All Chapters of Terpaksa Jadi Istri CEO Casanova: Chapter 61 - Chapter 70

92 Chapters

Bab 61: Bukan Sekadar Tugas

Udara di ruang kerja Indira Wijanarko terasa lebih berat dari biasanya, seolah gravitasi bertambah tanpa alasan yang jelas. Wangi teh melati yang mengepul dari cangkir porselen seharusnya membawa ketenangan, tetapi bagi Laksha, aromanya justru terasa hambar.Ia duduk di sofa berhadapan dengan ibunya, tatapannya kosong, menembus jendela besar yang menghadap lanskap malam Jakarta. Gemerlap kota seperti lautan cahaya yang terus bergerak, tapi pikirannya tak ada di sana.Ia melayang, terjebak di satu titik yang tak bisa ia hindari. Atau lebih tepatnya—pada satu sosok.Amara.Wajah itu terukir jelas dalam benaknya. Cara bahunya sedikit merosot sebelum akhirnya ia berbalik pergi tadi malam. Cara bibirnya bergetar sedikit, seakan menahan sesuatu yang tak bisa ia katakan. Kemarahan? Kekecewaan? Atau mungkin sesuatu yang lebih dalam?Sialnya, bayangan itu mengganggunya lebih dari yang seharusnya.“Kamu belum menyentuh teh
last updateLast Updated : 2025-03-11
Read more

Bab 62: Panggung Terbuka

Acara amal di Grand Aurora Hotel malam itu berkilauan dalam kemewahan, seolah-olah setiap sudut ruangan dipenuhi bintang yang jatuh dari langit.Lampu kristal yang menggantung di langit-langit ballroom memancarkan cahaya keemasan, memantul di permukaan meja-meja bundar yang tertata sempurna dengan taplak putih, rangkaian bunga lili, dan lilin-lilin kecil yang berkedip lembut.Aroma mawar dan sampanye bercampur di udara, menyatu dengan gemuruh percakapan dan tawa halus para tamu. Di antara para pebisnis, selebriti, dan sosialita yang mengenakan busana terbaik mereka, Amara berdiri di sisi Laksha. Gaun satin emerald membalut tubuhnya dengan anggun, mengikuti setiap lekuknya dengan keanggunan yang nyaris mistis.Rambutnya disanggul sederhana, menyisakan beberapa helai yang jatuh lembut di pelipisnya. Wajahnya tenang, seakan tak tergoyahkan oleh gemerlap di sekitarnya.Namun, di dalam dadanya, ada sesuatu yang tak bisa diabaikan—sisa-sisa k
last updateLast Updated : 2025-03-11
Read more

Bab 63: Titik Kelemahan

Malam itu, udara di balkon kamar hotel mereka terasa lebih dingin dari biasanya. Jakarta membentang di bawah mereka—hamparan cahaya kota berkelip-kelip, seperti bintang yang tersesat di antara beton dan kaca.Suara kendaraan masih bergemuruh di kejauhan, teredam oleh ketinggian mereka, menciptakan ilusi bahwa dunia di bawah sana adalah miniatur kehidupan yang terus bergerak, tak peduli siapa yang mengamatinya.  Amara bersandar pada pagar besi hitam, ujung jemarinya menyentuh dinginnya logam. Matanya terpaku pada jalanan yang sibuk, tetapi pikirannya berada di tempat lain.Percakapan di acara tadi masih bergema di kepalanya—kata-kata Lidya yang terselubung racun, tatapan penuh perhitungan, senyum yang tak pernah benar-benar hangat.  Ia mengira akan kehilangan kendali, tapi yang terjadi justru sebaliknya. Ia berdiri tegak, berbicara dengan ketenangan yang bahkan tidak ia sangka mampu ia pertahankan. Lidya boleh bermain licik, tapi ia
last updateLast Updated : 2025-03-12
Read more

Bab 64: Titik Balik

Kafe kecil di sudut Kemang itu masih sama seperti dulu—hangat, menenangkan, dan penuh dengan aroma kopi yang menguar lembut dari mesin espresso di belakang barista. Lampu-lampu gantung bercahaya temaram, memantulkan kilau samar di permukaan meja kayu yang dipoles rapi.Dindingnya berlapis bata ekspos, dihiasi rak kayu berisi buku-buku tua dan pot-pot kecil berisi tanaman hijau yang memberi sentuhan kehidupan pada ruangan.Di luar, hujan gerimis mulai turun, membasahi jendela kaca besar di samping tempat duduk mereka. Tetesan air jatuh perlahan, menciptakan pola acak yang menari dalam cahaya lampu jalanan.Udara yang lembap membawa serta aroma tanah basah, bercampur samar dengan wangi kopi yang menggantung di udara.Amara duduk di salah satu sudut kafe, jari-jarinya melingkari cangkir cappuccino yang mulai kehilangan panasnya. Ia mengaduk busa susu yang hampir mencair dengan gerakan lambat, seperti seseorang yang berpikir tapi enggan menyentuh inti d
last updateLast Updated : 2025-03-12
Read more

Bab 65: Hati yang Tak Terduga

Denting sendok yang beradu dengan piring porselen terdengar sayup, terselip di antara irama hujan yang menari-nari di balik jendela restoran.Aroma kopi yang pekat bercampur dengan wangi roti panggang yang baru keluar dari oven, menguar di udara, mengimbangi dingin yang merayap pelan dari hembusan AC. Lampu-lampu gantung berpendar lembut, menciptakan bayangan hangat di meja-meja kayu yang tersusun rapi.Amara merapatkan jaketnya, menatap ke luar jendela dengan tatapan kosong. Di luar, hujan mengguyur jalanan Jakarta tanpa ampun, membasahi trotoar dan atap mobil yang berbaris di antara kerlip lampu lalu lintas.Genangan air di aspal memantulkan cahaya reklame neon, menciptakan pantulan warna-warni yang berkedip samar. Ada sesuatu yang melankolis dalam pemandangan itu—atau mungkin, itu hanya pantulan dari apa yang ia rasakan.Ia melirik jam di pergelangan tangan. Lebih dari dua puluh menit.Laksha belum juga tiba.Ia menarik napas pelan,
last updateLast Updated : 2025-03-13
Read more

Bab 66: Badai dalam Hati

Langit pagi masih kelabu, seolah enggan menyerahkan hari sepenuhnya pada cahaya. Sisa hujan semalam meninggalkan aroma tanah basah yang samar-samar menguar, bercampur dengan wangi dedaunan yang masih menyimpan sisa embun.Angin pagi berembus lembut, mengelus kulit dengan kesejukan yang menenangkan. Namun, di balik keindahan pagi yang perlahan terbangun, kota tak pernah benar-benar beristirahat. Deru kendaraan mulai memenuhi jalanan, klakson bersahutan seperti alunan orkestra yang menandai hari baru di Jakarta.Amara berdiri di balkon apartemennya, diam di tengah riuhnya dunia. Matanya menatap jauh, tetapi pikirannya tak benar-benar menangkap apa yang ada di hadapannya. Jakarta bergerak cepat, seperti biasa, tetapi bagi Amara, waktu terasa berjalan lebih lambat dari yang seharusnya.Jari-jarinya menggenggam cangkir teh yang sudah lama kehilangan kehangatannya. Uap yang tadi mengepul kini lenyap, meninggalkan permukaan air yang dingin, tak tersentuh. Namun, yang l
last updateLast Updated : 2025-03-13
Read more

Bab 67: Di Bawah Gerimis yang Sama

Hujan turun lagi. Rintiknya lembut, jatuh seperti bisikan di atas trotoar yang sudah basah, menciptakan genangan kecil yang memantulkan cahaya lampu jalan.Udara membawa aroma tanah basah dan dedaunan yang meruapkan kesunyian sore, membaur dengan suara gemericik air dari pancuran kecil di sudut taman.Amara duduk di bangku kayu yang sedikit lembap, membiarkan embusan angin menerpa wajahnya. Taman ini selalu menjadi tempat pelariannya—suaka kecil di tengah kota yang tak pernah benar-benar sepi, tetapi cukup tersembunyi untuk memberinya ruang bernapas.Pepohonan tinggi membentuk kanopi alami, membuatnya nyaris tak tersentuh gerimis, kecuali beberapa tetes yang sesekali jatuh dari ujung dedaunan.Ia menarik napas dalam, berusaha menenangkan riak pikirannya. Namun, sebelum keheningan sempat membawanya tenggelam lebih jauh, suara seseorang memecah udara."Dingin-dingin begini, kau malah duduk di sini sendirian?"Amara tertegun. Suara itu&he
last updateLast Updated : 2025-03-14
Read more

Bab 68: Sebuah Pilihan Sulit

Malam merayap perlahan, membawa keheningan yang lebih pekat dari biasanya. Langit Jakarta membentang dalam gradasi kelam, diselimuti biru gelap yang samar, nyaris hitam.Di bawahnya, gedung-gedung tinggi menjulang, lampu-lampunya berpendar dalam warna emas dan putih, seperti gugusan bintang buatan yang berkelip tak serempak.Angin malam berembus, menyusup di antara celah jendela, menggerakkan tirai tipis yang tergantung di sana, menari perlahan dalam bayangan cahaya yang temaram.Laksha berdiri di depan jendela besar kamarnya, menatap pantulan dirinya di permukaan kaca. Sosok tinggi dengan bahu tegap, rahang kuat, dan sorot mata yang biasanya penuh keyakinan. Namun malam ini, ada sesuatu yang berbeda.Ada keraguan, mengendap di balik iris gelapnya, seperti bayangan samar yang enggan pergi.Di tangannya, sebuah gelas kristal berisi bourbon setengah penuh. Cairan amber itu berkilauan di bawah cahaya lampu kamar, berputar perlahan seiring dengan gerak
last updateLast Updated : 2025-03-14
Read more

Bab 69: Cahaya di Antara Kita

Suasana apartemen Amara terasa berbeda malam itu. Gelap lebih mendominasi, hanya diterangi seberkas cahaya hangat dari lampu baca di sudut ruangan. Cahaya temaram itu memantulkan bayangan lembut di dinding, mengukir siluetnya sendiri di antara furnitur yang diam membisu.Aroma teh melati masih menggantung di udara, berpadu dengan wangi khas yang selalu melekat pada tubuhnya—sehalus embusan napas yang tertinggal di ruang-ruang sunyi.  Ia duduk di sofa, tubuhnya sedikit condong ke depan. Jemarinya saling bertaut di pangkuan, sesekali mengetuk-ngetuk permukaan pahanya tanpa sadar—ritme kecil yang menggambarkan kegelisahan yang tak terucapkan.Napasnya berayun dalam jeda panjang, menunggu sesuatu yang tak kasatmata, sesuatu yang akan mengubah segalanya.  Lalu suara itu datang. Bunyi pintu terbuka, langkah kaki yang mantap, dan kehadiran seseorang yang begitu dikenalnya.  Laksha berdiri di ambang pintu. Setelan hitamnya tet
last updateLast Updated : 2025-03-15
Read more

Bab 70: Kebekuan yang Retak

Hujan turun lagi malam ini. Bukan hujan deras yang membasuh kota dengan derasnya, melainkan rintik-rintik halus yang menari pelan di kaca jendela apartemen Amara. Butiran air itu meninggalkan jejak transparan yang meluncur perlahan, mencerminkan kerlip lampu kota di kejauhan.Cahaya-cahaya itu berpendar dalam nuansa keemasan dan kebiruan, menciptakan bayangan samar yang bergerak di lantai kayu, seolah menjadi saksi bisu dari keheningan yang mengisi ruangan.  Aroma teh melati masih menggantung di udara, bercampur dengan kehangatan samar yang seolah enggan pergi. Di atas sofa, Amara duduk diam, jemarinya saling bertaut di pangkuan, tetapi matanya tak lepas dari pria di hadapannya.  Laksha duduk di kursi seberang, tubuhnya condong ke depan, satu tangan menopang keningnya, sementara tangan lainnya terkulai di lutut. Jasnya telah dilepas, dasinya melonggar, dan kancing teratas kemejanya terbuka, memberi celah bagi napasnya yang tampak berat.Rambut
last updateLast Updated : 2025-03-15
Read more
PREV
1
...
5678910
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status