Beranda / Fantasi / Perjalanan Waktu Sang Penjelajah Takdir / BAB 63: PERTEMPURAN DI HUTAN MISTIS

Share

BAB 63: PERTEMPURAN DI HUTAN MISTIS

Penulis: Arjuna Wiraguna
last update Terakhir Diperbarui: 2025-02-23 02:00:53
Pertempuran besar pecah di hutan mistis. Udara dipenuhi dengan aroma tanah basah, asap, dan energi gaib yang menyengat. Kabut tebal yang sebelumnya menyelimuti hutan kini mulai menipis, memperlihatkan pemandangan mengerikan: prajurit-prajurit asing bersenjata lengkap bergerak cepat, sementara penyihir gelap mengangkat tongkatnya tinggi-tinggi, menciptakan badai energi hitam yang merusak segala sesuatu di sekitarnya.

Raka, Dyah Sulastri, Arya Kertajaya, dan Ksatria Wibawa (mantan Buto Ijo) berdiri di garis depan, siap untuk melawan pasukan musuh. Di belakang mereka, makhluk-makhluk gaib seperti Banaspati, Genderuwo, dan Naga Niskala mulai muncul, bergabung dalam pertempuran ini.

Naga Niskala melingkarkan tubuhnya di sungai suci, matanya bersinar tajam. "Lindungi sungai ini!" teriaknya. "Jika mereka berhasil mencemari air suci, seluruh tatanan waktu akan hancur!"

Dyah Sulastri segera memimpin ritual singkat, menggunakan kekuatan spiritualnya untuk menciptakan penghalang energi biru keper
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terkait

  • Perjalanan Waktu Sang Penjelajah Takdir   BAB 64: PENYIHIR GELAP TERLUKA

    Pertempuran di hutan mistis mencapai puncaknya. Kabut tebal yang sebelumnya menyelimuti hutan mulai menipis, memperlihatkan kehancuran besar di sekitar mereka. Pohon-pohon raksasa terbakar oleh api Banaspati, sementara Genderuwo terus bergerak cepat di antara bayang-bayang, membantai prajurit asing yang tersisa. Naga Niskala melingkarkan tubuhnya di sungai suci, matanya bersinar tajam saat ia menjaga agar air tetap murni dari cemaran energi hitam.Raka, Dyah Sulastri, Arya Kertajaya, dan Ksatria Wibawa (mantan Buto Ijo) berdiri di garis depan, menghadapi penyihir gelap yang kini tampak semakin marah. Penyihir itu mengangkat tongkatnya tinggi-tinggi, menciptakan badai energi hitam yang menghantam penghalang spiritual Dyah. Penghalang itu mulai retak, membuat Dyah terlihat semakin lelah."Kita tidak bisa bertahan lebih lama!" teriak Dyah, wajahnya dipenuhi keringat dingin akibat upaya keras untuk mempertahankan penghalang.Namun, Raka tidak berniat menyerah. Ia merasakan energi baru meng

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-23
  • Perjalanan Waktu Sang Penjelajah Takdir   BAB 65: KEPUTUSAN UNTUK KEMBALI KE ISTANA

    Setelah pertempuran besar di hutan mistis, suasana menjadi sunyi. Kabut hitam yang diciptakan penyihir gelap mulai menipis, memperlihatkan kehancuran yang ditinggalkan. Pohon-pohon raksasa hangus oleh api Banaspati, tanah retak akibat energi hitam, dan sungai suci mulai keruh. Naga Niskala masih melingkarkan tubuhnya di sekitar sungai, matanya bersinar dengan kekhawatiran mendalam.Raka, Dyah Sulastri, Arya Kertajaya, dan Ksatria Wibawa (mantan Buto Ijo) berkumpul di tepi sungai, mencoba memulihkan tenaga mereka. Luka-luka fisik dan mental dari pertempuran masih terasa, tetapi ketegangan belum sepenuhnya hilang. Penyihir gelap mungkin sudah melarikan diri, tetapi ancamannya masih menggantung di udara seperti awan kelabu."Kita tidak bisa tinggal di sini lebih lama," kata Raka, suaranya tegas meskipun tubuhnya lelah. "Ki Jagabaya adalah dalang di balik semua ini. Jika kita ingin menyelamatkan kerajaan, kita harus kembali ke istana."Dyah menatapnya dengan ekspresi penuh harap, tetapi ju

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-23
  • Perjalanan Waktu Sang Penjelajah Takdir   BAB 66: KEMBALI KE ISTANA

    Setelah perjalanan panjang dan melelahkan dari hutan mistis, Raka, Dyah Sulastri, Arya Kertajaya, dan Ksatria Wibawa akhirnya tiba di istana. Namun, suasana yang menyambut mereka sangat berbeda dari apa yang mereka tinggalkan sebelumnya. Istana yang dulunya penuh kehangatan dan harmoni kini terasa dingin dan tegang. Para prajurit yang berjaga di pintu gerbang tampak lebih waspada, dengan mata yang terus mengamati setiap gerakan. Bendera kerajaan berkibar lemah di angin, seolah-olah kehilangan semangatnya.Udara di halaman istana terasa lebih berat, seolah-olah energi gelap telah meresap ke dalam setiap sudut bangunan. Pepohonan di taman istana yang biasanya hijau subur kini tampak layu, daun-daunnya berguguran meskipun musim belum berganti. Suara angin yang berdesir di antara pepohonan membawa aroma logam dan kegelapan, menciptakan atmosfer misterius yang membuat bulu kuduk merinding.Raka merasakan sesuatu yang tidak beres begitu mereka memasuki halaman istana. "Ada yang aneh," gumamn

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-23
  • Perjalanan Waktu Sang Penjelajah Takdir   BAB 67: PENGKHIANATAN TERUNGKAP

    Setelah ketegangan di ruang utama istana, Arya Kertajaya memutuskan untuk bertindak cepat. Ia mengetahui bahwa waktu mereka semakin sempit jika ingin menghentikan Ki Jagabaya. Dengan hati-hati, ia meminta audiensi pribadi dengan Rakai Wisesa di ruang perpustakaan kerajaan, sebuah tempat yang biasanya digunakan untuk diskusi strategis dan penyimpanan naskah-naskah kuno.Ruang perpustakaan itu besar dan sunyi, hanya diterangi oleh cahaya lilin yang berkedip-kedip lemah. Rakai Wisesa duduk di kursi kayu berukir, wajahnya tampak lebih tua dari biasanya. Matanya yang redup mencerminkan kebingungan dan kelelahan akibat pengaruh Ki Jagabaya. Arya berlutut di hadapan raja, menunjukkan rasa hormat meskipun situasi saat ini sangat mendesak."Yang Mulia," kata Arya dengan suara tegas namun sopan, "aku datang membawa bukti bahwa Ki Jagabaya telah mengkhianati kerajaan."Rakai Wisesa menatap Arya dengan tatapan kosong, seolah-olah pikirannya sedang terjebak dalam kabut tebal. "Apa maksudmu, Panglim

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-23
  • Perjalanan Waktu Sang Penjelajah Takdir   BAB 68: DUEL VERBAL

    Setelah pengungkapan bukti pengkhianatan Ki Jagabaya oleh Arya Kertajaya, suasana di ruang singgasana semakin memanas. Rakai Wisesa duduk di atas singgasananya, wajahnya penuh keraguan dan kemarahan yang bercampur aduk. Di sisi kanan singgasana, Ki Jagabaya berdiri dengan sikap angkuh, senyum tipis masih menghiasi wajahnya meskipun tuduhan telah dilontarkan terhadapnya.Ruang singgasana itu luas dan megah, tetapi kini terasa dingin dan suram. Cahaya lilin yang lemah berkedip-kedip, menciptakan bayangan panjang di dinding-dinding batu. Udara di ruangan itu terasa berat, seolah-olah energi hitam mulai meresap ke dalam setiap sudut bangunan. Suara langkah-langkah pelan pasukan bayangan terdengar dari balik pintu besar, menambah ketegangan yang sudah tak tertahankan.Raka melangkah maju ke tengah ruangan, matanya menatap tajam Ki Jagabaya. "Yang Mulia," katanya dengan suara tegas, "Ki Jagabaya adalah ancaman nyata bagi kerajaan ini. Ia tidak hanya ingin mengambil alih kekuasaan, tetapi jug

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-24
  • Perjalanan Waktu Sang Penjelajah Takdir   BAB 69: RESI AGUNG DARMAJA IKUT CAMPUR

    Setelah duel verbal antara Raka dan Ki Jagabaya mencapai puncaknya, suasana di ruang singgasana semakin tegang. Rakai Wisesa duduk di atas singgasananya, wajahnya penuh keraguan dan kebingungan. Arya Kertajaya berdiri di sisi Raka, siap untuk melindungi sang protagonis jika terjadi serangan dari pasukan bayangan Ki Jagabaya. Dyah Sulastri tampak cemas, matanya beralih antara Raka dan ayahnya.Tiba-tiba, pintu besar ruang singgasana terbuka dengan suara gemeretak kayu tua. Seorang lelaki tua berjubah putih masuk perlahan, tongkat kayunya mengetuk lantai batu dengan irama yang teratur. Ia adalah Resi Agung Darmaja , pendeta kerajaan yang selama ini jarang muncul di hadapan publik. Aura mistis mengelilinginya, seolah-olah ia membawa angin dingin dari dunia lain. Langkahnya pelan namun penuh wibawa, dan setiap ketukan tongkatnya di lantai batu memperkuat atmosfer misterius yang sudah menyelimuti ruangan.Semua mata tertuju padanya saat ia melangkah maju ke tengah ruangan. Matanya yang taja

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-24
  • Perjalanan Waktu Sang Penjelajah Takdir   BAB 70: PERSIAPAN PERTEMPURAN AKHIR

    Setelah konfrontasi dengan Ki Jagabaya dan intervensi Resi Agung Darmaja, suasana di istana semakin tegang. Rakai Wisesa duduk di singgasananya, wajahnya penuh keteguhan meskipun raut kelelahan tampak jelas di matanya. Ia menyadari bahwa waktu mereka semakin sempit—pasukan asing yang dipimpin penyihir gelap akan segera kembali, dan pasukan bayangan Ki Jagabaya sudah siap untuk melawan loyalis kerajaan.Rakai Wisesa bangkit dari singgasananya, suaranya menggema di ruangan. "Kita tidak punya waktu lagi. Kita harus bersiap untuk pertempuran akhir. Jika kita gagal, maka kerajaan ini akan lenyap selamanya."Semua orang di ruangan itu—Raka, Dyah Sulastri, Arya Kertajaya, dan para panglima lainnya—terdiam mendengar kata-kata sang raja. Mereka tahu bahwa ini adalah momen penentuan bagi nasib Kerajaan Gilingwesi.Di luar ruangan, angin dingin berdesir pelan, membawa aroma mistis dari hutan lebat yang mengelilingi istana. Suara gemeretak senjata dan mantra-mantra spiritual yang diucapkan oleh pa

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-24
  • Perjalanan Waktu Sang Penjelajah Takdir   BAB 71: DYAH SULASTRI MENGORBANKAN DIRI

    Setelah persiapan pertempuran akhir berjalan intens, suasana di istana semakin tegang. Raka, Dyah Sulastri, Arya Kertajaya, dan para loyalis lainnya berkumpul di halaman istana untuk merencanakan langkah terakhir sebelum pasukan asing dan pasukan bayangan Ki Jagabaya tiba. Namun, ketika semua orang sibuk dengan strategi perang, Dyah Sulastri tiba-tiba menghilang tanpa jejak.Raka adalah orang pertama yang menyadari kepergian Dyah. Ia mencarinya ke seluruh sudut istana, hingga akhirnya menemukan jejak energi spiritual yang kuat mengarah ke kuil suci di dalam hutan mistis. Kuil itu adalah tempat ritual kuno kerajaan Gilingwesi, sebuah tempat yang hanya digunakan dalam situasi darurat paling ekstrem.Saat Raka tiba di kuil, ia melihat Dyah sudah berdiri di tengah lingkaran simbol-simbol magis yang bersinar redup. Cahaya lembut memancar dari tubuhnya, seolah-olah ia sedang menyerap energi dari alam gaib. Matanya tertutup, wajahnya tenang namun penuh kesedihan."Dyah!" seru Raka dengan nada

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-24

Bab terbaru

  • Perjalanan Waktu Sang Penjelajah Takdir   BAB 213: KEMENANGAN SEMENTARA

    Setelah pertempuran besar yang menghancurkan, pasukan asing akhirnya mundur. Penyihir gelap telah dikalahkan oleh kekuatan spiritual Raka, dan pasukan loyalis berhasil menekan sisa-sisa pasukan bayangan Ki Jagabaya. Namun, kemenangan ini tidak datang tanpa harga mahal. Kerajaan Gilingwesi terlihat seperti reruntuhan—istana utama hancur sebagian, desa-desa di sekitarnya luluh lantak, dan banyak korban jiwa berjatuhan.Angin dingin berembus di medan perang, membawa aroma darah dan abu yang masih menyelimuti udara. Asap tebal mengepul dari bangunan-bangunan yang terbakar, menciptakan suasana kelabu yang suram. Prajurit loyalis berkumpul di lapangan istana, wajah mereka lelah namun penuh rasa syukur atas kemenangan yang diraih dengan susah payah.Namun, bagi Raka, kemenangan ini terasa kosong. Ia berdiri di tengah-tengah kerumunan prajurit, tetapi pikirannya jauh dari perayaan. Matanya tertuju pada reruntu

  • Perjalanan Waktu Sang Penjelajah Takdir   BAB 212: KI JAGABAYA DITANGKAP

    Pertempuran besar di luar istana mulai mereda setelah kekalahan penyihir gelap. Pasukan loyalis berhasil menekan pasukan bayangan Ki Jagabaya, yang kini tercerai-berai tanpa pemimpin mereka yang menghilang bersama penyihir gelap. Namun, Arya Kertajaya tidak puas dengan hasil ini. Ia tahu bahwa Ki Jagabaya adalah otak di balik serangan mematikan terhadap kerajaan, dan ia bertekad untuk menangkap pria itu sebelum ia melarikan diri. Di tengah kekacauan medan perang, Arya Kertajaya memimpin pasukan kecil menuju lokasi rahasia di hutan lebat tempat Ki Jagabaya diketahui bersembunyi. Ia telah mendengar desas-desus dari beberapa prajurit bayangan yang tertangkap bahwa Ki Jagabaya sedang mempersiapkan langkah selanjutnya—rencana yang lebih berbahaya daripada serangan pertama. Setelah berjam-jam mencari, Arya Kertajaya dan pasukannya akhirnya menemukan Ki Jagabaya di sebuah gua tersembunyi di tepi sungai suci.

  • Perjalanan Waktu Sang Penjelajah Takdir   BAB 211: KEKUATAN BARU RAKA

    Setelah Dyah Sulastri jatuh ke dalam koma, medan perang terasa semakin sunyi bagi Raka. Tubuhnya masih gemetar karena kelelahan dan emosi yang memuncak. Ia berlutut di tanah, memegang tubuh tak berdaya sang putri dengan erat, air mata mengalir deras di pipinya."Kenapa harus seperti ini?" gumamnya pelan, suaranya penuh rasa bersalah dan kemarahan. "Kenapa aku tidak bisa melindungimu?"Pasukan loyalis mencoba mendekat untuk membawa Dyah Sulastri ke tempat aman, tetapi Raka menolak mereka dengan gerakan tangan yang tegas. Matanya kosong, namun di dalam dirinya, api kemarahan mulai menyala. Ia merasakan sesuatu yang baru—sesuatu yang belum pernah ia rasakan sebelumnya.Angin dingin berdesir, membawa aroma belerang yang semakin kuat. Penyihir gelap muncul kembali, tertawa dingin di tengah kabut hitam yang menyelimuti medan perang. "Lihatlah dirimu, Raka," ejeknya. "Kau

  • Perjalanan Waktu Sang Penjelajah Takdir   BAB 210: DYAH SULASTRI MENGORBANKAN DIRI LAGI

    Pertempuran besar di luar istana mencapai puncaknya. Suara senjata yang beradu, teriakan prajurit, dan raungan makhluk gaib menggema di udara malam. Api melahap beberapa sudut benteng, sementara asap hitam membumbung tinggi ke langit, menyelimuti medan perang dalam kabut pekat. Pasukan bayangan Ki Jagabaya dan sekutunya dari dunia gaib terus menyerang tanpa henti, memanfaatkan setiap celah dalam pertahanan kerajaan.Di tengah medan perang yang kacau, Raka berdiri di garis depan, menggunakan kekuatan spiritualnya untuk melindungi pasukan loyalis. Meskipun ia berhasil menahan serangan-serangan awal, kekuatannya mulai terasa melemah. Ia merasakan energinya terkuras habis dengan cepat, membuat tubuhnya semakin goyah.Penyihir gelap muncul di tengah medan perang, dikelilingi oleh kabut hitam yang pekat. Matanya bersinar seperti bara ap

  • Perjalanan Waktu Sang Penjelajah Takdir   BAB 209: PENYIHIR GELAP MENGAMUK

    Medan perang yang sudah penuh dengan kekacauan semakin memanas saat penyihir gelap muncul di tengah-tengah pertempuran. Tubuhnya dikelilingi oleh energi hitam pekat yang mengintimidasi, dan matanya berkilat merah seperti bara api. Ia melangkah maju dengan gerakan anggun namun menakutkan, seolah-olah seluruh dunia ada dalam kendalinya."Kalian semua telah bermain cukup lama," katanya dengan suara dingin yang menusuk. "Sekarang, saatnya kalian membayar harga atas perlawanan kalian."Penyihir itu mengangkat kedua tangannya, menciptakan pusaran energi hitam besar di udara. Pusaran itu mulai melepaskan serangan sihir yang menghantam barisan pasukan loyalis, menyebabkan banyak prajurit terpental dan jatuh tak bernyawa. Para makhluk gaib yang setia kepada kerajaan pun terlihat kesulitan menghadapi kekuatan gelap ini.

  • Perjalanan Waktu Sang Penjelajah Takdir   BAB 208: ARYA KERTAJAYA MENYELAMATKAN MEREKA

    Langit di atas medan perang mulai menghitam, tertutup awan tebal yang menandakan kemarahan alam. Angin dingin berhembus kencang, membawa aroma darah dan belerang yang menebal seiring dengan intensitas pertempuran. Pasukan bayangan Ki Jagabaya terus melancarkan serangan brutal, sementara makhluk gaib dari kedua pihak saling bertarung tanpa ampun.Di tengah kekacauan, Raka masih mencoba mengatur napasnya setelah menggunakan kekuatan spiritualnya untuk melindungi pasukan loyalis. Namun, energinya hampir habis, dan ia merasa dirinya tidak lagi mampu melawan jika serangan baru datang. Dyah Sulastri berdiri di sampingnya, mata hijaunya penuh dengan kekhawatiran."Kau harus istirahat," bisik Dyah pelan. "Kekuatanmu sudah mencapai batasnya."Raka menggeleng lemah. "Aku tidak bisa berhenti sekarang. Jika aku berhenti, kita semua akan mati."Sebelum mereka sempat melanjutkan percakapan, sebuah suara raungan keras memenuhi udara. Sebuah Genderuwo raksasa muncul dari

  • Perjalanan Waktu Sang Penjelajah Takdir   BAB 207: RAKA MENGGUNAKAN KEKUATANNYA

    Pertempuran di luar istana telah berubah menjadi badai kehancuran. Pasukan bayangan Ki Jagabaya yang dipersenjatai dengan senjata mistis dan sihir hitam terus menggempur pertahanan kerajaan. Makhluk-makhluk gaib seperti Banaspati, Buto Ijo, dan Genderuwo juga turut berperang, masing-masing memilih pihak mereka. Di tengah kekacauan itu, Raka berdiri di garis depan, masih mencoba memahami situasi yang semakin tak terkendali. Angin malam membawa aroma belerang yang menusuk, sementara cahaya bulan redup tertutup awan kelabu. Suara gema tombak dan pedang bergesekan dengan energi spiritual memenuhi udara. Raka merasakan tubuhnya bergetar hebat. Dalam beberapa hari terakhir, ia mulai menyadari bahwa ada sesuatu yang aneh terjadi padanya. Sejak ritual gaib yang dipimpin Dyah Sulastri di bab sebelumnya, ia merasakan aliran energi aneh di dalam dirinya—seperti gelombang panas yang melingkupi seluruh tubuhnya. Awalnya, ia mengabaikannya sebagai efek sam

  • Perjalanan Waktu Sang Penjelajah Takdir   BAB 206: PERTEMPURAN DIMULAI

    Fajar baru saja menyingsing, namun langit di atas istana Gilingwesi sudah dipenuhi oleh awan kelabu yang bergulung-gulung bak ombak lautan. Udara terasa berat, seolah-olah seluruh alam sedang menahan napas. Di luar dinding istana, pasukan loyalis dan makhluk gaib telah berkumpul dalam formasi rapi, siap untuk menghadapi ancaman besar yang kini bergerak mendekat. Dari kejauhan, gema langkah kaki pasukan bayangan Ki Jagabaya dan pasukan asing mulai terdengar. Mereka bergerak cepat seperti badai yang tak terbendung, membawa aura gelap yang mencekam. Mata mereka berkilau merah dalam cahaya pagi yang temaram, sementara senjata mereka berkilau tajam, memantulkan sinar matahari yang lemah. Raka berdiri di garis depan bersama Dyah Sulastri dan Arya Kertajaya, meskipun kondisi Arya masih lemah setelah luka parah yang ia alami. Wajah Raka penuh tekad, matanya bersinar biru kehijauan, mencerminkan kekuatan spirit

  • Perjalanan Waktu Sang Penjelajah Takdir   BAB 205: KLIMAKS AWAL PERANG BESAR

    Pagi mulai menyingsing, dan cahaya matahari yang lembut menembus kabut tipis di sekitar istana Gilingwesi. Di luar dinding istana, pasukan loyalis berkumpul dalam formasi yang rapi, bersiap untuk menghadapi ancaman besar yang akan datang. Para prajurit memeriksa senjata mereka, sementara para tabib dan dukun spiritual mempersiapkan ramuan serta mantra untuk mendukung pasukan. Namun, bukan hanya manusia yang hadir di medan perang ini. Makhluk-makhluk gaib juga turut berkumpul, masing-masing dengan kekuatan unik mereka. Banaspati, roh api yang melindungi kerajaan, berdiri di barisan depan dengan tubuhnya yang bercahaya merah menyala. Buto Ijo, penjaga candi yang perkasa, berdiri tegak di sisi lain, siap untuk melindungi tanah kerajaan dari musuh-musuh yang mencoba menyerang. Genderuwo, makhluk bayangan yang biasanya menghindari manusia, kini bergerak di antara pasukan, menggunakan kemampuannya untuk menyusup ke barisan musuh.

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status