All Chapters of Perjalanan Waktu Sang Penjelajah Takdir: Chapter 91 - Chapter 100

214 Chapters

BAB 90: KEPUTUSAN AKHIR

Raka berdiri di depan portal waktu yang masih aktif, cahaya biru keperakan dari cermin perunggu memancarkan aura mistis yang mendalam. Udara dingin menyelimuti ruangan, dipenuhi aroma dupa dan lilin yang semakin kuat, menciptakan suasana magis yang menekan. Suara angin malam terus berdesir pelan, membawa bisikan-bisikan gaib seolah mencoba memberinya jawaban atas dilema yang menghantui pikirannya.Matanya tertuju pada portal waktu, tetapi pikirannya melayang jauh. Ia memikirkan semua yang telah terjadi sejak ia tiba di Kerajaan Gilingwesi—pertemuannya dengan Dyah Sulastri, pertempuran besar melawan penyihir gelap, intrik politik di istana, hingga nasihat Resi Agung Darmaja dan permohonan Arya Kertajaya serta Rakai Wisesa. Semua momen itu berputar dalam benaknya seperti roda takdir yang tidak bisa dihentikan."Apa yang harus kulakukan?" gumam Raka pelan, suaranya penuh keraguan. "Aku ingin kembali ke masa depan... tapi aku juga tidak bisa meninggalkan Dyah... atau kerajaan ini."Ia menu
last updateLast Updated : 2025-02-28
Read more

BAB 91: MENUTUP PORTAL WAKTU

Raka berdiri di depan portal waktu yang masih aktif, cahaya biru keperakan dari cermin perunggu terus memancar dengan intensitas yang tak tergoyahkan. Udara di ruangan itu semakin dingin, dipenuhi aroma dupa dan lilin yang menyengat, menciptakan suasana mistis yang menekan. Suara angin malam berdesir pelan, membawa bisikan-bisikan gaib yang seolah-olah mencoba memberinya jawaban atas dilema yang menghantui pikirannya.Ia menutup mata sejenak, merasakan aliran energi spiritual yang telah tumbuh dalam dirinya sejak pertempuran besar melawan penyihir gelap. Kekuatan ini bukan hanya miliknya—ia menyadari bahwa itu adalah bagian dari warisan kerajaan Gilingwesi, hadiah dari para leluhur yang telah lama menjaga tanah ini. Dengan napas dalam-dalam, ia mulai mengulurkan tangannya ke arah portal, merasakan getaran magis yang bergemuruh di ujung jari-jarinya."Maafkan aku," gumam Raka pelan, suaranya penuh rasa hormat namun juga penyesalan. "Aku tidak bisa meninggalkan mereka."Perlahan-lahan, i
last updateLast Updated : 2025-02-28
Read more

BAB 92: DYAH SULASTRI MULAI PULIH

Cahaya matahari pagi yang lembut menyusup melalui celah-celah jendela kayu, menciptakan bayangan halus di wajah Dyah Sulastri yang terbaring di ranjang. Udara di ruangan itu dipenuhi aroma dupa wewangian yang menenangkan, menciptakan suasana damai namun penuh harapan. Raka duduk di sisi ranjang dengan ekspresi cemas, tangannya terlipat di lutut, matanya tak pernah lepas dari wajah putri kerajaan yang masih tertidur.Sejak pertempuran besar melawan penyihir gelap, Dyah telah terbaring koma selama beberapa hari. Para tabib istana dan pendeta spiritual telah berusaha keras untuk menyembuhkannya, tetapi semuanya bergantung pada kekuatan vitalnya sendiri—sebuah warisan gaib yang mengalir dalam darahnya sebagai calon ratu suci.Perlahan-lahan, kelopak mata Dyah mulai bergerak. Ia mengerjap beberapa kali sebelum akhirnya membuka matanya sepenuhnya. Pandangannya buram pada awalnya, tetapi saat ia fokus, sosok Raka tampak jelas di sisinya. Wajahnya yang tegang langsung berubah menjadi senyum le
last updateLast Updated : 2025-03-01
Read more

BAB 93: REKONSTRUKSI KERAJAAN

Matahari pagi yang cerah menyinari reruntuhan istana Kerajaan Gilingwesi, memberikan cahaya baru pada puing-puing yang hancur akibat pertempuran besar. Udara dipenuhi oleh suara palu yang memukul kayu, derap langkah penduduk lokal yang sibuk bekerja, dan nyanyian doa-doa spiritual yang dilantunkan oleh para pendeta untuk memohon berkah dari para dewa. Meskipun bekas luka pertempuran masih terlihat jelas di setiap sudut kerajaan, semangat kebersamaan dan harapan mulai tumbuh kembali.Raka berdiri di tengah-tengah aktivitas itu, mengenakan pakaian sederhana yang biasa dikenakan oleh para pemimpin spiritual di kerajaan. Ia tampak tidak seperti dirinya yang skeptis dan modern lagi—kini ia adalah bagian integral dari masyarakat Gilingwesi. Di sisinya, Rakai Wisesa mengamati pekerjaan rekonstruksi dengan ekspresi campuran antara lega dan tegang. Meskipun kemenangan atas penyihir gelap telah membawa kedamaian sementara, raja tahu bahwa stabilitas kerajaan masih rapuh."Kita harus mempercepat
last updateLast Updated : 2025-03-01
Read more

BAB 94: VISI MASA DEPAN

Malam itu, langit Kerajaan Gilingwesi dipenuhi bintang-bintang yang bersinar redup, seolah-olah mereka juga merasakan beban takdir yang menggantung di atas kerajaan. Udara dingin menyelimuti istana, membawa aroma tanah basah dan dedaunan jatuh dari pepohonan tua. Suara angin malam berdesir pelan, menciptakan atmosfer mistis yang mendalam. Raka berjalan menyusuri koridor batu menuju ruang meditasi di menara tertinggi istana—tempat ia sering mencari jawaban dalam keheningan.Sejak pertempuran besar melawan penyihir gelap, Raka merasa ada sesuatu yang belum terselesaikan. Meskipun portal waktu telah ditutup dan Dyah Sulastri mulai pulih, hatinya masih dipenuhi oleh rasa tidak pasti. Ia tahu bahwa keputusannya untuk tetap tinggal di masa lalu bukanlah akhir dari perjalanan ini—melainkan awal dari sesuatu yang lebih besar.Di ruang meditasi, lilin-lilin kecil dinyalakan di sekeliling cermin perunggu kuno yang kini mati—tidak lagi memancarkan cahaya biru keperakan seperti sebelumnya. Raka du
last updateLast Updated : 2025-03-01
Read more

BAB 95: AWAL DARI PETUALANGAN BARU

Langit pagi mulai terang, mengusir kegelapan malam yang telah menyelimuti Kerajaan Gilingwesi selama berhari-hari. Cahaya matahari pertama muncul dari balik pegunungan, memancarkan sinar keemasan yang lembut dan menyentuh setiap sudut istana. Udara segar pagi hari membawa aroma tanah basah dan dedaunan hijau yang masih berembun. Di puncak istana, Raka dan Dyah Sulastri berdiri berdampingan, menatap cakrawala dengan perasaan campur aduk antara harapan dan keteguhan.Angin pagi berdesir pelan, membawa bisikan gaib yang seolah-olah mencoba memberi mereka jawaban. Namun, Raka dan Dyah hanya bisa menduga-duga. Yang mereka tahu adalah bahwa konflik ini belum sepenuhnya berakhir—dan ancaman baru sedang mengendap-endap di balik bayang-bayang."Mereka tidak hanya melihat matahari terbit sebagai tanda awal hari baru—tetapi juga sebagai simbol awal dari babak baru dalam hidup mereka," gumam Raka pelan, suaranya hampir tersapu oleh angin pagi.Dyah menoleh padanya, matanya penuh rasa ingin tahu. "
last updateLast Updated : 2025-03-01
Read more

BAB 96: KETEGANGAN DI ISTANA

Meskipun pertempuran besar melawan penyihir gelap telah berakhir, suasana di istana Kerajaan Gilingwesi masih dipenuhi ketegangan. Udara pagi terasa berat, seolah-olah awan kelabu menggantung rendah di atas halaman istana. Suara bisikan penduduk lokal bergema lembut, membawa aroma tanah basah dan dedaunan hijau yang berembun setelah hujan semalam. Penduduk berkumpul dalam kelompok-kelompok kecil, wajah mereka penuh keraguan dan kecemasan."Bagaimana bisa kita mempercayai seseorang yang bahkan tidak lahir di tanah ini?" gumam seorang petani tua kepada temannya, suaranya cukup keras untuk didengar oleh beberapa orang di sekitarnya. Matanya menyipit dengan ekspresi marah, tangannya gemetar saat ia menunjuk ke arah singgasana. "Ia mungkin membawa kutukan baru ke kerajaan kita."Seorang wanita muda yang sedang menyusun anyaman bambu menoleh dengan ekspresi marah. "Tapi dia sudah menyelamatkan kita! Tanpa dia, Dyah Sulastri mungkin sudah mati, dan kerajaan ini akan hancur!"Pria tua itu hany
last updateLast Updated : 2025-03-01
Read more

BAB 97: RESI AGUNG DARMADJA MENGHILANG

Pagi itu, matahari bersinar lembut di atas istana Gilingwesi. Namun, suasana di dalam ruang meditasi utama jauh dari tenang. Rakai Wisesa berdiri di depan pintu kayu besar yang terbuka lebar, matanya menyipit penuh kecurigaan. Di dalam ruangan, tempat Resi Agung Darmaja biasanya menghabiskan waktu berjam-jam untuk berdoa dan merenung, hanya ada kekosongan.Tidak ada jejak sedikit pun dari keberadaannya—tidak ada buku kuno, gulungan lontar, atau benda-benda ritual yang biasanya menemani sang resi. Bahkan aroma dupa yang selalu memenuhi ruangan telah lenyap tanpa bekas. Hanya ada sebuah meja batu kosong dengan debu tipis yang seolah-olah sudah lama tidak tersentuh.Rakai Wisesa melangkah masuk, tangannya gemetar saat ia menyentuh permukaan meja batu tersebut. "Di mana dia?" gumamnya pelan, suaranya penuh ketegangan. Ia menoleh kepada prajurit yang berjaga di pintu. "Apa ada yang melihatnya keluar?""Ti-tidak, Yang Mulia," jawab prajurit itu dengan nada gugup. "Kami pikir ia masih bermedi
last updateLast Updated : 2025-03-02
Read more

BAB 98: KEBANGKITAN KI JAGABAYA

Malam itu, langit Gilingwesi tertutup awan kelabu tebal yang menyelimuti bumi dengan kegelapan pekat. Di penjara bawah tanah istana, suara rantai berdering samar-samar diikuti oleh langkah-langkah pelan yang hampir tak terdengar. Udara lembap dan dingin membawa aroma tanah basah dan lumut tua yang memenuhi lorong-lorong sempit. Ki Jagabaya, pemimpin pasukan bayangan yang ditangkap setelah pertempuran besar melawan penyihir gelap, duduk diam di sudut selnya. Namun, matanya yang tajam seperti mata elang menunjukkan bahwa ia tidak pernah benar-benar kalah.Dari balik bayang-bayang, muncul sekelompok prajurit berpakaian hitam—pasukan bayangan yang setia padanya. Salah satu dari mereka membawa kunci ajaib yang terbuat dari tulang dan logam tua. Dengan gerakan cepat, pintu sel dibuka tanpa suara. Ki Jagabaya bangkit, tubuhnya yang kurus namun kuat bergerak seperti ular yang baru saja terbebas dari jerat."Kita tidak punya banyak waktu," bisik salah satu pasukan bayangan, suaranya rendah dan
last updateLast Updated : 2025-03-02
Read more

BAB 99: ARYA KERTAJAYA MULAI RAGU

Pagi itu, matahari mulai meninggi di langit Gilingwesi, tetapi suasana di istana masih dipenuhi ketegangan. Arya Kertajaya berdiri di halaman istana, mengamati para prajurit yang sedang berlatih dengan pedang dan tombak. Suara logam beradu terdengar tajam di udara pagi, sementara angin dingin membawa aroma tanah basah dan dedaunan hijau yang berembun. Matanya menyipit, penuh dengan kekhawatiran dan keraguan. Ia memegang gagang pedangnya erat-erat, seolah mencoba menenangkan diri dari gelombang emosi yang terus bergulir di dalam hatinya.Sejak kedatangan Raka, Arya merasa ada sesuatu yang tidak beres. Awalnya, ia percaya bahwa kehadiran Raka adalah jawaban atas ramalan kuno yang disebutkan oleh Rakai Wisesa. Namun, semakin lama Raka tinggal di kerajaan, semakin besar kecurigaannya. Bagaimana mungkin seorang asing—yang bahkan bukan keturunan Gilingwesi—dapat membawa harapan bagi kerajaan ini? Apalagi setelah Resi Agung Darmaja menghilang tanpa jejak, Arya semakin yakin bahwa ada sesuatu
last updateLast Updated : 2025-03-02
Read more
PREV
1
...
89101112
...
22
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status