Lahat ng Kabanata ng Perjalanan Waktu Sang Penjelajah Takdir: Kabanata 31 - Kabanata 40

206 Kabanata

BAB 31: RITUAL GAIB

Malam itu, suasana di istana Gilingwesi begitu tegang. Di halaman dalam istana, sebuah lingkaran besar telah digambar dengan kapur putih di atas tanah, dikelilingi oleh lilin-lilin yang menyala dengan api biru kehijauan. Udara terasa berat, seolah-olah dipenuhi oleh energi gaib yang tak terlihat. Para pendeta kerajaan berdiri di sekitar lingkaran, mengenakan jubah panjang berwarna merah dan hitam, sambil membawa genta kecil dan tongkat kayu bertatahkan simbol-simbol kuno. Mereka mulai melantunkan mantra-mantra dalam bahasa yang asing, suaranya bergema seperti guntur di udara malam.Di tengah lingkaran, Raka berdiri bersama Dyah Sulastri. Wajah mereka tampak tegang, namun penuh tekad. Rakai Wisesa, raja kerajaan, berdiri di tepi lingkaran, matanya penuh harap namun juga waspada. Ritual ini adalah upaya terakhir untuk menenangkan roh-roh yang marah—roh-roh yang diyakini menjadi penyebab semua ketegangan dan ancaman yang menghantui kerajaan."Kita harus memulai ritual ini dengan hati yang
last updateHuling Na-update : 2025-02-13
Magbasa pa

BAB 32: CINTA TERLARANG

Malam itu, suasana di istana Gilingwesi begitu tenang. Di taman dalam istana yang dikelilingi oleh pepohonan beringin raksasa dan bunga melati yang harum, Raka dan Dyah Sulastri duduk berdampingan di bawah sinar bulan purnama. Cahaya lembut itu menyelimuti mereka, menciptakan atmosfer yang damai namun penuh ketegangan. Mereka baru saja selesai membicarakan visi yang dilihat Raka selama ritual gaib—tragedi masa lalu yang menjadi akar dari kutukan kerajaan. Namun, ada sesuatu yang lebih mendalam yang mengganggu pikiran mereka berdua: hubungan mereka yang semakin dekat, tetapi bertentangan dengan takdir kerajaan.Dyah menundukkan wajahnya, matanya penuh konflik batin. Ia tahu bahwa perasaannya terhadap Raka tidak bisa diabaikan, tetapi ia juga sadar bahwa cinta mereka adalah ancaman bagi stabilitas kerajaan. Sebagai ratu suci, ia memiliki tanggung jawab besar untuk menjaga keseimbangan spiritual kerajaan. Hubungan dengan "Orang dari Kala Lain" seperti Raka bisa memperburuk kutukan yang su
last updateHuling Na-update : 2025-02-17
Magbasa pa

BAB 33: ARYA KERTAJAYA MULAI SIMPATI

Matahari mulai tenggelam di balik gunungan yang mengelilingi istana Gilingwesi, menciptakan siluet keemasan di langit. Arya Kertajaya berdiri di tepi halaman dalam istana, tangannya terlipat di depan dada sementara ia menatap ke arah taman tempat Raka dan Dyah Sulastri sering bertemu. Ia masih merasakan kemarahan mendalam setiap kali melihat mereka bersama, tetapi ada sesuatu yang mulai mengganggu pikirannya—keraguan.Sejak pertemuan tegang malam itu ketika ia memergoki Raka dan Dyah di bawah sinar bulan, Arya tidak bisa berhenti memikirkan kata-kata Raka: "Ini bukan urusanmu, Arya. Aku tidak berniat menyakiti siapa pun, apalagi Dyah." Awalnya, Arya mengabaikan pernyataan itu sebagai omong kosong belaka. Namun, semakin ia memikirkannya, semakin ia merasa bahwa mungkin ada lebih dari sekadar permukaan pada pemuda asing itu.Saat ia berjalan menyusuri koridor istana menuju ruang latihan pedang, Arya bertemu dengan salah satu prajurit kerajaan, seorang pria tua bernama Ki Suryawijaya, yan
last updateHuling Na-update : 2025-02-17
Magbasa pa

BAB 34: PORTAL WAKTU RUSAK

Malam itu, suasana di istana Gilingwesi begitu sunyi. Hanya suara angin yang berbisik di antara pepohonan beringin tua dan cahaya obor-obor yang berkedip-kedip di sepanjang koridor yang memecah keheningan. Raka, yang merasa gelisah setelah ritual gaib beberapa hari lalu, memutuskan untuk menyelidiki lebih dalam tentang misteri kerajaan ini. Ia tahu bahwa ada sesuatu yang belum terungkap—sesuatu yang mungkin bisa menjawab pertanyaan tentang identitasnya dan perannya sebagai "Orang dari Kala Lain."Setelah mendengar cerita dari Resi Agung Darmaja tentang artefak-artefak kuno yang tersimpan di ruang bawah tanah istana, Raka memutuskan untuk mengeksplorasi tempat itu sendirian. Ruang bawah tanah adalah area yang jarang dikunjungi, bahkan oleh para prajurit kerajaan. Hanya sedikit orang yang tahu apa yang tersimpan di sana, dan Raka merasa bahwa inilah kesempatannya untuk mencari jawaban.Raka membawa sebuah lampu minyak kecil untuk menerangi jalan. Udara di ruang bawah tanah dingin dan lem
last updateHuling Na-update : 2025-02-17
Magbasa pa

BAB 35: ANCAMAN BARU

Matahari terbit di cakrawala, menyinari istana Gilingwesi dengan cahaya keemasan yang lembut. Namun, suasana di dalam istana tidak sesenang pemandangan luar. Udara dipenuhi oleh ketegangan yang semakin tebal, seolah-olah awan kelabu menggantung di atas kepala setiap orang. Berita tentang pasukan asing yang mendekati perbatasan kerajaan telah menyebar seperti api, menciptakan rasa panik di antara para prajurit dan penduduk istana.Rakai Wisesa duduk di singgasana emasnya, wajahnya muram namun penuh tekad. Di sekitarnya, para penasihat kerajaan berdiri dengan ekspresi khawatir. Arya Kertajaya, Dyah Sulastri, Resi Agung Darmaja, dan beberapa pemimpin militer lainnya hadir di ruang singgasana untuk membahas strategi pertahanan. Raka juga berada di sana, meskipun posisinya masih ambigu—sebagian orang memandangnya sebagai harapan, sementara yang lain melihatnya sebagai ancaman potensial."Sebuah pasukan besar sedang mendekati perbatasan kita," kata Ki Suryawijaya, salah satu jenderal senior
last updateHuling Na-update : 2025-02-17
Magbasa pa

BAB 36: PASUKAN ASING MENDEKAT

Langit di atas Kerajaan Gilingwesi tampak muram, seolah-olah alam sendiri menahan napas menjelang badai besar. Udara yang biasanya dipenuhi dengan suara burung dan gemerisik dedaunan kini terasa berat, membawa firasat buruk bagi seluruh penghuni istana. Kabar tentang kedatangan pasukan asing telah sampai ke telinga Rakai Wisesa melalui para mata-mata yang tersebar di perbatasan hutan lebat. Mereka bukan sekadar musuh biasa—mereka adalah pasukan yang dipimpin oleh penyihir gelap, seseorang yang dikenal memiliki ilmu hitam tingkat tinggi.Di ruang sidang utama istana, suasana tegang menyelimuti setiap sudut. Lilin-lilin besar yang biasanya memberikan cahaya hangat tiba-tiba berkedip-kedip pelan, seakan merasakan ketegangan yang memuncak. Beberapa lilin bahkan padam sendiri, menciptakan bayangan panjang yang bergerak-gerak di dinding batu. Angin dingin yang tidak terlihat menyapu ruangan, membuat bulu kuduk semua orang meremang.Rakai Wisesa duduk di singgasananya, wajahnya tenang namun m
last updateHuling Na-update : 2025-02-17
Magbasa pa

BAB 37: PERSIAPAN PERANG

Matahari mulai terbit di cakrawala, menyelimuti istana Kerajaan Gilingwesi dengan cahaya keemasan yang redup. Namun, keindahan pagi itu tidak mampu menutupi ketegangan yang memenuhi udara. Suara genderang perang bergema dari lapangan latihan militer di luar istana, memecah kesunyian pagi. Arya Kertajaya berdiri di tengah lapangan, mengamati prajurit-prajuritnya dengan sorot mata tajam. Ia memegang pedang panjangnya erat-erat, sementara angin dingin menyapu rambutnya yang terikat rapi."Lebih cepat! Gerakan kalian masih terlalu lambat!" bentak Arya kepada barisan prajurit yang sedang berlatih formasi pertempuran. Suaranya keras dan penuh otoritas, memantul di dinding-dinding batu yang mengelilingi lapangan. Para prajurit bergerak dengan ritme cepat, mengayunkan senjata mereka dengan presisi yang hampir sempurna. Namun, Arya masih merasa ada yang kurang. Ia tahu bahwa pasukan asing yang mendekat bukanlah musuh biasa—mereka adalah pasukan yang dipimpin oleh penyihir gelap, dan ini bukan s
last updateHuling Na-update : 2025-02-17
Magbasa pa

BAB 38: PERJALANAN SPIRITUAL KE GUNUNG SUCI

Langit di atas Kerajaan Gilingwesi mulai menggelap saat matahari perlahan tenggelam di balik puncak-puncak pegunungan. Udara dingin menyelimuti istana, membawa aroma tanah basah dan dedaunan yang terbakar api unggun kecil di sekitar halaman. Di depan gerbang utama, rombongan kecil bersiap untuk berangkat menuju Gunung Suci, tempat yang dipercaya sebagai pusat energi spiritual kerajaan. Raka dan Dyah Sulastri berdiri di barisan depan, ditemani oleh beberapa prajurit pilihan serta Resi Agung Darmaja yang tampak misterius dengan tongkatnya yang berkilauan redup."Gunung Suci adalah tempat di mana dunia manusia bertemu dengan dunia gaib," ujar Resi Agung Darmaja dengan suara rendah namun penuh otoritas. "Di sana, kalian akan menemukan jawaban tentang takdir kalian—dan mungkin juga cara untuk menyelamatkan kerajaan ini." Matanya menyipit saat ia menatap Raka, seolah mencoba membaca sesuatu yang tersembunyi di dalam dirinya.Raka merasakan beban tanggung jawab semakin berat di pundaknya. Ia
last updateHuling Na-update : 2025-02-18
Magbasa pa

BAB 39: MAKHLUK MITOLOGI DI GUNUNG SUCI

Setelah berjam-jam mendaki melalui jalur yang semakin curam dan terjal, rombongan akhirnya tiba di kaki Gunung Suci. Udara di sini terasa lebih dingin dan berat, seolah gravitasi di tempat ini tidak sama dengan dunia biasa. Kabut tebal menyelimuti seluruh area, membuat pandangan mereka terbatas hanya beberapa meter ke depan. Suara-suara aneh mulai terdengar dari kejauhan—bisikan halus yang tak terdengar seperti berasal dari manusia, gemerisik dedaunan yang tidak disebabkan oleh angin, dan lolongan samar yang bergema di antara pepohonan.Resi Agung Darmaja berhenti sejenak, menatap kabut di depan mereka dengan sorot mata penuh perhitungan. "Kita sudah sampai di pintu masuk ke dunia gaib," katanya pelan, suaranya nyaris tersapu angin. "Namun, untuk bisa melewati ini, kita harus mendapatkan izin dari penjaga gerbang.""Penjaga gerbang?" tanya Raka, matanya menyipit mencoba melihat lebih jelas melalui kabut. Ia merasakan firasat aneh, seolah ada sesuatu yang mengamati mereka dari balik bay
last updateHuling Na-update : 2025-02-18
Magbasa pa

BAB 40: PENGLIHATAN TENTANG MASA LALU

Setelah melewati Genderuwo dan memasuki dunia gaib, rombongan tiba di puncak Gunung Suci. Tempat itu adalah dataran luas yang dikelilingi oleh batu-batu besar berukir simbol-simbol kuno. Udara di sini terasa lebih ringan, seolah mereka berada di antara dua dunia—dunia manusia dan dunia roh. Cahaya lembut berpendar dari batu-batu itu, menciptakan suasana magis yang menenangkan sekaligus mencekam.Resi Agung Darmaja menginstruksikan Raka dan Dyah untuk duduk di tengah lingkaran batu, sementara para prajurit berdiri menjaga di luar. "Kalian harus meditasi di sini," katanya dengan suara pelan namun tegas. "Ini adalah tempat di mana masa lalu, masa kini, dan masa depan bertemu. Kalian akan melihat kebenaran tentang takdir kalian."Raka dan Dyah saling bertukar pandang, wajah mereka penuh ketegangan. Mereka tahu bahwa ini bukan sekadar ritual biasa—ini adalah langkah penting untuk memahami peran mereka dalam konflik kerajaan ini."Jangan takut," kata Resi, matanya menyipit saat ia menatap Ra
last updateHuling Na-update : 2025-02-18
Magbasa pa
PREV
123456
...
21
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status