All Chapters of Terpaksa Jadi Istri CEO Casanova: Chapter 81 - Chapter 90

90 Chapters

Bab 81: Persimpangan Tanpa Jawaban

Udara dini hari merayap masuk melalui celah jendela, membawa serta aroma tanah basah yang tersisa setelah hujan malam. Jalanan Jakarta masih berkilau oleh genangan tipis yang memantulkan cahaya lampu-lampu jalan, menciptakan siluet bayangan yang bergerak pelan di permukaan aspal.Kota ini belum benar-benar terjaga, tapi juga tak sepenuhnya terlelap—seperti mereka berdua.  Di dalam kamar yang remang, keheningan menggantung di udara, hanya dipecah oleh tarikan napas yang beriringan dalam ritme yang hampir senada.Amara duduk bersila di lantai, tubuhnya condong sedikit ke depan, sementara Laksha bersandar di sofa dengan mata terpejam, satu tangannya bertumpu di dahi seolah ada sesuatu yang berat bersarang di kepalanya.  Mereka tidak saling menatap, tetapi kehadiran satu sama lain terasa begitu nyata. Lebih nyata dari yang seharusnya.  Amara menggigit bibir, mencoba mengabaikan denyutan aneh yang menguar dari dadanya—peras
last updateLast Updated : 2025-03-21
Read more

Bab 82: Tatapan yang Tak Terelakkan

Ballroom hotel bintang lima itu bersinar dalam pancaran cahaya keemasan, memantulkan kilaunya di atas lantai marmer yang mengilap. Lampu kristal menggantung anggun di langit-langit tinggi, memancarkan nuansa mewah yang terasa nyaris tak tersentuh.Di sudut ruangan, alunan jazz klasik mengalir lembut, membaur dengan denting halus gelas sampanye yang beradu dalam toast, serta percakapan yang sarat dengan basa-basi sosial.Aroma anggur merah dan wangi parfum mahal melayang di udara, menciptakan simfoni tak kasatmata yang mendefinisikan suasana malam itu.Amara berdiri di dekat meja panjang yang dipenuhi hidangan mewah—tiramisù dalam gelas kristal, tartlet kaviar, potongan steak yang tampak meleleh begitu saja di bawah pencahayaan redup. Namun, tak satu pun dari itu menggugah seleranya.Tangannya menggenggam erat gelas mocktail berwarna jingga—pegangannya terlalu kokoh untuk sesuatu yang seharusnya hanya menjadi minuman santai. Apakah itu s
last updateLast Updated : 2025-03-21
Read more

Bab 83: Cemburu yang Tak Bernama

Langit malam di atas Jakarta tampak muram, pekat seperti tinta yang dituangkan ke atas kanvas langit. Awan-awan berat menggantung, menyimpan sesuatu yang tak terkatakan, sesuatu yang nyaris bisa dirasakan oleh siapa pun yang menatapnya terlalu lama.Angin membawa aroma tanah basah yang bercampur dengan sisa asap knalpot dan aspal yang mulai mendingin, sebuah kombinasi khas setelah hujan pertama menyentuh bumi.Di bawah sinar lampu jalan yang redup, genangan-genangan kecil mencerminkan cahaya seperti pecahan memori yang berserakan—tak utuh, tapi juga tak benar-benar hilang.  Di bawah kanopi hotel, Amara berdiri dengan tubuh sedikit menegang, jari-jarinya mencengkeram clutch bag kecil dalam genggaman, seolah itu satu-satunya pegangan yang bisa ia percaya malam ini.Udara lembap membuat beberapa helai rambutnya menempel di leher, menggoda kulitnya dengan rasa dingin yang menusuk, namun bukan itu yang membuatnya menggigil.  Sosok yang
last updateLast Updated : 2025-03-22
Read more

Bab 84: Tembok yang Hampir Runtuh

Hujan telah reda, menyisakan jejak basah yang berkilauan di sepanjang jalanan Jakarta. Genangan kecil memantulkan cahaya lampu jalan, menciptakan kilau keemasan di antara aspal yang menghitam.Aroma tanah basah masih menggantung di udara, berpadu dengan angin malam yang berembus pelan, membawa serta sisa dingin yang menggigit kulit.  Dari balkon apartemennya di lantai delapan, Amara berdiri dengan tangan melingkari secangkir teh yang mulai kehilangan hangatnya. Uap tipis yang tadi membubung kini hampir lenyap, menyisakan permukaan air yang tenang, seolah mencerminkan hatinya yang tak menentu.Pandangannya mengembara ke gedung-gedung tinggi di sekelilingnya—monumen bisu yang menjulang dalam kesunyian. Kota ini tak pernah benar-benar tidur, tetapi malam ini terasa berbeda. Lebih sunyi. Lebih lengang.  Di dalam, suara pintu yang berderit memecah keheningan.  Amara tidak berbalik. Ia tidak perlu menoleh untuk tahu siapa yang dat
last updateLast Updated : 2025-03-22
Read more

Bab 85: Persimpangan yang Tak Terlihat

Pagi di Jakarta selalu sibuk, penuh dengan suara klakson yang bersahutan dan langkah-langkah tergesa di trotoar. Tapi bagi Amara, semuanya terasa lebih lambat hari ini.Ia duduk di sebuah kafe kecil di sudut Senopati, membiarkan jemarinya melingkari gelas kopi yang kini mulai kehilangan kehangatannya. Aroma espresso yang pekat bercampur dengan wangi croissant hangat yang baru saja keluar dari oven dapur terbuka, tapi tak satu pun menggugah seleranya.Suara sendok beradu dengan cangkir, derit kursi yang bergeser, dan bisikan percakapan dari meja-meja lain menyusup ke telinganya, tapi tetap saja dunia di sekelilingnya terasa jauh, seolah hanya ada ia dan laki-laki yang duduk di depannya.Reza.Pria itu mengenakan kemeja putih dengan lengan tergulung hingga siku, memperlihatkan urat-urat halus di pergelangan tangannya. Ia selalu tampak seperti ini—rapi, effortless, seseorang yang tidak butuh usaha berlebih untuk terlihat menarik.Tapi hari ini,
last updateLast Updated : 2025-03-23
Read more

Bab 86: Ketika Kata Tal Lagi Bermakna

Hujan baru saja reda, menyisakan aroma tanah basah yang samar-samar bercampur dengan udara dingin yang menusuk kulit. Tetesan air masih jatuh perlahan dari dedaunan di luar jendela, menciptakan irama samar yang menyatu dengan desah napas tertahan di dalam kamar itu.Langit Jakarta malam itu kelabu pekat, seakan menyerap segala emosi yang menggenang di ruangan sempit tempat dua hati saling terombang-ambing dalam ketidakpastian.  Amara berdiri di tengah kamar mereka, kaki telanjangnya menyentuh lantai kayu yang dingin. Di hadapannya, koper kecil terbuka setengah, pakaian yang tergulung rapi berbaring di dalamnya seperti saksi bisu dari keputusannya.Tangannya gemetar saat meraih sehelai sweater, tapi ia memaksa dirinya untuk tetap bergerak. Jika ia berhenti, ia tahu dadanya akan semakin sesak.  Dari belakangnya, langkah kaki terdengar mendekat—berat dan tergesa.  “Amara, berhenti.”  Suara itu dalam, le
last updateLast Updated : 2025-03-23
Read more

Bab 87: Jejak yang Tertinggal

Hujan turun perlahan, mengetuk-ngetuk kaca jendela apartemen dengan ritme yang seolah menggema di dalam dadanya. Langit di luar kelabu pekat, serupa kanvas kusam yang mencerminkan benang kusut dalam kepalanya.Udara membawa aroma aspal basah dan samar-samar dingin yang merayapi kulit, tetapi Laksha nyaris tak menyadarinya.Ia terduduk di atas sofa, satu tangan menopang dahinya, sementara tangan lain menggenggam gelas kristal berisi bourbon yang tak tersentuh. Cairan keemasan itu berpendar redup di bawah cahaya lampu, tetapi tak ada daya tariknya malam ini.Ruangan ini... terlalu luas. Terlalu sunyi.Dulu, selalu ada suara langkah kecil yang tergesa-gesa di pagi hari, gemerisik sendok beradu dengan cangkir, aroma kopi yang menyelusup dari dapur. Selalu ada dengusan kesal atau lirikan tajam yang mengiringi candaan sarkastisnya.Selalu ada suara Amara.Selalu ada Amara.Sekarang? Kosong.Laksha menghela napas panjang, pundaknya tu
last updateLast Updated : 2025-03-24
Read more

Bab 88: Di Bawah Rinai Hujan

Hujan masih menari-nari di atas aspal saat mobil Laksha melaju membelah jalanan Jakarta yang basah. Lampu-lampu kota berpendar di genangan air, menciptakan refleksi tak beraturan yang berkedip-kedip di kaca depan.Wiper bergerak malas, menyapu rintik-rintik hujan yang terus saja turun.Tangannya mencengkeram kemudi lebih kuat dari yang seharusnya, jemarinya memutih. Rahangnya mengeras, otot-otot di lehernya menegang. Di kepalanya, ingatan tentang Amara berputar tanpa henti, menyisakan lubang yang semakin menganga.Kemana dia pergi?Amara bukan tipe yang akan kembali ke rumah orang tua—karena ia tak punya siapa-siapa di sana. Ia juga bukan seseorang yang akan menghamburkan uang di hotel-hotel mahal. Terlalu boros, terlalu tidak masuk akal baginya.Jika ia ingin menghilang, ke mana?Laksha memejamkan mata sejenak di lampu merah, membiarkan pikirannya menelusuri jejak-jejak kecil yang selama ini luput dari perhatiannya. Percakapan-percaka
last updateLast Updated : 2025-03-24
Read more

Bab 89: Sisa Hujan di Hati

Hujan telah reda, meninggalkan jejak tipis di permukaan jalan yang memantulkan cahaya lampu-lampu kota. Aroma tanah basah menyelinap masuk melalui jendela yang setengah terbuka, bercampur dengan udara malam yang sejuk.Di kejauhan, suara rintik yang tersisa masih terdengar samar-samar, seperti enggan benar-benar pergi.Amara duduk diam di meja makan, tubuhnya nyaris tak bergerak kecuali jemarinya yang menggenggam cangkir teh—cairannya sudah lama kehilangan hangatnya. Pandangannya kosong, tidak benar-benar melihat apapun, seakan pikirannya berada di tempat lain.Di seberangnya, Reza menatapnya lekat-lekat. Ekspresinya lebih serius dari biasanya, rahangnya mengeras seolah menahan sesuatu yang sudah lama ingin ia katakan."Lo nggak bisa terus kayak gini, Ra." Suaranya tenang, tapi ada desakan halus yang sulit diabaikan. "Kalau lo udah pergi, ya udah. Jangan terus-terusan nyangkut di masa lalu."Masa lalu.Kata itu menggantung di udara, me
last updateLast Updated : 2025-03-25
Read more

Bab 90: Bayangan di Permukaan Kaca

Di ruang tamu yang luas dan penuh kehangatan terselubung, cahaya lampu kristal yang lembut jatuh ke permukaan marmer, menciptakan kilauan samar di lantai. Aroma teh melati yang baru diseduh menguar pelan, bercampur dengan wangi kayu mahoni dari perabotan yang tertata sempurna.Meski ruangan ini begitu mewah dan teratur, ada sesuatu yang terasa berat di udara—sebuah ketegangan yang sunyi namun nyata.  Laksha duduk di sofa beludru berwarna cokelat tua, tubuhnya sedikit merosot, seolah kelelahan yang ia bawa tak hanya berasal dari fisiknya, tetapi juga dari dalam hatinya.Jaketnya tersampir sembarangan di sandaran sofa, kerahnya sedikit kusut akibat tangan yang berkali-kali menariknya sepanjang perjalanan ke rumah ini. Kedua tangannya saling bertaut di depan wajah, jemarinya mengetuk-ngetuk ibu jari dalam irama yang tak beraturan.Pandangannya tertuju pada meja kopi di depannya—bukan karena ada sesuatu yang menarik di sana, tetapi lebih kar
last updateLast Updated : 2025-03-25
Read more
PREV
1
...
456789
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status