Home / Romansa / One Night Stand / Chapter 41 - Chapter 50

All Chapters of One Night Stand: Chapter 41 - Chapter 50

223 Chapters

Bab 41: Hampir Bertemu

*** “Selamat pagi, Tuan,” sapa Daisy saat ia masuk ke dalam mobil Nathan dan duduk di kursi penumpang samping kemudi. “Pagi, Daisy. Maaf, aku membangunkanmu terlalu pagi,” kata Nathan dengan perasaan tidak enak terhadap wanita itu. Sambil mengikat sabuk pengaman, Daisy melirik sekilas ke arah Nathan. “Tidak apa-apa. Kebetulan semalam saya tidur cepat. Jadi... saya sudah cukup tidur,” ujarnya sambil melempar senyum pada pria itu. Nathan mengangguk samar. “Ayo, kita berangkat sekarang. Katanya desa itu agak jauh, kan?” “Ya, sekitar 4 jam perjalanan,” jawab Nathan. Kemudian, Nathan melajukan mobilnya, bersiap menuju desa tempat tinggal Chiara— Willowbrook, dengan harapan dapat menemukan petunjuk tentang Mary di sana. ** Menjelang jam 10 pagi, Victor menggeliat di dalam mobil. Ia membuka mata dan mengerang pelan ketika merasakan badannya pegal-pegal akibat tidur berjam-jam di dalam mobil dengan posisi yang tidak nyaman. Sejak semalam, Victor menunggu wanita pemilik flat. Hingga
last updateLast Updated : 2025-01-10
Read more

Bab 42: Victor Lebih Dulu

“Kamu tidak mencoba menghubungi orang-orang yang dekat dengan Mary?” tanya Chiara, sambil mengedikkan bahu. “Mungkin saja kamu kenal salah satunya selain aku.” “Aku tidak banyak mengenal mereka,” jawab Nathan dengan nada lesu. Sementara itu, di dalam rumah, Mary tampak cemas. Wanita itu melangkah mondar-mandir, berpikir, ‘Tidak kusangka Nathan bisa sampai ke tempat ini. Semoga dia belum sempat melihat keberadaanku. Ya Tuhan... kenapa aku merasa tidak ada satu tempat pun yang aman? Lantas, ke mana lagi aku akan pergi?’ bisik Mary dalam hati. Beberapa saat kemudian... Setelah selesai berbicara dengan Chiara, Nathan dan Daisy pamit. Mereka pergi tanpa mendapatkan informasi apapun tentang Mary. Di sisi lain, Mary merasa keberadaannya di desa ini sudah tidak aman lagi. Namun, Chiara dan Ibunya berusaha menenangkan Mary. Mereka mengingatkan wanita itu bahwa ada calon anak yang harus ia ingat dan diutamakan keselamatannya. Pergi meninggalkan desa ini hanya karena merasa tidak aman bukan
last updateLast Updated : 2025-01-10
Read more

Bab 43: Terus Menyangkal

Selesai membayar barang belanjaannya, Mary bergegas keluar dari toko. Ia memperhatikan awan yang mulai gelap dan mendung. “Sepertinya akan turun hujan,” gumam Mary pelan sambil melangkah cepat menuju flatnya. Di sisi lain, Victor sengaja menghentikan mobilnya dengan jarak agak jauh sambil memperhatikan arah Mary pulang. “Ah, ternyata tempat tinggalnya di sana?” katanya dengan mata tajam memandang lurus pada sosok Mary. Masih diam di dalam mobil, Victor melihat Mary masuk ke dalam sebuah flat. Kemudian, ia membuka sabuk pengaman dan segera turun dari mobil setelah mengambil ponsel dan dompetnya yang tergeletak di atas jok di sampingnya. Dengan perasaan lega, Victor melangkah lebar dan kini ia berdiri di depan pintu flat yang dihuni oleh Mary. Tok! Tok! Tok! Di dalam, Mary baru saja menyimpan plastik susu hamil yang ia beli tadi di toko ke atas meja. Ia berniat untuk memindahkannya ke tempat khusus susu. Namun, ketika ia mendengar seseorang mengetuk pintu, gerakan tangannya terhen
last updateLast Updated : 2025-01-10
Read more

Bab 44: Ikut Bersamaku, Kamu Milikku

*** PLAK! Victor tak dapat melanjutkan kalimatnya, terganti dengan suara tamparan keras dari tangan Mary di pipinya. “Tutup mulutmu dan berhenti menghakimiku seperti itu! Kamu tidak pantas melakukannya!” Mary terengah-engah membalas tatapan tajam Victor dengan berani. “Kamu tahu mengapa aku seperti ini, Victor! Kamu tahu siapa yang membuatku seperti ini! Kamu tahu siapa orang yang dengan tega menghancurkan hidupku! Itu adalah KAMU! KAMU, BAJINGAN!” teriak Mary, matanya memerah dan tubuhnya gemetar oleh amarah yang meluap-luap. Victor terdiam, memaku pandangannya pada Mary. Ia mendengarkan dengan seksama setiap kata yang dilontarkan oleh… bibir manis itu. Manis? Oh, ayolah. Di saat suasana begini, dia masih bisa membayangkan rasa bibir kenyal itu. “Kamu tidak pantas mengatai aku wanita paling jahat di dunia ini… karena di atas aku masih ada kamu! Pemerkosa!” “Aku tidak memperkosamu, Mary,” sanggah Victor dengan nada yang tenang. “Tapi kenyataannya begitu, kan? Aku begini karen
last updateLast Updated : 2025-01-10
Read more

Bab 45: Daddy Pergi Sebentar Ya

Victor menatap Mary dalam diam, memperhatikan setiap ekspresi yang ditunjukkan oleh wanita itu. Tak dapat dipungkiri, di hati kecil Victor, dia mengakui keberanian Mary dalam menghadapi dirinya. 'Sangat pemberani. Jauh dari kata lemah lembut. Hem... Cukup menarik,' batin Victor penuh makna. Sejenak, Victor menarik pandangannya dari wanita itu, menghela napas berat sebelum kembali menata fokus padanya. "Baiklah, jika itu yang kau inginkan, aku menyetujuinya. Tapi satu hal tidak bisa kau bantahkan, yaitu kau harus tinggal bersamaku di Florida." Ketika Mary hendak membuka bibir untuk membalas, Victor dengan cepat melanjutkan, “Janin yang kau kandung saat ini adalah milikku satu-satunya. Aku tidak akan pernah membiarkan milikku tinggal berjauhan denganku. Maka dari itu, ada baiknya kau mengikuti apa yang aku inginkan, yaitu tinggal bersamaku, atau... aku berjanji padamu, suatu saat nanti kau akan menyesal, Mary." "Sekarang kamu malah berbalik mengancamku?" sorot mata tajam Mary seolah
last updateLast Updated : 2025-01-10
Read more

Bab 46: Terpaksa Seranjang?

*** Setelah meninggalkan kedai kopi Chiara, Nathan tidak langsung pulang ke kota. Ia berkeliling di sekitar desa Willowbrook cukup lama berharap dapat menemukan Mary. Namun, usahanya sia-sia karena Mary tak kunjung ditemukan. Bahkan, setelah Nathan keluar dari desa Willowbrook, ia singgah di desa X yang jaraknya tidak jauh dari Willowbrook. Daisy memberi usul kepada Nathan untuk menunjukkan foto Mary yang lebih jelas kepada penduduk desa tersebut, daripada hanya menyebutkan ciri-ciri fisik dari Mary. Nathan setuju dengan ide Daisy. Mereka mulai pencarian di desa itu dengan menunjukkan foto Mary di ponsel mereka kepada beberapa penduduk. Namun, sekali lagi, Nathan harus menelan kekecewaan. Setelah berjam-jam berkeliling di desa tersebut, mereka tak juga menemukan tanda-tanda Mary disana. Hingga sore menjelang, Nathan memutuskan untuk menyudahi pencariannya hari itu karena kelelahan. Ia juga merasa kasihan pada Daisy, yang pasti sangat lelah setelah perjalanan jauh dari kota ke desa
last updateLast Updated : 2025-01-10
Read more

Bab 47: Nathan dan Daisy

Nathan melirik jam yang melingkar di pergelangan tangan kirinya. Saat ini sudah jam setengah sembilan malam. “Kita tidur berdua di ranjang ini,” putus Nathan setelah mempertimbangkan beberapa saat. Sontak Daisy melongo. “Berdua, Tuan?” Wajahnya seketika bersemu merah. Tidur berdua? Seranjang dengan Bosnya? Ah, yang benar saja! “Kau ada solusi lain selain salah satu di antara kita tidur di kursi jelek itu?” tanya Nathan. Meskipun nadanya terdengar normal, tetapi dari kalimatnya cukup menggambarkan kejengahan terhadap Daisy. “Tapi… ranjang ini sangat kecil, Tuan. Tidak akan muat,” kata Daisy. “Jangan ada yang tidur terlentang, maka pasti akan muat. Lagipula badanmu kecil, it's okay. Pasti muat,” kata Nathan, yang memang benar adanya. Masuk akal. Mereka harus berbaring miring supaya muat. Ya ampun, serumit ini petualangan mereka di akhir pekan. Kemudian, Nathan menawarkan Daisy untuk masuk ke kamar mandi, namun wanita itu justru memintanya terlebih dahulu. Akhirnya, Nathan masuk
last updateLast Updated : 2025-01-10
Read more

Bab 48: Malam Panas

Di saat yang bersamaan, Daisy tampak menggigil. Ternyata mereka belum ada yang tidur, padahal sebelumnya mereka sangat mengantuk dan lelah. “Kau kedinginan?” tanya Nathan memastikan. Daisy tersentak kaget. Dia pikir Bosnya itu sudah tidur; ternyata belum. “Ah, iya, Tuan. Mungkin karena hujannya semakin deras,” jawab Daisy. Hening… kemudian tiba-tiba Nathan memeluk Daisy erat seraya menaikkan tubuh mungil wanita itu agar semakin menempel padanya. Daisy kaget. Hendak protes. Namun Nathan dengan cepat berkata, “Aku tidak berniat buruk, tenanglah. Tidak hanya kamu yang kedinginan, tapi aku juga. Kita sama-sama kedinginan, Daisy. Yang kita butuhkan adalah hal yang sama: kehangatan.” Oh, sial! Jantung Daisy rasanya mau copot atau… melompat keluar dari rongga dada? Saking gugupnya saat ini. Dipeluk Bos sendiri, siapa yang tidak gugup, coba? ‘Ish, Daisy! Jangan mikir yang aneh-aneh. Ingat, dia punya kekasih! Lagian, hanya seorang sekretaris begini, berharap apa kamu, Daisy?’ Daisy menel
last updateLast Updated : 2025-01-10
Read more

Bab 49: Mencemaskan Victor

Setelah hampir dua puluh menit Mary berbaring di tempat tidurnya, ia menegakkan tubuh sambil mengusap bekas air mata di pipinya. Mary melihat ke arah pintu kamarnya yang hanya ditutupi kain layaknya tirai. Sejenak, ia termenung. Tadi, katanya Victor mau pergi. Pergi ke mana dia? Sudah lebih dari dua puluh menit, tetapi belum kembali. Lantas, Mary mendesah pelan. Kenapa ia malah memikirkan Victor? Seharusnya dia senang jika pria itu pergi, bukan? Atau lebih baik jika tidak kembali lagi. Itu kan yang Mary mau? Entahlah… sekarang ini justru perasaannya terasa berbeda. Mary gelisah karena pria itu tak kunjung kembali. Kemudian, ia menurunkan kaki ke lantai dan bangkit dari pembaringan, melangkah ringan keluar dari kamarnya yang sempit. Mary menuju pintu lalu membukanya. Ia melihat ke luar; hujan mulai turun, semakin lama semakin deras. ‘Pergi ke mana ya dia?’ bisik Mary dalam hati, lalu segera menutup pintu kembali saat melihat cahaya kilat. Mary duduk sejenak di kursi kayu yan
last updateLast Updated : 2025-01-11
Read more

Bab 50: Perasaan yang Menghangat

“Tidak usah! Aku tidak mau makan dari uangmu!” Mary berkata ketus. “Bukan untukmu, tapi untuk anakku!” balas Victor dengan sarkas. Agak kesal dengan balasan Mary, dia sudah capek-capek demo mendapatkan semua makanan ini, tetapi mendapatkan respons seperti itu. Bagaimana dia tidak jengkel? Mary mendengus malas mendengar ucapan Victor. Meskipun dia lapar dan tergoda oleh aroma makanan yang dibawa pria itu, dia tetap gengsi mengakui. Harus jual mahal! “Ayo, Mary. Atau mau aku suapin?” tanya Victor, dan di saat yang sama, Mary memutar matanya dengan malas. Victor menghela napas dan duduk di kursi, sedangkan Mary mengambil nampan, piring, dan perlengkapan lainnya. Kini, mereka duduk berdampingan di kursi. Menu-menu yang terlihat lezat itu sudah disajikan di atas meja oleh Victor. “Ini salad buah?” tanya Mary. “Hem,” jawab Victor dengan deheman singkat. Mary melirik pria itu, “Pakai apa?” “Yogurt dan madu.” Seketika, mata Mary berbinar. Madu? Oh, jelas dia senang. Madu kesukaannya.
last updateLast Updated : 2025-01-11
Read more
PREV
1
...
34567
...
23
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status