All Chapters of Perjalanan Waktu Sang Penjelajah Takdir: Chapter 61 - Chapter 70

211 Chapters

BAB 61: ARYA KERTAJAYA MENYATAKAN CINTANYA

Setelah pertemuan dengan Naga Niskala, suasana hutan mistis kembali tenang. Raka, Dyah Sulastri, Arya Kertajaya, dan Ksatria Wibawa duduk di tepi sungai suci, mencoba mencerna pesan penting yang baru saja mereka terima. Api unggun kecil telah dinyalakan untuk menghangatkan tubuh mereka dari udara dingin malam itu.Cahaya bulan yang lembut memantul di permukaan sungai, menciptakan kilauan biru keperakan yang menenangkan. Namun, ketenangan ini hanya ilusi. Udara dingin berhembus kencang, membawa aroma segar dari sungai suci yang berada tidak jauh dari sana. Kabut tipis mulai merayap di antara pepohonan, seolah menyelimuti mereka dalam misteri.Dyah tampak termenung, matanya memandangi permukaan air sungai yang berkilauan lembut di bawah cahaya bulan. Ia menyadari bahwa nasib Kerajaan Gilingwesi, bahkan mungkin nasib dua dunia, bergantung pada keputusannya. Namun, beban ini terasa semakin berat saat ia merasakan tatapan Arya yang penuh rasa ingin tahu dan juga keraguan.Raka duduk agak ja
last updateLast Updated : 2025-02-22
Read more

BAB 62: PASUKAN ASING MENYERANG HUTAN

Pagi mulai menyingsing, namun hutan mistis masih diselimuti kabut tebal yang membuat pandangan menjadi terbatas. Raka, Dyah Sulastri, Arya Kertajaya, dan Ksatria Wibawa (mantan Buto Ijo) sedang beristirahat setelah malam yang penuh ketegangan. Api unggun kecil telah padam, meninggalkan jejak-jejak abu di tanah.Tiba-tiba, suara gemerisik dedaunan terdengar dari kejauhan. Udara dingin yang tadinya tenang kini dipenuhi dengan aroma logam dan kegelapan—pertanda bahwa sesuatu yang tidak wajar sedang mendekat. Genderuwo muncul di pinggir hutan, wajahnya muram seperti biasa. "Mereka datang," katanya dengan suara rendah. "Pasukan asing... dan penyihir gelap."Raka segera bangkit, tangannya erat memegang cermin perunggu. "Siapa mereka? Apa tujuan mereka?"Genderuwo menunjuk ke arah sungai suci. "Penyihir gelap itu ingin menangkap Dyah Sulastri. Ia tahu bahwa dia adalah kunci untuk membuka portal waktu permanen. Jika mereka berhasil merebutnya, Kerajaan Gilingwesi akan lenyap, dan seluruh tatan
last updateLast Updated : 2025-02-22
Read more

BAB 63: PERTEMPURAN DI HUTAN MISTIS

Pertempuran besar pecah di hutan mistis. Udara dipenuhi dengan aroma tanah basah, asap, dan energi gaib yang menyengat. Kabut tebal yang sebelumnya menyelimuti hutan kini mulai menipis, memperlihatkan pemandangan mengerikan: prajurit-prajurit asing bersenjata lengkap bergerak cepat, sementara penyihir gelap mengangkat tongkatnya tinggi-tinggi, menciptakan badai energi hitam yang merusak segala sesuatu di sekitarnya.Raka, Dyah Sulastri, Arya Kertajaya, dan Ksatria Wibawa (mantan Buto Ijo) berdiri di garis depan, siap untuk melawan pasukan musuh. Di belakang mereka, makhluk-makhluk gaib seperti Banaspati, Genderuwo, dan Naga Niskala mulai muncul, bergabung dalam pertempuran ini.Naga Niskala melingkarkan tubuhnya di sungai suci, matanya bersinar tajam. "Lindungi sungai ini!" teriaknya. "Jika mereka berhasil mencemari air suci, seluruh tatanan waktu akan hancur!"Dyah Sulastri segera memimpin ritual singkat, menggunakan kekuatan spiritualnya untuk menciptakan penghalang energi biru keper
last updateLast Updated : 2025-02-23
Read more

BAB 64: PENYIHIR GELAP TERLUKA

Pertempuran di hutan mistis mencapai puncaknya. Kabut tebal yang sebelumnya menyelimuti hutan mulai menipis, memperlihatkan kehancuran besar di sekitar mereka. Pohon-pohon raksasa terbakar oleh api Banaspati, sementara Genderuwo terus bergerak cepat di antara bayang-bayang, membantai prajurit asing yang tersisa. Naga Niskala melingkarkan tubuhnya di sungai suci, matanya bersinar tajam saat ia menjaga agar air tetap murni dari cemaran energi hitam.Raka, Dyah Sulastri, Arya Kertajaya, dan Ksatria Wibawa (mantan Buto Ijo) berdiri di garis depan, menghadapi penyihir gelap yang kini tampak semakin marah. Penyihir itu mengangkat tongkatnya tinggi-tinggi, menciptakan badai energi hitam yang menghantam penghalang spiritual Dyah. Penghalang itu mulai retak, membuat Dyah terlihat semakin lelah."Kita tidak bisa bertahan lebih lama!" teriak Dyah, wajahnya dipenuhi keringat dingin akibat upaya keras untuk mempertahankan penghalang.Namun, Raka tidak berniat menyerah. Ia merasakan energi baru meng
last updateLast Updated : 2025-02-23
Read more

BAB 65: KEPUTUSAN UNTUK KEMBALI KE ISTANA

Setelah pertempuran besar di hutan mistis, suasana menjadi sunyi. Kabut hitam yang diciptakan penyihir gelap mulai menipis, memperlihatkan kehancuran yang ditinggalkan. Pohon-pohon raksasa hangus oleh api Banaspati, tanah retak akibat energi hitam, dan sungai suci mulai keruh. Naga Niskala masih melingkarkan tubuhnya di sekitar sungai, matanya bersinar dengan kekhawatiran mendalam.Raka, Dyah Sulastri, Arya Kertajaya, dan Ksatria Wibawa (mantan Buto Ijo) berkumpul di tepi sungai, mencoba memulihkan tenaga mereka. Luka-luka fisik dan mental dari pertempuran masih terasa, tetapi ketegangan belum sepenuhnya hilang. Penyihir gelap mungkin sudah melarikan diri, tetapi ancamannya masih menggantung di udara seperti awan kelabu."Kita tidak bisa tinggal di sini lebih lama," kata Raka, suaranya tegas meskipun tubuhnya lelah. "Ki Jagabaya adalah dalang di balik semua ini. Jika kita ingin menyelamatkan kerajaan, kita harus kembali ke istana."Dyah menatapnya dengan ekspresi penuh harap, tetapi ju
last updateLast Updated : 2025-02-23
Read more

BAB 66: KEMBALI KE ISTANA

Setelah perjalanan panjang dan melelahkan dari hutan mistis, Raka, Dyah Sulastri, Arya Kertajaya, dan Ksatria Wibawa akhirnya tiba di istana. Namun, suasana yang menyambut mereka sangat berbeda dari apa yang mereka tinggalkan sebelumnya. Istana yang dulunya penuh kehangatan dan harmoni kini terasa dingin dan tegang. Para prajurit yang berjaga di pintu gerbang tampak lebih waspada, dengan mata yang terus mengamati setiap gerakan. Bendera kerajaan berkibar lemah di angin, seolah-olah kehilangan semangatnya.Udara di halaman istana terasa lebih berat, seolah-olah energi gelap telah meresap ke dalam setiap sudut bangunan. Pepohonan di taman istana yang biasanya hijau subur kini tampak layu, daun-daunnya berguguran meskipun musim belum berganti. Suara angin yang berdesir di antara pepohonan membawa aroma logam dan kegelapan, menciptakan atmosfer misterius yang membuat bulu kuduk merinding.Raka merasakan sesuatu yang tidak beres begitu mereka memasuki halaman istana. "Ada yang aneh," gumamn
last updateLast Updated : 2025-02-23
Read more

BAB 67: PENGKHIANATAN TERUNGKAP

Setelah ketegangan di ruang utama istana, Arya Kertajaya memutuskan untuk bertindak cepat. Ia mengetahui bahwa waktu mereka semakin sempit jika ingin menghentikan Ki Jagabaya. Dengan hati-hati, ia meminta audiensi pribadi dengan Rakai Wisesa di ruang perpustakaan kerajaan, sebuah tempat yang biasanya digunakan untuk diskusi strategis dan penyimpanan naskah-naskah kuno.Ruang perpustakaan itu besar dan sunyi, hanya diterangi oleh cahaya lilin yang berkedip-kedip lemah. Rakai Wisesa duduk di kursi kayu berukir, wajahnya tampak lebih tua dari biasanya. Matanya yang redup mencerminkan kebingungan dan kelelahan akibat pengaruh Ki Jagabaya. Arya berlutut di hadapan raja, menunjukkan rasa hormat meskipun situasi saat ini sangat mendesak."Yang Mulia," kata Arya dengan suara tegas namun sopan, "aku datang membawa bukti bahwa Ki Jagabaya telah mengkhianati kerajaan."Rakai Wisesa menatap Arya dengan tatapan kosong, seolah-olah pikirannya sedang terjebak dalam kabut tebal. "Apa maksudmu, Panglim
last updateLast Updated : 2025-02-23
Read more

BAB 68: DUEL VERBAL

Setelah pengungkapan bukti pengkhianatan Ki Jagabaya oleh Arya Kertajaya, suasana di ruang singgasana semakin memanas. Rakai Wisesa duduk di atas singgasananya, wajahnya penuh keraguan dan kemarahan yang bercampur aduk. Di sisi kanan singgasana, Ki Jagabaya berdiri dengan sikap angkuh, senyum tipis masih menghiasi wajahnya meskipun tuduhan telah dilontarkan terhadapnya.Ruang singgasana itu luas dan megah, tetapi kini terasa dingin dan suram. Cahaya lilin yang lemah berkedip-kedip, menciptakan bayangan panjang di dinding-dinding batu. Udara di ruangan itu terasa berat, seolah-olah energi hitam mulai meresap ke dalam setiap sudut bangunan. Suara langkah-langkah pelan pasukan bayangan terdengar dari balik pintu besar, menambah ketegangan yang sudah tak tertahankan.Raka melangkah maju ke tengah ruangan, matanya menatap tajam Ki Jagabaya. "Yang Mulia," katanya dengan suara tegas, "Ki Jagabaya adalah ancaman nyata bagi kerajaan ini. Ia tidak hanya ingin mengambil alih kekuasaan, tetapi jug
last updateLast Updated : 2025-02-24
Read more

BAB 69: RESI AGUNG DARMAJA IKUT CAMPUR

Setelah duel verbal antara Raka dan Ki Jagabaya mencapai puncaknya, suasana di ruang singgasana semakin tegang. Rakai Wisesa duduk di atas singgasananya, wajahnya penuh keraguan dan kebingungan. Arya Kertajaya berdiri di sisi Raka, siap untuk melindungi sang protagonis jika terjadi serangan dari pasukan bayangan Ki Jagabaya. Dyah Sulastri tampak cemas, matanya beralih antara Raka dan ayahnya.Tiba-tiba, pintu besar ruang singgasana terbuka dengan suara gemeretak kayu tua. Seorang lelaki tua berjubah putih masuk perlahan, tongkat kayunya mengetuk lantai batu dengan irama yang teratur. Ia adalah Resi Agung Darmaja , pendeta kerajaan yang selama ini jarang muncul di hadapan publik. Aura mistis mengelilinginya, seolah-olah ia membawa angin dingin dari dunia lain. Langkahnya pelan namun penuh wibawa, dan setiap ketukan tongkatnya di lantai batu memperkuat atmosfer misterius yang sudah menyelimuti ruangan.Semua mata tertuju padanya saat ia melangkah maju ke tengah ruangan. Matanya yang taja
last updateLast Updated : 2025-02-24
Read more

BAB 70: PERSIAPAN PERTEMPURAN AKHIR

Setelah konfrontasi dengan Ki Jagabaya dan intervensi Resi Agung Darmaja, suasana di istana semakin tegang. Rakai Wisesa duduk di singgasananya, wajahnya penuh keteguhan meskipun raut kelelahan tampak jelas di matanya. Ia menyadari bahwa waktu mereka semakin sempit—pasukan asing yang dipimpin penyihir gelap akan segera kembali, dan pasukan bayangan Ki Jagabaya sudah siap untuk melawan loyalis kerajaan.Rakai Wisesa bangkit dari singgasananya, suaranya menggema di ruangan. "Kita tidak punya waktu lagi. Kita harus bersiap untuk pertempuran akhir. Jika kita gagal, maka kerajaan ini akan lenyap selamanya."Semua orang di ruangan itu—Raka, Dyah Sulastri, Arya Kertajaya, dan para panglima lainnya—terdiam mendengar kata-kata sang raja. Mereka tahu bahwa ini adalah momen penentuan bagi nasib Kerajaan Gilingwesi.Di luar ruangan, angin dingin berdesir pelan, membawa aroma mistis dari hutan lebat yang mengelilingi istana. Suara gemeretak senjata dan mantra-mantra spiritual yang diucapkan oleh pa
last updateLast Updated : 2025-02-24
Read more
PREV
1
...
56789
...
22
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status