Home / Romansa / Lady D Milik Sang Penguasa / Chapter 21 - Chapter 30

All Chapters of Lady D Milik Sang Penguasa: Chapter 21 - Chapter 30

91 Chapters

Bab 21. Beli Perusahaan itu!

Dea masuk ke dalam mobil, dan Bob segera menutup pintu untuknya sebelum kembali ke kursi pengemudi. Mobil hitam itu meluncur perlahan meninggalkan halaman rumah Dea, membawa Dea menuju perusahaan di mana dia bekerja sebagai bagian cleaning service.***Dea sedang mengepel lantai kamar mandi kantor dengan tangan yang sudah bergetar kelelahan. Pekerjaan sebagai petugas kebersihan benar-benar menguras fisik dan mentalnya. Sisa-sisa air dan sabun masih membasahi lantai ketika seorang rekan kerja wanita yang memakai seragam kantor bernama Vivi tiba-tiba masuk dengan wajah penuh kesal.“Dea, kamu lambat sekali! Sudah berapa kali kubilang, jangan lambat!” sergah Vivi sambil menendang ember berisi air.Tendangannya kecil, tetapi sanggup untuk membuat ember itu terjatuh. Airnya tumpah dan membuat lantai jadi licin lagi. Vivi berteriak, “Aduh! Dea! Kenapa kau ceroboh sekali? Lihat ini! Kalau supervisor tahu, pasti kau dipecat!”Dea tertegun. Ia tahu ini ulah Vivi. Vivi sudah beberapa kali berus
last updateLast Updated : 2025-02-24
Read more

Bab 22. Bos baru yang jelek

Mommy Dara mengangguk cepat-cepat. “Ber-bernar ... Kami... kami  berjanji tidak akan pernah muncul di hadapan Anda atau Dea lagi, Tuan Yama.” Yama tidak menjawab. Ia hanya berdiri, tinggi dan angkuh, lalu berjalan melewati mereka tanpa menoleh. Langkah-langkahnya bergema di sepanjang koridor rumah sakit yang sunyi, meninggalkan dua sosok yang masih berlutut dengan wajah penuh penyesalan. Setelah Yama menghilang dari pandangan, Steven dan Mommy Dara akhirnya berani mengangkat kepala mereka. Wajah Steven basah oleh air mata dan keringat. Mommy Dara meraih lengannya dan menariknya berdiri. “Kita harus pergi sekarang,” katanya dengan nada panik. “Jangan sampai ada yang tahu kita masih di sini.” Steven mengangguk lemah. Ia merasa tubuhnya seperti tidak lagi memiliki tenaga, tetapi ketakutan yang menghantuinya memberi dorongan untuk tetap bergerak. Mereka berjalan d
last updateLast Updated : 2025-02-25
Read more

Bab 23. Aneh

“Lalu bagaimana dengan rapatnya?” tanya Bob lagi. Yama terdiam sejenak sambil merebahkan diri ke sandaran kursi belakang. Ia menatap pemandangan kota yang berkelebat di luar jendela lalu ke langit yang mulai mendung. “Besok saja. Permainan ini semakin menarik, bukan?” "Baik, Tuan." Setibanya di rumah sakit, Yama kembali ke kamarnya. Di sana, Nenek dan Meisya sudah menunggunya dengan wajah penuh kekhawatiran. Begitu melihat Yama, mereka langsung mengomel panjang lebar. “Yama! Akhirnya kamu kembali! Kenapa kamu keluar dari rumah sakit tanpa izin?” Nenek memulai dengan nada tinggi. “Kamu ingin membuat kami khawatir?” sambung Meisya. Wanita itu segera mendekati Yama dan ingin memberikan pelukan, tetapi Yama melewatinya dengan wajah dingin dan ketus, melangkah menuju ke ranjangnya. "Yama, apa maksud kelakuanmu ini. T
last updateLast Updated : 2025-02-25
Read more

Bab 24. Melunasi sebagian hutang.

Dea merasa ada yang tidak beres. "Tapi, Pak, saya baru saja tiba. Saya merasa baru memulai. Bagaimana mungkin saya sudah layak mendapatkan reward. Saya belum genap bekerja satu bulan? Apakah ini hanya sekadar bentuk perhatian atau ada hal lain yang sedang terjadi?" Mendengar pertanyaan itu, pria paruh baya itu mencondongkan badan sedikit ke depan. "Dea, kadang-kadang, kita diberi kesempatan untuk berhenti sejenak dan merenung. Mungkin orang lain juga melihat potensi dan kelelahanmu. Ini bukan sekadar soal uang, tapi lebih kepada memberikan ruang untukmu beristirahat, agar nanti kamu bisa kembali bekerja dengan semangat yang lebih baik." Pria itu menepuk bahu Dea lalu beranjak pergi, meninggalkan Dea dengan pikirannya yang masih menggantung. Di sudut restoran, suara-suara obrolan rekan-rekan kerja mulai terdengar, menandakan bahwa keanehan ini mulai menyebar. Seorang rekan kerja mendekati Dea dengan w
last updateLast Updated : 2025-02-26
Read more

Bab 25. Menemani tidur

"Saya hanya diperintahkan untuk mengantarkan Nona ke rumah sakit," jawab Bob, tetap dengan nada formalnya. "Mohon jangan mempersulit tugas saya, Nona." Dea mendesah keras, lalu memijat pelipisnya. Ia tahu percuma berdebat dengan Bob. Sekali Yama memberi perintah, maka semua bawahannya akan patuh tanpa pertanyaan. Mobil melaju dengan kecepatan stabil di jalanan yang semakin lengang. Mata Dea menatap kosong ke luar jendela, pikirannya berputar-putar dalam kebingungan. Semua ini terasa terlalu kebetulan—restoran yang tiba-tiba menyuruhnya pulang lebih awal, upah yang langsung diberikan, dan sekarang Bob yang bersikeras mengantarnya ke rumah sakit. "Bob," panggilnya setelah beberapa saat hening. "Ya, Nona?" "Apa Yama benar-benar sedang menungguku?" tanyanya, kali ini dengan suara lebih lembut. "Atau dia hanya bosan lalu ingin mengontrol segalanya seperti biasanya?" 
last updateLast Updated : 2025-02-26
Read more

Bab 26. Hilangkan pikiran bodoh itu

Yama tidak menyahut. Sentuhan hangatnya membuat Dea meremang, bulu kuduknya berdiri saat Yama menariknya hingga tepat di sisi ranjangnya"Yama, aku—""Aku tidak butuh uang itu," sela Yama dengan suara rendah, tetapi penuh ketegasan. Dahi Dea berkerut. "Lalu apa yang kau inginkan?" Dea berusaha menarik tangannya sendiri agar terlepas dari genggaman Yama. "Kau harus menemaniku sampai aku tertidur," ulang Yama, kali ini dengan nada yang tidak bisa dibantah. Dea tertegun. Ia menatap pria itu dengan bingung, seolah ingin memastikan apakah ia mendengar dengan benar. "Apa? Tidak, Yama. Aku sudah ke sini, sudah menyerahkan uangnya, dan sekarang aku ingin pulang. Lepas—" Namun, sebelum ia bisa menarik tangannya, Yama menariknya lebih kuat. Dalam sekejap, Dea terjatuh ke atas ranjang pasien yang luas dan empuk itu. "Aahh!" Bulu kuduknya kembal
last updateLast Updated : 2025-02-27
Read more

Bab 27. Tidak mencuci gigi

Dea mundur beberapa langkah dengan jantung yang masih berdegup kencang, lalu berbalik dan berjalan cepat keluar dari kamar. Saat pintu tertutup di belakangnya, ia menyentuh bibirnya sendiri dengan tatapan kosong. Wajahnya panas, tubuhnya gemetar karena campuran emosi yang membingungkan. "Apa yang baru saja terjadi?! Aargh... Aku bahkan tidak mencuci gigi di malam hari!"Wajahnya memerah dan dia begitu panik disertai malu.Bob yang setia menjaga di luar pintu, melihatnya dengan ekspresi datar."Mau diantar ke mana?" tanyanya sebagai sapaan, sementara Dea melangkah melewatinya dengan wajah tertunduk, menuju ke lift. "Aku akan pulang, t-tidak, usah diantar. Aku akan pulang sendiri." Namun, Bob tetap mengikuti Dea karena dia tahu apa yang menjadi tugasnya. "Saya akan mengantar Anda pulang karena itu adalah tugas yang sudah diberikan oleh Tuan Yama," sahut Bob den
last updateLast Updated : 2025-02-27
Read more

Bab 28. Pemilik baru Perusahaan

Dea menunduk patuh, meskipun dalam hatinya ia merasa lelah. Ia baru saja mendapatkan beberapa shift malam yang bisa menghasilkan uang lumayan banyak baginya, bekerja membantu ibunya tidak akan digaji tentunya. Sementara Ayahnya pasti membutuhkan biaya yang cukup banyak untuk obat-obatan. Namun, ada satu hal yang harus ia lakukan terlebih dahulu. Dengan cepat, ia menghampiri Bob yang masih berdiri di dekat mobil dan menatapnya dengan serius. "Bob, tolong jangan ikut denganku lagi," pintanya dengan suara tegas. "Aku yang akan bertanggung jawab kepada Yama sepenuhnya.""Tapi, Tuan Yama ingin memastikan Anda hadir di sana jam tujuh malam."Dea berpikir sejenak lalu menjawab, "Baiklah. Aku berjanji akan menemuinya nanti malam, jam tujuh! Sesuai permintaannya. Bagaimana?" Bob menatap Dea dengan ekspresi datar, jelas tidak yakin apakah ia boleh mempercayai gadis itu atau tidak. "Nona yakin?"
last updateLast Updated : 2025-02-28
Read more

Bab 29. Harga diri yang terhina

Dea terkejut karena perubahan mendadak saat supervisor perusahaan kembali memangilnya. Dia hampir sampai ke ruangan kasir untuk mengambil sisa gaji. “Kamu aman sekarang. Tidak jadi dipecat, uhum... ternyata Vivi yang melakukan kesalahan. CCTV sudah menunjukkan segalanya.” Dea masih terpaku di tempatnya. Dia tidak tahu harus mengatakan apa. Campuran rasa syukur dan bingung memenuhi hatinya. “Kenapa... Kenapa Vivi melakukan ini semua?” tanya Dea akhirnya. Sang supervisor merasa kesal karena dia memang tidak begitu menyukai Dea, tetapi dia harus bersikap manis bila masih ingin mempertahankan pekerjaannya.Dia juga tidak ingin berbasa basi lebih lanjut dengan Dea yang dianggapnya berstatus rendah tapi entah bagaimana bisa memiliki hubungan dengan pemilik perusahaan baru. "Kami memutuskan akan menaikkan gaji Anda sebagai kompensasi atas kesalahan ini," l
last updateLast Updated : 2025-02-28
Read more

Bab 30. Makan malam istimewa

Dea mengepalkan tangannya di dalam bak air kotor. Melia tertawa sambil menempel manja di lengan suaminya. "Tentu saja, Sayang. Bayangkan kalau kamu menikah dengannya, mungkin sekarang kamu juga sedang mencuci piring bersamanya!" Sanjaya dan Melia tertawa puas. Namun, tawa mereka terhenti dalam sekejap saat tiba-tiba...Byuurrr! Air kotor dari bak cucian piring meluncur deras ke arah mereka berdua, membasahi pakaian mereka dari kepala hingga kaki. "APA-APAAN INI?!" Melia menjerit, matanya melebar karena jijik. Sanjaya mengangkat tangannya, mencoba mengelap wajahnya yang basah oleh air penuh sisa minyak dan sabun. "Gila! Siapa yang melakukannya?!" Jawabannya langsung mereka dapatkan saat mereka menoleh dan melihat ibu Dea berdiri dengan ember kosong di tangannya, wajahnya merah padam karena amarah. "Aku yang mela
last updateLast Updated : 2025-03-01
Read more
PREV
123456
...
10
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status