Hujan turun tipis malam itu, menorehkan jejak basah di kaca jendela kamar hotel. Butiran air merayap perlahan, berkelindan dengan pantulan lampu kota yang temaram. Jakarta di luar sana tenggelam dalam kabut gerimis, seakan menyembunyikan riuhnya dalam selimut kelabu. Di dalam kamar yang hangat, Amara duduk di tepi ranjang, lututnya terlipat, tangannya mendekap diri sendiri. Ia menatap hujan dengan pandangan kosong, seolah berusaha menemukan sesuatu di balik tirai air yang jatuh tanpa henti.Tapi yang ia temukan hanyalah bayangan dirinya sendiri di kaca—siluet yang rapuh, terjebak dalam pusaran perasaan yang tak bisa ia kendalikan. Notifikasi di ponselnya masih bermunculan. Komentar pedas, spekulasi liar, foto-foto yang menyudutkannya—semuanya mengalir deras, seperti sungai yang menolak surut. Sejak pagi ia mencoba mengabaikannya.Sungguh, ia sudah berusaha. Namun semakin ia menghindar, semakin berita itu terasa nyata.
Last Updated : 2025-03-18 Read more