*** Setelah meninggalkan kedai kopi Chiara, Nathan tidak langsung pulang ke kota. Ia berkeliling di sekitar desa Willowbrook cukup lama berharap dapat menemukan Mary. Namun, usahanya sia-sia karena Mary tak kunjung ditemukan. Bahkan, setelah Nathan keluar dari desa Willowbrook, ia singgah di desa X
Nathan melirik jam yang melingkar di pergelangan tangan kirinya. Saat ini sudah jam setengah sembilan malam. “Kita tidur berdua di ranjang ini,” putus Nathan setelah mempertimbangkan beberapa saat. Sontak Daisy melongo. “Berdua, Tuan?” Wajahnya seketika bersemu merah. Tidur berdua? Seranjang deng
Di saat yang bersamaan, Daisy tampak menggigil. Ternyata mereka belum ada yang tidur, padahal sebelumnya mereka sangat mengantuk dan lelah. “Kau kedinginan?” tanya Nathan memastikan. Daisy tersentak kaget. Dia pikir Bosnya itu sudah tidur; ternyata belum. “Ah, iya, Tuan. Mungkin karena hujannya se
*** Setelah hampir dua puluh menit Mary berbaring di tempat tidurnya, ia menegakkan tubuh sambil mengusap bekas air mata di pipinya. Mary melihat ke arah pintu kamarnya yang hanya ditutupi kain layaknya tirai. Sejenak, ia termenung. Tadi, katanya Victor mau pergi. Pergi ke mana dia? Sudah lebih
“Tidak usah! Aku tidak mau makan dari uangmu!” Mary berkata ketus. “Bukan untukmu, tapi untuk anakku!” balas Victor dengan sarkas. Agak kesal dengan balasan Mary, dia sudah capek-capek demo mendapatkan semua makanan ini, tetapi mendapatkan respons seperti itu. Bagaimana dia tidak jengkel? Mary men
Wanita dengan kehidupan sederhana, namun sangat menjaga kehormatan. Meskipun pernah menjalin hubungan kasih dengan lelaki lain, tetapi Victor lah yang pertama bagi Mary. Bayangkan saja, bagaimana Victor tidak terus dihantui oleh bayang-bayang Mary. Ya, tetapi bukan bayang-bayang rasa bersalah, just
*** "Besok kita pulang," ujar Victor tiba-tiba saat menyimpan gelas kopi yang sudah kosong ke atas meja. Ia menegakkan tubuh, menoleh untuk menatap Mary di sampingnya. Dari tatapan wanita itu, Victor mengerti bahwa dia pasti sangat kesal mendengar keputusannya itu. "Kamu tidak bisa seenaknya begin
"Buat apa kamu naik ke sini?!" tanya Mary dengan nada sinis ketika menyadari kehadiran Victor yang kini bersiap berbaring di sampingnya. "Jangan tidur di sini, aku tidak sudi seranjang denganmu!" "Kalau bukan di sini, lantas aku tidur di mana?" tanya Victor. "Ya terserah kamu mau tidur di mana, bu
Mary berdiri di tengah kamar, memandangi suasana yang berantakan—selimut yang tergeletak di lantai, bantal yang tak pada tempatnya, dan meja kecil yang dipenuhi barang-barang. Pandangannya sempat kosong, tetapi ia menarik napas panjang, memutuskan untuk mulai merapikan kamar. Ia mengambil selimut y
Lucy dan Olso duduk di sofa di ruang tengah, tampak kebingungan. Mereka saling pandang, mencoba membaca situasi, tetapi tidak berani bertanya apa-apa. Mereka tidak tahu apa-apa soal kecurigaan Mary terhadap Victor, apalagi mengenai keterlibatan suaminya dalam kecelakaan yang menewaskan Nathan. Yang
*** Tubuh Dominic seketika membeku, matanya melebar karena keterkejutan yang tak dapat ia sembunyikan. Ponsel di tangannya hampir saja terlepas, tapi Hannah dengan cepat menangkapnya sebelum benar-benar jatuh. “Sayang, ada apa?” tanya Hannah, suaranya penuh kekhawatiran saat ia melihat ekspresi Do
Taman itu dipenuhi tanaman hijau subur, bunga-bunga bermekaran dalam berbagai warna—menambah keindahan suasana. Sebuah set kursi dan meja rotan dengan bantalan empuk berada di tengah ruangan, tempat semua orang berkumpul dengan santai. Di atas meja, beberapa cangkir teh telah terisi penuh dengan te
*** Usai mandi, Mary dan Victor bergegas bersiap-siap tanpa membuang waktu. Begitu semuanya selesai, mereka meninggalkan kamar yang terlihat berantakan dan langsung turun ke lantai dasar. Tidak seperti biasanya, Mary sengaja tidak merapikan kamarnya lebih dulu. Ia tak ingin membuat Nyonya Zaria, C
Mary menggigit bibir bawahnya, mencoba mengendalikan perasaan yang perlahan meledak. Tetapi sentuhan Victor, ciumannya, dan suara napasnya yang dekat begitu menggoda, membuatnya sulit berpikir jernih. Napas Mary semakin berat, dan ia tahu Victor sengaja memperlambat waktu mereka. Tanpa berkata apa-
Lucy menghentikan kegiatannya sejenak dan beralih menatap Nyonya Zaria. Senyum ramah mengembang di wajahnya. "Tidak, Bibi," jawab Lucy sopan sambil menggeleng pelan. "Aku hanya menyiapkan sarapan untuk kita saja, yang ada di rumah ini." Mendengar percakapan itu, Chiara yang sedang mengawasi Zack di
“Bagaimana bisa?” pikir Daisy dengan sesak yang menyelimuti dadanya. Apakah semua yang mereka lalui hanyalah kebohongan? Apakah malam-malam panjang yang mereka habiskan bersama, tawa, pelukan, bahkan cinta mereka, tak ada artinya bagi Nathan? Ia merasa begitu kecil, seolah semua pengorbanannya sia-
*** London, UK... Di dalam kamar yang kacau balau, pakaian berserakan di lantai—sebuah dress merah yang tergeletak kusut, bra yang terlempar ke sudut ruangan, celana dalam, boxer, hingga jas pria yang terbuka kancingnya. Aroma pagi yang intens masih tercium samar, tetapi suasana di dalam kamar itu