangkah ke kamar si kembar dan menemukan mereka asyik berceloteh sambil bermain. Rasa b
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-04-17
Baca selengkapnya

Bab 86 : Menggetarkan Hati

Tim dokter segera memeriksa kondisi Barra. Bahtiar dan Dariel berdiri dengan wajah tegang dari balik kaca ICU. Napas mereka terdengar berat, seolah menahan segala kemungkinan buruk yang bisa terjadi. Dariel menoleh pada Bahtiar dan memerintah. "Hubungi Tante Kezia! Sekarang!" Tanpa bertanya lebih lanjut, Bahtiar segera keluar dari ruang ICU. Membuat Airin dan Cindy langsung berdiri di ruang tunggu. Dua wanita itu saling berpandangan, menyadari ada yang tidak beres. Sementara itu, di sisi lain Kezia tengah menerima telepon dari asisten pribadi putranya. Suaranya tercekat saat mendengar nama ‘Barra; disebut. "Barra ... anakku," bisiknya, satu tangan menutup mulutnya, dan air mata mengalir tanpa izin. "Oke, Tante ke sana sekarang." Tidak disangka, Yasmin mendengar percakapan itu. Dia langsung menghampiri Kezia yang hendak keluar rumah. "Mi! Tunggu!" serunya sambil tertatih mengejar. Meskipun kakinya masih nyeri, dia memaksakan diri. "Yasmin boleh ikut, ya? Tolong, Mi ...," pintanya
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-04-17
Baca selengkapnya

Bab 87 : Aku Akan Lindungi Kamu

Saat ini debar jantung Yasmin menggila. Telapak tangannya berkeringat, dan napasnya terasa berat di dada. Dia bahkan menahan napas beberapa detik, mencoba meredakan kegugupan yang menyelimuti tubuhnya. Berada sedekat ini dengan Barra ... sungguh berbahaya. Bahkan aroma tubuh pria itu begitu kuat menyusup ke inderanya, membuat pikirannya kacau.Anehnya, Yasmin tidak bergerak menjauh. Dia seperti terpaku. Ada daya tarik terlalu kuat dari sosok Barra, seperti magnet yang menyeretnya tanpa ampun.Bibir mungil Yasmi yang bergetar akhirnya berucap, "Umm ... M—mas ....""Hmm?" Suara Barra terdengar lembut, berbeda dari biasanya. Tangan pria itu terangkat perlahan, hampir menyentuh pipinya.Sial, Yasmin justru menantikannya. Jantung wanita itu berdetak tak karuan, tetapi dia juga tidak mengalihkan pandangan. Wajah mereka makin dekat, hingga batas antara atasan dan bawahan seakan mengabur.Hingga ….Terdengar deheman kasar, disusul denting nyaring benda jatuh ke lantai. Yasmin tersentak, buru
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-04-18
Baca selengkapnya

Bab 88 : Disengaja atau Bukan?

Sosok itu masih berdiri di lorong rumah sakit yang makin lengang. Cahaya lampu menyinari lantai putih mengilap, kini hanya dilewati beberapa perawat yang berjalan tergesa. Sesekali terdengar derit roda troli.Orang itu tampak tenang. Diam, menyatu dengan suasana hening di sekitar. Dia melangkah pelan, mendekati bangsal VVIP—tempat Barra dirawat.Akan tetapi, orang itu tidak masuk. Hanya berdiri darikejauhan, mengamati dengan mata tajam kegiatan di lorong VVIP itu. Lalu, dia memutar tubuh, menyelipkan diri di antara para pengunjung lain. Menghilang entah ke pergi ke mana.Sementara itu, di dalam ruang rawat, tawa kecil menggema. Yasmin mengulum senyum saat mendengar Kezia menceritakan masa kecil Barra yang terjatuh dari sepeda dan menangis meraung-raung, padahal tanpa luka.“Cukup, Mi!” Barra berdeham, mencoba menyela.Tatapan Pengacara itu tak lepas dari Yasmin, yang entah mengapa terlihat begitu manis hari ini. Senyumnya, damai dan sederhana, membuat dadanya hangat, setelah sekian la
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-04-19
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
456789
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status