Beranda / Fantasi / Cermin Kala: Perjalanan Takdir / BAB 70: KEPUTUSAN UNTUK KEMBALI KE ISTANA

Share

BAB 70: KEPUTUSAN UNTUK KEMBALI KE ISTANA

Penulis: Arjuna Wiraguna
last update Terakhir Diperbarui: 2025-02-23 12:00:58

BAB 70: KEPUTUSAN UNTUK KEMBALI KE ISTANA


Hutan Mistis yang Terluka

Setelah pertempuran besar di hutan mistis, suasana menjadi sunyi. Kabut hitam yang diciptakan penyihir gelap mulai menipis, memperlihatkan kehancuran yang ditinggalkan. Pohon-pohon raksasa hangus oleh api Banaspati, tanah retak akibat energi hitam, dan sungai suci mulai keruh. Naga Niskala masih melingkarkan tubuhnya di sekitar sungai, matanya bersinar dengan kekhawatiran mendalam.

Raka, Dyah Sulastri, Arya Kertajaya, dan Ksatria Wibawa (mantan Buto Ijo) berkumpul di tepi sungai, mencoba memulihkan tenaga mereka. Luka-luka fisik dan mental dari pertempuran masih terasa, tetapi ketegangan belum sepenuhnya hilang. Penyihir gelap mungkin sudah melarikan diri, tetapi ancamannya

Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Cermin Kala: Perjalanan Takdir   BAB 71: KEMBALI KE ISTANA

    BAB 71: KEMBALI KE ISTANASuasana Istana yang BerubahSetelah perjalanan panjang dan melelahkan dari hutan mistis, Raka, Dyah Sulastri, Arya Kertajaya, dan Ksatria Wibawa akhirnya tiba di istana. Namun, suasana yang menyambut mereka sangat berbeda dari apa yang mereka tinggalkan sebelumnya. Istana yang dulunya penuh kehangatan dan harmoni kini terasa dingin dan tegang. Para prajurit yang berjaga di pintu gerbang tampak lebih waspada, dengan mata yang terus mengamati setiap gerakan. Bendera kerajaan berkibar lemah di angin, seolah-olah kehilangan semangatnya.Udara di halaman istana terasa lebih berat, seolah-olah energi gelap telah meresap ke dalam setiap sudut bangunan. Pepohonan di taman istana yang biasanya hijau subur kini tampak layu, d

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-23
  • Cermin Kala: Perjalanan Takdir   BAB 1: EKSPEDISI DI HUTAN MISTIS

    BAB 1: EKSPEDISI DI HUTAN MISTISMatahari pagi seharusnya sudah bersinar terang, namun ketika Raka dan tim arkeolognya memasuki hutan lebat di Jawa Tengah, cahayanya tampak enggan menembus dedaunan yang rapat. Udara di sini berbeda—lebih dingin, lebih berat, seolah menyimpan rahasia-rahasia yang tak ingin dibagikan kepada pendatang. Suara alam yang biasanya ramai dengan kicauan burung atau derik serangga justru terdengar sunyi, hanya sesekali terdengar desiran angin yang meliuk-liuk di antara pepohonan tua.Raka menghentikan langkahnya sesaat, tangannya meraih buku catatan lapangan dari tas punggungnya. Ia mencatat beberapa hal penting tentang kondisi lingkungan sekitar: kelembapan tinggi, tanaman endemik yang jarang ditemui di tempat lain, serta jejak-jejak kuno yang samar di tanah. Timnya tersebar di belakangnya, masing-masing fokus pada tugas mereka sendiri. Ada Andini , ahli botani yang sedang mengambil sampel lumut; Budi , fotografer dokumentasi yang sibuk memotret setiap sudut h

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-01
  • Cermin Kala: Perjalanan Takdir   BAB 2: GUA TERSEMBUNYI

    BAB 2: GUA TERSEMBUNYIAir terjun kecil itu mengalir dengan gemericik halus, menyembunyikan celah gelap di baliknya. Raka dan tim berdiri di tepi kolam dangkal yang terbentuk oleh aliran air, memandang gua tersebut dengan campuran rasa penasaran dan waspada. Dinding gua dipenuhi ukiran kuno yang rumit—motif geometris, gambar dewa-dewi, serta simbol-simbol spiritual yang tampak asing bagi sebagian besar anggota tim."Inilah yang kita cari," kata Raka pelan, suaranya hampir tenggelam dalam gemuruh air terjun. Matanya menyipit saat ia memeriksa ukiran-ukiran itu lebih dekat. "Ini... tulisan Jawa Kuno. Sangat kuno.""Kuno bagaimana?" tanya Budi, fotografer tim, sambil mengarahkan kameranya ke dinding gua. Lensa kameranya berkilat menangkap cahaya redup dari luar gua."Bukan hanya kuno," jawab Raka, tangannya menyentuh salah satu ukiran dengan hati-hati. "Ini berasal dari zaman pra-Majapahit, mungkin bahkan lebih tua. Tidak banyak catatan tentang periode ini."Andini, ahli botani, mendekat

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-02
  • Cermin Kala: Perjalanan Takdir   BAB 3: CERMIN PERUNGGU

    BAB 3: CERMIN PERUNGGURaka terbaring di tanah gua, napasnya tersengal-sengal setelah ledakan cahaya yang menyilaukan itu. Tubuhnya terasa seperti baru saja melewati badai magnetik—setiap syaraf dalam tubuhnya berdenyut, seolah masih bergulat dengan energi yang tak terlihat. Cahaya yang membutakan perlahan memudar, meninggalkan kegelapan yang pekat. Namun, meskipun matanya buta sementara oleh cahaya tadi, ia bisa merasakan bahwa sesuatu di ruangan itu telah berubah."Cermin itu..." gumamnya pelan, suaranya terdengar asing bahkan bagi dirinya sendiri.Ia mencoba bangkit, lututnya gemetar saat ia berdiri. Senter yang ia bawa jatuh entah ke mana, tetapi cahaya samar dari cermin perunggu kuno itu cukup untuk menerangi ruangan. Permukaannya masih berdenyut lembut, seperti detak jantung yang lambat dan teratur. Raka menatap artefak itu dengan campuran rasa penasaran dan ketakutan. Ia tidak pernah melihat benda seperti ini sebelumnya—bukan hanya karena ukiran dewa-dewi dan simbol-simbol mist

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-02
  • Cermin Kala: Perjalanan Takdir   BAB 4: KEPUTUSAN FATAL

    BAB 4: KEPUTUSAN FATALCahaya putih yang menyilaukan itu datang tanpa peringatan. Begitu jari Raka menyentuh permukaan cermin perunggu, energi yang terpendam di dalam artefak itu meledak dengan kekuatan yang tak terbayangkan. Cahaya itu bukan sekadar cahaya biasa—ia hidup, berdenyut seperti nadi raksasa yang memenuhi seluruh ruangan gua. Raka merasakan tubuhnya seperti ditarik ke dalam pusaran waktu, seolah gravitasi alam semesta tiba-tiba runtuh dan hanya ada satu arah: ke dalam."RAKA!" teriak Andini, suaranya nyaris tenggelam dalam gemuruh angin kencang yang tiba-tiba bertiup dari dalam cermin. Angin itu dingin menusuk tulang, membawa aroma tanah basah dan dupa yang aneh. Ia mencoba menahan lengan Raka, tapi tarikan energi dari cermin terlalu kuat. Tubuh Raka terangkat beberapa sentimeter dari tanah, matanya terpejam erat seolah berusaha melawan sensasi yang menghancurkan akal sehatnya.Agus berteriak panik, mencoba meraih tangan Raka, tetapi angin kencang yang berputar di sekitar

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-02
  • Cermin Kala: Perjalanan Takdir   BAB 5: HILANGNYA RAKA

    BAB 5: HILANGNYA RAKAKeheningan yang menyesakkan menyelimuti gua setelah cahaya menyilaukan itu memudar. Andini dan Agus masih terdiam, tubuh mereka gemetar karena ketakutan dan kelelahan. Udara di dalam gua semakin berat, seolah gravitasi sendiri telah berubah. Mereka mencoba mengatur napas, tetapi rasa takut akan apa yang baru saja terjadi membuat jantung mereka berdebar kencang."Raka..." bisik Andini pelan, suaranya penuh ketidakpercayaan. Matanya tertuju pada altar batu yang kosong—cermin perunggu itu tampak mati, tidak lagi berdenyut seperti sebelumnya. "Dia... dia benar-benar hilang."Agus tidak menjawab. Ia hanya menatap altar dengan mata kosong, pikirannya berusaha mencerna apa yang baru saja terjadi. Tubuhnya masih lemah akibat ledakan energi dari cermin, tetapi ia tahu bahwa mereka tidak punya waktu untuk terpaku. Gua ini tidak aman—tanah di bawah kaki mereka retak-retak, dan suara gemuruh dari langit-langit mulai terdengar lagi."Kita harus keluar dari sini," kata Agus ak

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-03
  • Cermin Kala: Perjalanan Takdir   BAB 6: DUNIA BARU

    BAB 6: DUNIA BARURaka membuka matanya perlahan, kepalanya terasa berat seolah baru saja melewati badai magnetik. Ia mencoba duduk, tetapi tubuhnya masih lemah, seperti habis berlari maraton tanpa henti. Cahaya matahari yang menembus dedaunan di atasnya membuatnya menyipitkan mata. Napasnya tersengal-sengal, dan ia menyadari bahwa ia tidak lagi berada di gua—atau bahkan di tempat yang sama dengan timnya."Di mana aku?" gumamnya pelan, suaranya nyaris tak terdengar di antara desiran angin yang meliuk-liuk di antara pepohonan.Ia berusaha mengingat apa yang terjadi sebelumnya. Gambar-gambar kilat muncul di benaknya—cermin perunggu, cahaya menyilaukan, angin kencang, dan suara misterius yang memanggil namanya. Namun, ingatan itu kabur, seperti mimpi yang sulit dipegang erat. Yang jelas, ia tahu satu hal: ia tidak lagi berada di dunia modern.Raka meraba-raba tas punggungnya, mencari ponsel atau alat GPS-nya. Tapi ketika ia menyalakan ponselnya, layar hanya menampilkan kegelapan total. Te

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-03
  • Cermin Kala: Perjalanan Takdir   BAB 7: PERTEMUAN DENGAN PRAJURIT

    BAB 7: PERTEMUAN DENGAN PRAJURITRaka melanjutkan perjalanannya dengan langkah hati-hati, berusaha mengikuti arah yang ditunjuk oleh anak kecil tadi. Pepohonan tinggi di sekitarnya semakin rapat, dan udara terasa semakin dingin meskipun matahari masih bersinar di atas kepala. Suara alam—desiran angin, gemericik air, dan kicau burung—menciptakan harmoni yang menenangkan, tetapi Raka tidak bisa sepenuhnya merasa aman. Perasaan bahwa ia sedang diikuti semakin kuat, seolah ada banyak pasang mata yang mengamati setiap gerakannya dari balik bayang-bayang pepohonan.Tiba-tiba, suara derap langkah kaki terdengar dari kejauhan. Langkah-langkah itu cepat dan teratur, seperti milik orang-orang yang terlatih. Raka berhenti sejenak, tubuhnya membeku. Ia mencoba bersembunyi di balik pohon besar, berharap tidak terlihat. Namun, suara itu semakin dekat, dan tak lama kemudian, sekelompok prajurit muncul dari balik pepohonan.Prajurit-prajurit itu mengenakan pakaian kuno—baju besi ringan yang terbuat d

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-03

Bab terbaru

  • Cermin Kala: Perjalanan Takdir   BAB 71: KEMBALI KE ISTANA

    BAB 71: KEMBALI KE ISTANASuasana Istana yang BerubahSetelah perjalanan panjang dan melelahkan dari hutan mistis, Raka, Dyah Sulastri, Arya Kertajaya, dan Ksatria Wibawa akhirnya tiba di istana. Namun, suasana yang menyambut mereka sangat berbeda dari apa yang mereka tinggalkan sebelumnya. Istana yang dulunya penuh kehangatan dan harmoni kini terasa dingin dan tegang. Para prajurit yang berjaga di pintu gerbang tampak lebih waspada, dengan mata yang terus mengamati setiap gerakan. Bendera kerajaan berkibar lemah di angin, seolah-olah kehilangan semangatnya.Udara di halaman istana terasa lebih berat, seolah-olah energi gelap telah meresap ke dalam setiap sudut bangunan. Pepohonan di taman istana yang biasanya hijau subur kini tampak layu, d

  • Cermin Kala: Perjalanan Takdir   BAB 70: KEPUTUSAN UNTUK KEMBALI KE ISTANA

    BAB 70: KEPUTUSAN UNTUK KEMBALI KE ISTANAHutan Mistis yang TerlukaSetelah pertempuran besar di hutan mistis, suasana menjadi sunyi. Kabut hitam yang diciptakan penyihir gelap mulai menipis, memperlihatkan kehancuran yang ditinggalkan. Pohon-pohon raksasa hangus oleh api Banaspati, tanah retak akibat energi hitam, dan sungai suci mulai keruh. Naga Niskala masih melingkarkan tubuhnya di sekitar sungai, matanya bersinar dengan kekhawatiran mendalam.Raka, Dyah Sulastri, Arya Kertajaya, dan Ksatria Wibawa (mantan Buto Ijo) berkumpul di tepi sungai, mencoba memulihkan tenaga mereka. Luka-luka fisik dan mental dari pertempuran masih terasa, tetapi ketegangan belum sepenuhnya hilang. Penyihir gelap mungkin sudah melarikan diri, tetapi ancamannya

  • Cermin Kala: Perjalanan Takdir   BAB 69: PENYIHIR GELAP TERLUKA

    BAB 69: PENYIHIR GELAP TERLUKAPuncak PertempuranPertempuran di hutan mistis mencapai puncaknya. Kabut tebal yang sebelumnya menyelimuti hutan mulai menipis, memperlihatkan kehancuran besar di sekitar mereka. Pohon-pohon raksasa terbakar oleh api Banaspati, sementara Genderuwo terus bergerak cepat di antara bayang-bayang, membantai prajurit asing yang tersisa. Naga Niskala melingkarkan tubuhnya di sungai suci, matanya bersinar tajam saat ia menjaga agar air tetap murni dari cemaran energi hitam.Raka, Dyah Sulastri, Arya Kertajaya, dan Ksatria Wibawa (mantan Buto Ijo) berdiri di garis depan, menghadapi penyihir gelap yang kini tampak semakin marah. Penyihir itu mengangkat tongkatnya tinggi-tinggi, menciptakan badai energi hitam yang menghan

  • Cermin Kala: Perjalanan Takdir   BAB 68: PERTEMPURAN DI HUTAN MISTIS

    BAB 68: PERTEMPURAN DI HUTAN MISTISSuasana Memanas di Hutan MistisPertempuran besar pecah di hutan mistis. Udara dipenuhi dengan aroma tanah basah, asap, dan energi gaib yang menyengat. Kabut tebal yang sebelumnya menyelimuti hutan kini mulai menipis, memperlihatkan pemandangan mengerikan: prajurit-prajurit asing bersenjata lengkap bergerak cepat, sementara penyihir gelap mengangkat tongkatnya tinggi-tinggi, menciptakan badai energi hitam yang merusak segala sesuatu di sekitarnya.Raka, Dyah Sulastri, Arya Kertajaya, dan Ksatria Wibawa (mantan Buto Ijo) berdiri di garis depan, siap untuk melawan pasukan musuh. Di belakang mereka, makhluk-makhluk gaib seperti Banaspati, Genderuwo, dan Naga Niskala mulai muncul, bergabung dalam pertempuran ini.Naga Niskala melin

  • Cermin Kala: Perjalanan Takdir   BAB 67: PASUKAN ASING MENYERANG HUTAN

    BAB 67: PASUKAN ASING MENYERANG HUTANSuasana Tegang di Hutan MistisPagi mulai menyingsing, namun hutan mistis masih diselimuti kabut tebal yang membuat pandangan menjadi terbatas. Raka, Dyah Sulastri, Arya Kertajaya, dan Ksatria Wibawa (mantan Buto Ijo) sedang beristirahat setelah malam yang penuh ketegangan. Api unggun kecil telah padam, meninggalkan jejak-jejak abu di tanah.Tiba-tiba, suara gemerisik dedaunan terdengar dari kejauhan. Udara dingin yang tadinya tenang kini dipenuhi dengan aroma logam dan kegelapan—pertanda bahwa sesuatu yang tidak wajar sedang mendekat. Genderuwo muncul di pinggir hutan, wajahnya muram seperti biasa. "Mereka datang," katanya dengan suara rendah. "Pasukan asing... dan penyihir gelap."

  • Cermin Kala: Perjalanan Takdir   BAB 66: ARYA KERTAJAYA MENYATAKAN CINTANYA

    BAB 66: ARYA KERTAJAYA MENYATAKAN CINTANYASuasana Hening di Tepi SungaiSetelah pertemuan dengan Naga Niskala, suasana hutan mistis kembali tenang. Raka, Dyah Sulastri, Arya Kertajaya, dan Ksatria Wibawa duduk di tepi sungai suci, mencoba mencerna pesan penting yang baru saja mereka terima. Api unggun kecil telah dinyalakan untuk menghangatkan tubuh mereka dari udara dingin malam itu.Cahaya bulan yang lembut memantul di permukaan sungai, menciptakan kilauan biru keperakan yang menenangkan. Namun, ketenangan ini hanya ilusi. Udara dingin berhembus kencang, membawa aroma segar dari sungai suci yang berada tidak jauh dari sana. Kabut tipis mulai merayap di antara pepohonan, seolah menyelimuti mereka dalam misteri.

  • Cermin Kala: Perjalanan Takdir   BAB 65: NAGA NISKALA MENGIRIM PESAN

    BAB 65: NAGA NISKALA MENGIRIM PESANKemunculan Naga NiskalaSetelah kepergian Genderuwo dan redupnya api unggun, suasana hutan mistis menjadi semakin tenang. Namun, ketenangan ini tidak berlangsung lama. Dari arah sungai suci yang mengalir di tepi hutan, muncul cahaya biru kehijauan yang lembut. Air sungai mulai bergolak meskipun tidak ada angin atau aliran deras, dan dari kedalaman air itu, sosok besar Naga Niskala muncul.Tubuhnya yang bersisik biru keperakan memantulkan cahaya bulan yang samar, sementara matanya yang bersinar tajam menatap langsung ke arah Raka. Suara gemuruh halus terdengar dari sungai, seolah-olah alam itu sendiri sedang menyambut kemunculan makhluk gaib ini."Kalian telah melakukan

  • Cermin Kala: Perjalanan Takdir   BAB 64: BUTO IJO BEBAS

    BAB 64: BUTO IJO BEBAS Transformasi Buto IjoCahaya biru keperakan dari Kristal Niskala perlahan memudar, meninggalkan jejak-jejak energi spiritual yang masih berdenyut di udara. Tubuh besar dan hijau Buto Ijo mulai berubah, menghilang seperti kabut yang tersapu angin. Dalam sekejap, sosok itu bertransformasi menjadi seorang ksatria kuno dengan senjata lengkap—pedang panjang yang bersinar redup di bawah cahaya api unggun.Raka, Dyah Sulastri, dan Arya Kertajaya terdiam, menatap sosok baru ini dengan campuran rasa takjub dan waspada. Wajah ksatria itu tampak gagah namun penuh kesedihan, matanya mencerminkan beban berat yang telah ia tanggung selama berabad-abad."Terima kasih," kata Ksatria Wibawa&

  • Cermin Kala: Perjalanan Takdir   BAB 63: RITUAL PEMBEBASAN

    BAB 63: RITUAL PEMBEBASAN Persiapan Ritual di Hutan MistisMalam semakin larut, dan hutan mistis yang biasanya tenang kini dipenuhi dengan energi spiritual yang luar biasa. Udara dingin menyelimuti setiap sudut, sementara kabut tebal mulai merayap di antara pepohonan raksasa. Di tengah hutan, sebuah altar batu kuno telah disiapkan untuk ritual pembebasan Buto Ijo. Api unggun kecil berkedip-kedip di sekitar altar, memberikan cahaya lembut yang memantulkan bayangan-bayangan aneh di dinding pepohonan. Raka, Dyah Sulastri, dan Arya Kertajaya berdiri di sekitar altar, masing-masing dengan perasaan tegang dan penuh harap. Di belakang mereka, sosok besar Buto Ijo—masih dalam wujud makhluk mitologi—menatap altar dengan mata penuh kerinduan. Ia tampak seperti makhluk yang sudah lama menunggu momen ini.

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status