Lahat ng Kabanata ng Menjadi Ibu Susu Bayi Kembar CEO: Kabanata 41 - Kabanata 50

93 Kabanata

Ujian Yang Tak Berujung

"Kamu sudah bahagia, kan? Ibu senang kamu nggak perlu merasakan zalimnya keluarga ayahmu. Ibu senang kamu sudah tinggal di tempat yang nyaman di sana."Ia merebahkan tubuhnya di atas tanah, membiarkan dinginnya meresap ke kulitnya. Tangannya masih mengelus nisan Bintang, seakan berharap bisa merasakan denyut kehidupan yang telah pergi."Nak… Ibu rindu. Ibu kesepian di dunia ini. Bisakah kamu mengajak Ibu ke sana?"Matanya terpejam, air matanya jatuh tanpa suara, membasahi pipinya yang pucat. Di tempat ini, di bawah langit yang perlahan menggelap, Ayu merasa dirinya bukan siapa-siapa. Hidupnya terasa begitu hampa, seolah ia hanya bayangan yang tersisa dari masa lalu.Setelah lama terisak dalam sunyi, Ayu menggerakkan tangannya ke dalam tas lusuh yang ia bawa. Ditariknya sebotol kecil ASIP yang hanya berisi tak lebih dari 15 ml. Tangannya gemetar saat menatap cairan bening itu.
last updateHuling Na-update : 2025-03-12
Magbasa pa

Tindasan Tiada Akhir

"Namanya Nindi. Putri ketua Partai Maju Bersama." Hayati memperkenalkan wanita itu dengan bangga.Ayu menatap Jaka, lalu Nindi, lalu kembali ke Jaka. Ia terkekeh pelan, senyum merendahkan terukir di wajahnya. "Hah… Aku gak habis pikir," suaranya bergetar, entah karena marah atau getir. "Anakmu baru saja meninggal, Mas. Tapi kamu malah mengumumkan pernikahan?"Maharani, yang sedari tadi sibuk dengan ponselnya, mendengus. "Hei, yang mati ya udah mati aja. Apa hubungannya sama pernikahan Jaka?" katanya dengan nada malas, seolah kematian Bintang bukan hal besar.Ayu mengepalkan tangan di pangkuannya, berusaha meredam gejolak yang membakar dadanya."Kamu gak usah berharap lebih dari anakku," Hayati menyusul dengan tatapan tajam. "Kami sudah cukup baik menampungmu di rumah ini. Kamu terhormat karena menjadi menantu Gubernur."Ayu terkekeh lagi, kali ini disertai air mata yang jatuh begitu saja. "Terhormat?" suaranya lirih
last updateHuling Na-update : 2025-03-12
Magbasa pa

Sebuah Harapan

"Ah, sudah, sudah! Gak usah drama panjang!" suara Rani memotong kasar. Ia beranjak dari sofa, meraih tangan Nindi dengan penuh semangat. "Nindi, ayo kita ke salon. Kamu jadi traktir aku, kan?"Nindi tersenyum manis. "Tentu dong, Kak."Rani mendengus, menatap Ayu sejenak dengan tatapan meremehkan. "Udah, Ma. Aku balik duluan. Ngapain sih lama-lama deket sama dia? Mana bau lagi..."Tanpa menunggu balasan, Rani menarik Nindi keluar rumah. Suara tawa mereka terdengar semakin menjauh.Hayati bangkit, merapikan tas tangannya dengan angkuh. "Sapa juga yang betah lama-lama di sini. Jaka, antar Mama ke arisan."Jaka mengangguk, bersiap pergi. Namun, sebelum melangkah keluar, Hayati menoleh ke arah putranya sekali lagi, suaranya dipenuhi peringatan."Ingat ya, Jaka. Jangan sampai kamu ceraikan Ayu. Mama gak mau buang uang buat bayar pembantu. Lagipula, Nindi gak boleh capek. Dia anak pejabat terhormat, jangan sampai kami membuat dia mende
last updateHuling Na-update : 2025-03-12
Magbasa pa

Harapan Yang Sirna

Satpam itu mengangkat alis. "Pak Baim, CEO?""Iya, Pak."Tatapan satpam itu berubah ragu. "Apa Mbak sudah ada janji sebelumnya?"Ayu menggeleng, jemarinya menggenggam kartu nama di tangannya semakin erat. "Emm... Belum, Pak."Satpam menghela napas pelan. "Maaf, Mbak. CEO kami tidak bisa menemui tamu tanpa ada janji sebelumnya."Jantung Ayu berdegup lebih cepat. "Tapi, Pak... Saya pernah diminta untuk menghubunginya jika ada perlu."Satpam menatapnya sejenak, seolah menimbang kata-katanya. "Kalau begitu, Mbak bisa telepon langsung saja."Ayu terdiam. Tenggorokannya terasa kering. Perlahan, ia menundukkan kepala, meremas sudut bajunya. "Saya... Saya gak punya HP, Pak." Suaranya hampir tak terdengar.Satpam itu terdiam sesaat, lalu merogoh sakunya dan mengeluarkan ponsel. "Boleh pakai punya saya dulu, Mbak."Mata Ayu berbinar, bibirnya sedikit terbuka dalam keterkejutan. "Serius, Pak?"Satpam itu mengangguk, me
last updateHuling Na-update : 2025-03-13
Magbasa pa

Status Sial

Ayu tersentak. Jantungnya berdegup lebih kencang. "Astaga! Apa yang harus aku jawab," batinnya.Matanya segera menyapu seluruh ruangan angkot. Semua penumpang kini menatapnya, wajah mereka penuh rasa ingin tahu. Ayu menunduk, berharap bisa menghilang begitu saja."Iya, kan? Bener, kan, Mbak?" Ibu itu kembali memastikan, suaranya lebih nyaring.Seorang ibu lain yang duduk di pojok ikut menimpali. "Oh iya! Saya ingat! Kamu yang bawa jenazah naik motor itu, kan? Astaga, kok tega sih, Mbak? Padahal kamu ini keluarga Gubernur!"Beberapa penumpang lain mulai berbisik-bisik. Ada yang meliriknya dengan tatapan iba, ada pula yang menatapnya dengan heran, seolah tak percaya.Seorang pria paruh baya yang duduk di depan akhirnya ikut bicara. "Iya, Mbak. Kalau ada masalah, dibicarakan saja sama Pak Gubernur. Kami yakin beliau itu orang baik. Sama masyarakat aja peduli banget."
last updateHuling Na-update : 2025-03-13
Magbasa pa

Pergi

Jaka menggertakkan gigi, lalu mencoba menghalanginya. "Ayu, kamu nggak bisa pergi begitu aja!"Ayu menepis tangannya kasar. "Kenapa nggak bisa?" desisnya."Aku bebas pergi kemana saja. Yang penting jauh dari kalian yang menjijikkan!""Ayu, kamu mau tinggal di jalanan?" balas Jaka.Ayu tertawa—bukan tawa bahagia, tapi getir, penuh luka. Ia mengangkat wajahnya, menatap Jaka penuh penghinaan."Lebih baik aku tinggal di jalanan daripada harus terus melihat kelakuanmu yang begini, Mas. Kamu nggak ada bedanya sama keluargamu."Jaka menahan napas, tak bisa membalas.Melihatnya diam, Ayu menyampirkan tasnya ke bahu, lalu berbalik menuju pintu.Tapi suara Jaka menghentikannya. "Ayu, jangan pergi! Kalau kamu pergi, siapa yang akan cuci bajuku? Masakanku? Siapa yang bersihin rumah?"Ayu be
last updateHuling Na-update : 2025-03-13
Magbasa pa

Perayaan Aqiqah

Tangan Ayu mencengkeram lututnya. Bahagia? Kata itu terasa asing baginya sekarang. Ia menggeleng pelan, lalu menunduk. Setetes air mata jatuh ke punggung tangannya."Saya justru tertekan di rumah itu, Umi," suaranya bergetar. "Sampai… sampai saya kehilangan bayi saya."Umi Euis tersentak. "Astaghfirullah…" gumamnya, tatapannya dipenuhi keterkejutan dan kesedihan. "Sabar ya, Nak."Ayu terisak, bahunya bergetar hebat. "Keluarga itu jahat, Umi. Mereka memperlakukan saya seperti—" ia terhenti, menggeleng putus asa. "Saya kabur dari sana…"Dada Ayu terasa sesak, seperti ada yang mencengkeram kuat. Seluruh emosinya, yang selama ini ia tekan, tumpah begitu saja. Tangisnya pecah, histeris, menyayat malam yang sunyi.Tanpa ragu, Umi Euis meraih tubuh Ayu ke dalam pelukannya. Tangan tuanya yang hangat menepuk-nepuk pundak gadis itu, memberikan ketena
last updateHuling Na-update : 2025-03-14
Magbasa pa

Ayah Si Kembar

"Hanya pengasuh, Umi. Saya masih berusaha mencari ibu susu untuk mereka."Umi Euis menatap bayi-bayi itu dengan sayang, jemarinya mengusap dahi mungil mereka. "Ya Allah… kasihan cucu-cucu Umi ini." Suaranya lirih, seperti doa. "Semoga kalian tumbuh menjadi anak-anak yang saleh dan salehah.""Aamiin." Baim menjawab cepat.Umi Euis mengangkat wajah, menatapnya dengan bangga. "Tentu saja mereka akan menjadi anak yang kuat, seperti papanya. Kamu sudah membuktikan itu, Nak. Yatim piatu sejak remaja, tapi lihatlah sekarang… kamu sukses."Baim tersenyum kecil. "Alhamdulillah, Umi. Semua ini juga berkat doa Umi dan adik-adik di panti ini."Umi Euis mengusap lengan Baim yang kekar. Matanya basah. "Umi bangga padamu, Nak. Meski sudah sukses, kamu nggak pernah melupakan kami di sini."Baim menatapnya lembut. "Bagaimana mungkin saya melupakan Umi yang pernah merawat saya di sini?"Umi menggeleng, suaranya sedikit bergetar. "Ah&helli
last updateHuling Na-update : 2025-03-14
Magbasa pa

Pertemuan Yang Menakjubkan

"Iya, Neng," jawab si nenek. "Laki-laki dan perempuan. Mereka tampan dan cantik, seperti papanya."Ayu tidak lagi mendengar suara nenek itu. Pikirannya melayang ke dua bayi mungil yang pernah ada dalam dekapannya di rumah sakit—anak susunya.Tangannya mengepal pelan di atas meja.Dada Ayu bergetar hebat, seakan ada tarikan tak terlihat yang membuat jantungnya berdegup kencang."Nek… apa Nenek tahu siapa nama ayah bayi itu?" suaranya lirih, tapi ada desakan di dalamnya.Kedua nenek itu saling berpandangan. Salah satunya mengernyit, mencoba mengingat. "Emm… kalau nggak salah, namanya Baim."Nenek satunya mengangguk mantap. "Iya, benar. Baim namanya. Badannya tinggi, bahunya bidang. Hidungnya mancung, ada sedikit brewok."Ayu terdiam. Nama itu menggema di kepalanya. Sosok pria yang ia temui di rumah sakit, meski sekilas, ia mengingat ciri-ciri itu dengan jelas.Tangan Ayu mencengkeram sisi meja. "Nek… di
last updateHuling Na-update : 2025-03-14
Magbasa pa

Akhirnya...

Wajah Baim menegang. Sekali lagi, ia menatap Ayu, kali ini lebih dalam, seakan mencari kepastian di matanya."Apa? Ayu? Kamu ibu susu si kembar?"Ayu mengangguk pelan."Nggak mungkin. Ayu yang dokter bilang, berumur 19 tahun. Sedang kamu, bukankah kamu masih bersekolah?"Tawa kecil lolos dari bibir Ayu. "Saya sudah 19 tahun, Pak. Dan saya sudah pernah melahirkan."Baim tercenung. Pikirannya berputar cepat. Berhari-hari ia bingung bagaimana cara mencari ibu susu yang telah menyusui anak-anaknya, dan ternyata orang yang dicarinya selama ini sudah di depan mata.Mereka bertemu beberapa kali tanpa saling mengenal. Bahkan, Ayu pernah ditolong olehnya. Berada begitu dekat dengannya."Serius?" tanyanya, masih sulit mempercayai fakta yang baru saja ia dengar."Iya, Pak," jawab Ayu mantap. "Berkat makanan sehat dari Bapak, ASI saya selalu banyak. Saya juga sudah mencari si kembar beberapa hari ini. Saya rindu mereka, Pak…" Matany
last updateHuling Na-update : 2025-03-15
Magbasa pa
PREV
1
...
34567
...
10
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status