All Chapters of Menjadi Ibu Susu Bayi Kembar CEO: Chapter 71 - Chapter 80

98 Chapters

Selalu Ingin Menolong

Mata Baim teduh saat mendapati para karyawannya membicarkan tentang Ayu. Tapi sorotnya menyiratkan sesuatu yang lebih dalam—sebuah kebingungan yang tak mudah terjawab. Telinganya dipaksa menangkap setiap kata buruk yang keluar dari mulut mereka. Tatapannya menunduk, pikirannya berputar. "Apa yang sebenarnya terjadi padamu, Ayu?" Kelopak matanya turun, hatinya semakin dipenuhi tanda tanya. Meski para karyawannya terus membicarakan hal buruk tentang Ayu, Baim tak ikut terpengaruh. Justru, rasa penasarannya semakin dalam. Ada sesuatu tentang wanita itu yang membuatnya ingin mencari tahu lebih jauh. Tanpa berpikir lama, ia bergegas keluar rumah dan masuk ke dalam mobil. Mesin menderu pelan saat ia mulai berkendara menuju hotelnya. Namun, pikirannya tak tenang. Seribu pertanyaan tentang Ayu berputar di kepalanya, seakan menggema tanpa jawaban. Beberapa menit berlalu. Perasaan gelisah
last updateLast Updated : 2025-03-22
Read more

Menginginkan Pengganti

Umi Euis menatapnya dengan sorot penuh keraguan. Jemarinya meremas ujung kerudungnya, seakan enggan mengungkapkan sesuatu yang terlalu berat."Soal itu…" Umi menarik napas, lalu menghembuskannya perlahan. "Umi gak bisa cerita banyak, Nak. Sebaiknya… Nak Baim bertanya langsung saja pada Ayu."Hening.Baim menatapnya lekat-lekat, mencari jawaban lain di wajah wanita itu. Tapi Umi Euis hanya tersenyum tipis—senyum yang penuh makna, tapi juga terasa menahan banyak hal yang tak bisa diungkapkan.Baim mengepalkan tangannya di atas pahanya. "Umi… apakah benar berita yang sedang ramai di televisi itu?"Umi Euis terdiam sesaat. Matanya berkabut, seakan ada beban berat di hatinya. Lalu, dengan suara bergetar, ia menjawab,"Itu gak benar, Nak…"Baim menahan napas."Ayu…" Umi melanjutkan, suaranya terdengar begitu lirih. "Dia adalah korbannya. Bukan seperti yang ramai dibicarakan." Ia mengalihkan pandangan, seperti tak sang
last updateLast Updated : 2025-03-22
Read more

Tak Ada Yang Percaya

Genggaman tangan Baim mengerat, jari-jarinya mencengkeram erat ponsel, seolah ingin meremas harapan yang tersisa di dalamnya. Hening menyelubungi ruangan, hanya suara detak jam yang terdengar seperti pengingat waktu yang terus berjalan—tanpa peduli pada perasaan siapa pun.Tiba-tiba, Baim berbalik. Langkahnya mantap menuju meja kerja. Ia meraih kunci mobil yang tergeletak di sana. Ada sesuatu yang mendesak dalam dadanya, dorongan yang tak bisa ia abaikan."Aku harus menemui Ayu."Tanpa pikir panjang, ia melangkah keluar. Perasaannya berbisik—entah kenapa, kali ini, ia merasa Ayu lebih membutuhkan dirinya daripada siapa pun.Di dalam rumah Baim, Ayu merasakan botol minum di tangannya bergetar. Suasana di dapur terasa begitu dingin, bukan karena udara, tapi karena tatapan dan sikap yang baru saja ia terima.Fatma dan Sari, yang biasanya ramah, bahkan tak menoleh ke arahnya. Indri tersenyum sinis. "Menantu Gubernur yang terhormat..
last updateLast Updated : 2025-03-22
Read more

Tatapan Yang Membingungkan

Suara Baim terdengar tegas, tak memberi ruang untuk dibantah.Ayu hanya bisa menurut, langkahnya tertatih mengikuti derap kaki Baim yang panjang dan tergesa. Jantungnya berdegup kencang—bukan hanya karena ketakutan, tetapi juga kebingungan yang semakin menyesakkan dadanya."Mas… ada apa?" Suaranya lirih, hampir bergetar.Baim tak menoleh."Diam dan ikut saja."Dingin. Tajam. Tak terbantahkan.Ayu menelan ludah. Ia tidak tahu ke mana Baim akan membawanya. Tapi satu hal yang pasti—di tengah kemarahan semua orang, pria ini masih mau menggenggam tangannya.Genggaman itu erat, kuat, seolah tak ingin melepaskannya begitu saja.Tanpa sepatah kata pun, Baim menariknya keluar rumah. Langkahnya tegap, penuh ketegasan yang tak bisa dilawan. Ayu hanya bisa mengikuti, tubuhnya terbawa dalam arus yang lebih besar darinya.Langit mulai berpendar keemasan, matahari condong ke barat, mewarnai sore dengan semburat jingga
last updateLast Updated : 2025-03-23
Read more

Aroma Maskulin

Tentang pernikahan yang Ayu jalani tanpa cinta. Tentang perlakuan keluarga Gubernur itu terhadapnya. Tentang luka yang selama ini ia pendam sendirian."Atau… haruskah aku tetap menyimpan semuanya sendiri?"Ia menundukkan kepala, jemarinya saling meremas di pangkuan. Pikirannya terus berputar, membentuk simpul ketakutan yang semakin menjeratnya.Bukan lagi cemoohan orang-orang yang ia takutkan.Tapi kemungkinan kehilangan mereka.Si kembar.Jantungnya berdebar keras hanya dengan membayangkan skenario terburuk—jika Baim lebih mempercayai tuduhan para karyawan dibanding dirinya. Jika pria itu mulai berpikir bahwa ia hanya memanfaatkan anak-anaknya untuk mendapatkan simpati."Bagaimana jika… Mas Baim memisahkanku dengan si kembar?"Bayangan itu begitu menyesakkan, menghantam dadanya dengan kepanikan yang sulit dikendalikan.Namun, di antara semua ketakutan itu, Ayu tetap memilih diam.Ia tidak menj
last updateLast Updated : 2025-03-23
Read more

Gayung Lope Pink

"Bulan ini… saya nggak usah digaji aja ya. Buat ganti bayar ponselnya."Baim meraih kembali kartu debit yang baru saja dikembalikan karyawan toko, sementara struk pembayaran masih tergenggam di tangannya. Ia menatap Ayu lekat, seakan memastikan sesuatu di dalam dirinya."Aku beliin ini buat kamu." Suaranya pelan, tapi tegas. "Kamu nggak perlu menggantinya."Ayu terpaku. Tatapan Baim terlalu dalam, terlalu lama, seolah ada sesuatu yang ingin ia sampaikan tanpa kata-kata. Jantung Ayu berdegup keras. Ia buru-buru mengalihkan pandangan, menunduk, meremas tali tasnya. Tidak boleh. Ia tidak boleh membiarkan dirinya terseret lebih jauh ke dalam perasaan ini.Tak lama, Baim mengulurkan sebuah tas belanja kecil ke arahnya."Ini," katanya ringan. "Di dalamnya sudah terpasang kartu. Aku juga sudah menyimpan nomorku."Ayu terdiam sejenak sebelum akhirnya meraih tas itu den
last updateLast Updated : 2025-03-24
Read more

Ayo Lawan Mereka

Ayu mengepalkan jemarinya semakin erat. Napasnya memburu, dadanya naik turun dengan cepat. Ia tidak bisa terus berada di sini. Tidak ingin terlalu lama berhadapan dengan Maharani."Mas… ayo kita pulang saja," pintanya pada Baim. Suaranya terdengar tenang, tapi ada ketegangan yang sulit disembunyikan.Tanpa menunggu jawaban, ia berbalik, berniat mengakhiri semua ini.Namun, dalam sekejap, genggaman kuat menghentikannya.Baim menarik tangannya, menghentikannya di tempat."Kita nggak akan pergi sebelum membayar tas ini," ucapnya datar, tapi tegas.Ayu menoleh, matanya masih dipenuhi gejolak."Mas…" bisiknya, setengah memohon.Namun Baim tetap tak bergeming. Tatapannya dalam, menenangkan. Seolah berkata, Jangan takut. Aku di sini.Genggamannya menghangatkan jemari A
last updateLast Updated : 2025-03-24
Read more

Kecupan Pertama

Baim mengulurkan tangannya, seakan menawarkan sesuatu yang jauh lebih besar dari sekadar perlindungan."Jadikan aku kekuatanmu."Keheningan menyelimuti mereka, menciptakan ruang di mana hanya suara napas yang terdengar, beradu dengan dengung pendingin mobil.Tatapan mereka bertemu.Mata Baim penuh dengan sesuatu yang tak bisa dijelaskan—dorongan, ketertarikan, atau mungkin sesuatu yang lebih dalam dari sekadar rasa peduli.Ayu terpaku.Napasnya memburu, dadanya naik turun tak teratur. Ia seharusnya berpaling, menarik diri, tetapi tubuhnya menolak bergerak.Jantungnya berdebar semakin cepat saat Baim perlahan mendekat.Wajah mereka hanya berjarak beberapa inci. Ayu bisa merasakan hembusan napas hangat Baim menyapu pipinya, membawa aroma maskulin yang samar.Ia ingin berkata sesuatu—apa saja yang bisa menghentikan ini. Tapi suaranya seakan menghilang, terkunci di tenggorokan.Jari Baim terangkat,
last updateLast Updated : 2025-03-25
Read more

Bodoh!

Suara Ayu bergetar, hampir tertelan oleh dengungan mesin lift yang bergerak naik."Mas... kita mau ngapain di sini?"Baim tetap diam. Rahangnya mengeras, tatapannya kosong menatap angka-angka di panel lift yang berubah perlahan.Ding!Pintu lift terbuka di lantai tiga. Tanpa menunggu, Baim langsung melangkah keluar, punggungnya tegap, langkahnya cepat.Ayu menghela napas dan bergegas mengejarnya. "Mas, tungguin…"Napasnya mulai tersengal ketika mereka hampir sampai di depan pintu kantor. Ia mempercepat langkah, memutari Baim, lalu berdiri di depannya, menghalangi jalannya."Mas…" Ayu menatapnya, mencari-cari sesuatu di wajah pria itu. "Mas marah?"Baim berhenti, tapi tatapannya tetap dingin. Tanpa menjawab, ia hanya menggeser sedikit badannya dan berjalan melewatinya begitu saja, seolah Ayu hanyalah angin yang tak layak dip
last updateLast Updated : 2025-03-25
Read more

Rasa Yang Tak Bisa Pudar

"Terlepas dari semua tuduhan orang-orang di rumah. Entah aku tahu banyak tentang Mbak Laura atau tidak, tapi ini—" Ayu menarik napas panjang, suaranya bergetar, "ini memang seharusnya tidak terjadi, kan, Mas?"Matanya redup, menatap Baim dengan kesedihan yang tak terbendung. Bahunya turun, seolah beban yang ia pikul terlalu berat.Baim membalas tatapannya. Tenggorokannya terasa kering, kata-kata seakan tersangkut di kerongkongan. Ia ingin menyangkal, ingin berkata bahwa semua ini salah. Tapi kenapa hatinya justru berdebar? Kenapa setiap kali melihat Ayu, ruang kosong dalam dirinya terasa terisi?"Bolehkah…" suaranya nyaris berbisik, "... jika aku berkata bahwa aku menginginkan semua ini terjadi?"Ayu membelalak. Napasnya tercekat. Bibirnya terbuka sedikit, seakan hendak berkata sesuatu, tapi tak satu pun kata berhasil keluar. Dadanya naik turun, jari-jarinya meremas kain rok yang ia kenakan.Diam. Hanya ada tatapan yang saling mencari
last updateLast Updated : 2025-03-26
Read more
PREV
1
...
5678910
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status