Lahat ng Kabanata ng Perjalanan Waktu Sang Penjelajah Takdir: Kabanata 21 - Kabanata 30

206 Kabanata

BAB 21: KUTUKAN KERAJAAN

Matahari terik menyengat tanah Gilingwesi yang kering dan retak. Udara panas membawa aroma debu dan tanah tandus, menciptakan suasana yang semakin menyesakkan bagi penduduk kerajaan. Di kejauhan, ladang-ladang yang dulunya subur kini tampak layu dan mati, sementara sungai-sungai yang pernah mengalir deras kini hanya meninggalkan aliran air yang keruh dan dangkal. Bau asap yang masih tersisa dari serangan malam sebelumnya bercampur dengan aroma tanah gersang, menciptakan rasa tidak nyaman yang sulit diabaikan. Semua ini adalah bukti nyata dari kutukan yang melingkupi kerajaan—sebuah kutukan yang tidak bisa diabaikan lagi.Raka berdiri di tepi salah satu ladang yang gersang, matanya memandangi pemandangan yang suram itu dengan rasa ngeri. Ia merasa seperti sedang menyaksikan akhir dari sebuah peradaban. Pikirannya dipenuhi oleh kata-kata Resi Agung Darmaja tentang ritual gelap yang mengundang kutukan dari dunia gaib. Namun, ada sesuatu yang lebih dalam yang membuatnya merasa terhubung d
last updateHuling Na-update : 2025-02-08
Magbasa pa

BAB 22: NAGA NISKALA BERBICARA

Matahari mulai tenggelam di balik pegunungan, menciptakan siluet lembut yang menyelimuti istana Gilingwesi. Cahaya senja yang hangat perlahan memudar, digantikan oleh bayang-bayang malam yang semakin pekat. Udara dingin mulai menyelimuti kerajaan, membawa aroma tanah basah dan dedaunan yang dibasahi embun. Suasana di istana masih tegang setelah serangan pasukan bayangan semalam, tetapi ada juga rasa kebersamaan yang tumbuh di antara para penghuni istana—terutama bagi mereka yang merasa terhubung oleh rasa saling melindungi.Raka berjalan sendirian menuju sungai suci, tempat ia pertama kali bertemu dengan Dyah Sulastri. Sungai itu tampak lebih tenang dari biasanya, airnya mengalir pelan dengan kilauan cahaya bulan yang memantul di permukaannya. Namun, ada sesuatu yang berbeda kali ini—seolah-olah sungai itu memiliki jiwa yang hidup, menunggu untuk berbicara. Bau asap yang masih tersisa dari serangan malam sebelumnya bercampur dengan aroma tanah basah, menciptakan rasa tidak nyaman yang
last updateHuling Na-update : 2025-02-08
Magbasa pa

BAB 23: ARYA KERTAJAYA MENYELIDIKI

Matahari mulai tenggelam di balik pegunungan, menciptakan siluet lembut yang menyelimuti istana Gilingwesi. Cahaya senja yang hangat perlahan memudar, digantikan oleh bayang-bayang malam yang semakin pekat. Udara dingin mulai menyelimuti kerajaan, membawa aroma tanah basah dan dedaunan yang dibasahi embun. Bau asap yang masih tersisa dari serangan malam sebelumnya bercampur dengan aroma tanah gersang, menciptakan rasa tidak nyaman bagi para penduduk istana. Suara tangisan keluarga korban terdengar samar-samar dari kejauhan, menambah beban emosional pada suasana yang sudah penuh ketegangan.Di salah satu ruangan terpencil di sayap utara istana, Arya Kertajaya duduk sendirian di balik meja kayu besar, matanya menatap selembar kertas papyrus yang dipenuhi coretan-coretan. Wajahnya tampak murung, alisnya berkerut dalam-dalam, seolah-olah beban berat ada di pundaknya. Ia telah menghabiskan sepanjang hari untuk menginterogasi para pelayan istana, mencari bukti bahwa Raka adalah mata-mata at
last updateHuling Na-update : 2025-02-08
Magbasa pa

BAB 24: DYAH SULASTRI MENGUNGKAP RAHASIA BESAR

Malam semakin larut, dan udara di istana Gilingwesi terasa semakin dingin. Bulan purnama bersinar redup di balik awan tipis, menciptakan bayang-bayang panjang yang menyelimuti halaman istana. Di kejauhan, suara angin berdesir lembut di antara dedaunan, membawa aroma tanah basah dan embun malam. Namun, suasana yang tenang ini tidak mampu meredakan ketegangan yang melingkupi hati Dyah Sulastri.Dyah duduk sendirian di tepi kolam kerajaan, matanya menatap air yang tenang dengan sorot mata penuh beban. Wajahnya tampak murung, seolah-olah ia sedang memikul beban yang jauh lebih besar daripada usianya. Ia tahu bahwa waktunya semakin dekat—ritual korban akan segera dilaksanakan, dan nasib kerajaan bergantung pada dirinya. Namun, ada sesuatu yang lebih dalam yang menghantui pikirannya—sebuah rahasia besar yang selama ini ia simpan rapat-rapat.Raka mendekati Dyah dengan langkah pelan, tak ingin mengganggu ketenangannya. Ia bisa merasakan aura kesedihan yang mengelilingi sang putri, dan itu me
last updateHuling Na-update : 2025-02-08
Magbasa pa

BAB 25: KONFLIK BATIN RAKA

Matahari mulai terbit di balik pegunungan, menciptakan siluet lembut yang menyelimuti istana Gilingwesi. Cahaya pagi yang hangat perlahan mengusir bayang-bayang malam, tetapi tidak mampu meredakan beban yang melingkupi hati Raka. Udara segar pagi itu membawa aroma tanah basah dan dedaunan yang dibasahi embun, namun bagi Raka, suasana itu terasa berat—seolah-olah seluruh kerajaan menekannya dengan rahasia-rahasia yang belum sepenuhnya ia pahami.Raka duduk sendirian di tepi kolam kerajaan, matanya menatap air yang tenang dengan sorot mata penuh pertanyaan. Di tangannya, ia memegang cermin perunggu kuno yang membawanya ke masa lalu. Retakan kecil di permukaannya tampak berkilauan dalam cahaya matahari, seolah-olah mencoba memberitahunya sesuatu. Namun, semakin ia memandangi cermin itu, semakin ia merasa bahwa ada rahasia besar yang disembunyikannya—rahasia yang mungkin bisa mengubah segalanya.Raka mengepalkan tangannya erat-erat, mencoba menahan amarah dan frustrasinya. Ia tahu bahwa ia
last updateHuling Na-update : 2025-02-08
Magbasa pa

BAB 26: RAMALAN LENGKAP

Malam itu, langit di atas Kerajaan Gilingwesi terlihat begitu gelap, seolah-olah bintang-bintang enggan menampakkan diri. Udara dingin menyelimuti seluruh istana, membawa aroma tanah basah dan dedaunan yang jatuh dari pepohonan kuno di halaman belakang. Raka duduk di sebuah ruangan kecil yang remang-remang, hanya diterangi oleh cahaya lilin yang berkedip-kedip lemah. Di depannya, Resi Agung Darmaja duduk dengan sikap tenang, wajahnya tertutup bayangan sehingga sulit dibaca.Di antara mereka terbentang gulungan papyrus tua yang tampak rapuh, seolah satu sentuhan saja bisa membuatnya hancur menjadi debu. Gulungan itu adalah transkrip lengkap ramalan kuno—ramalan yang telah mengguncang fondasi kerajaan ini sejak lama. Bau kemenyan dan dupa yang menyelimuti ruangan semakin memperkuat atmosfer spiritual yang melingkupi mereka."Orang dari Kala Lain," ujar Resi Agung Darmaja pelan, suaranya serak namun berat seperti gema dari zaman purba. Matanya yang tajam menatap Raka, seakan mencoba memba
last updateHuling Na-update : 2025-02-08
Magbasa pa

BAB 27: ARYA KERTAJAYA MENANTANG RAKA

Matahari baru saja mulai meninggi di langit, menyinari halaman luas di belakang istana Gilingwesi. Udara pagi yang segar membawa aroma tanah basah dan dedaunan hijau yang masih lembap oleh embun malam. Namun, ketenangan pagi itu segera terpecah saat suara logam beradu memenuhi udara—pedang kayu yang saling bertabrakan menciptakan bunyi nyaring yang memekakkan telinga. Di tengah lapangan latihan prajurit, dua sosok berdiri tegak—satu dengan pedang kayu di tangan, yang lain dengan tatapan dingin penuh determinasi.Arya Kertajaya, panglima perang kerajaan yang gagah perkasa, mengambil posisi siaga. Tubuhnya yang tinggi tegap dibalut oleh baju besi ringan, sementara pedang kayunya tampak kokoh di tangannya. Matanya yang tajam seperti elang menatap lurus ke arah Raka, pemuda dari masa depan yang kini menjadi pusat kontroversi di istana.Raka, meskipun tidak memiliki pengalaman bertarung formal, tetap berdiri tegak dengan pedang kayu yang diberikan padanya. Ia tahu bahwa ini bukan sekadar du
last updateHuling Na-update : 2025-02-08
Magbasa pa

BAB 28: DYAH SULASTRI MENGAJARKAN SPIRITUALITAS

Malam itu, suasana di istana Gilingwesi begitu tenang, seolah-olah alam pun ikut menahan napas. Di sebuah halaman dalam istana yang dikelilingi oleh pepohonan besar dan bunga melati yang harum, Dyah Sulastri duduk bersila di atas tikar anyaman pandan. Cahaya bulan purnama menyinari wajahnya yang anggun namun penuh keteguhan. Di hadapannya, Raka duduk dengan posisi yang kurang nyaman, mencoba meniru cara Dyah duduk bersila. Ia merasa sedikit canggung, tetapi ada rasa penasaran yang mendalam di matanya."Kita mulai dengan meditasi," kata Dyah pelan, suaranya lembut namun tegas. "Tutup matamu, tarik napas dalam-dalam, dan biarkan pikiranmu mengalir seperti air sungai."Raka mengikuti instruksi itu, meskipun awalnya ia merasa sulit untuk fokus. Pikirannya dipenuhi oleh berbagai pertanyaan—tentang ramalan kuno, tentang hubungannya dengan Dyah, tentang kerajaan ini yang semakin terjerat dalam misteri. Namun, perlahan-lahan, suara napasnya sendiri dan hembusan angin malam membantu menenangkan
last updateHuling Na-update : 2025-02-08
Magbasa pa

BAB 29: MAKHLUK MITOLOGI MUNCUL LAGI

Malam itu, suasana di istana Gilingwesi berubah menjadi tegang. Udara yang semula tenang kini dipenuhi dengan energi gaib yang tak terlihat namun dapat dirasakan oleh setiap orang yang berada di sekitar istana. Di tengah halaman dalam istana, Raka dan Dyah Sulastri sedang berdiri di bawah pohon beringin raksasa yang konon dihuni oleh roh-roh penjaga kerajaan. Cahaya bulan yang redup menembus dedaunan tebal, menciptakan pola bayangan yang bergerak-gerak seperti makhluk hidup.Tiba-tiba, angin dingin berhembus kencang, membuat dedaunan bergoyang liar meskipun tidak ada tanda-tanda badai. Api obor yang tersebar di sekitar halaman mulai berkedip-kedip, seolah-olah kekuatan besar sedang mengganggu elemen-elemen alam. Bau asap dari api obor yang berkedip-kedip menambah atmosfer misterius malam itu. Dyah menoleh ke arah Raka dengan ekspresi waspada. "Ada yang mendekat," katanya pelan, suaranya penuh ketegangan.Raka merasakan bulu kuduknya berdiri. Ia tidak perlu diberitahu dua kali untuk men
last updateHuling Na-update : 2025-02-09
Magbasa pa

BAB 30: INTRIK KI JAGABAYA

Malam itu, suasana di istana Gilingwesi tampak tenang di permukaan, namun di balik bayang-bayang yang menyelimuti sudut-sudut kerajaan, ada sesuatu yang gelap dan berbahaya sedang bergerak. Di sebuah hutan kecil di luar perbatasan istana, Ki Jagabaya berdiri di bawah sinar bulan purnama yang redup, dikelilingi oleh pasukan bayangan—makhluk-makhluk gaib yang sebelumnya menyerang istana. Mereka adalah prajurit tanpa wujud nyata, hanya siluet hitam dengan mata merah menyala, mencerminkan kekuatan jahat yang mereka layani.Ki Jagabaya, yang biasanya tampak tenang dan terkendali, kini memancarkan aura dingin yang mengintimidasi. Ia mengenakan jubah panjang berwarna hitam dengan sulaman simbol-simbol kuno di tepinya, tanda bahwa ia bukan sekadar penasihat kerajaan biasa. Dengan suara rendah namun tegas, ia memberikan instruksi kepada para makhluk bayangan."Kalian telah gagal dalam serangan pertama," katanya, nada suaranya tidak meninggalkan ruang untuk bantahan. "Namun, kali ini kita tidak
last updateHuling Na-update : 2025-02-11
Magbasa pa
PREV
123456
...
21
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status