All Chapters of Terpaksa Jadi Istri CEO Casanova: Chapter 41 - Chapter 50

90 Chapters

Bab 41: Rahasia yang Tertinggal

Rumah keluarga Wijanarko terasa lebih seperti monumen daripada tempat tinggal. Dinding-dindingnya tinggi, lorong-lorongnya luas dan dingin, setiap langkah bergema di keheningan, menciptakan ilusi seolah-olah bangunan ini bernafas dalam keasingan.Di malam hari, kesunyian itu semakin mencekam, menekan Amara dari segala sisi, membuatnya merasa seperti seorang penyusup di dunia yang bukan miliknya.  Setelah perdebatan singkat dengan Laksha di balkon, dadanya masih terasa sesak. Ia tidak ingin kembali ke kamarnya terlalu cepat, tidak ingin mengurung dirinya dalam ruang yang semakin menyempitkan pikirannya.Maka, ia membiarkan langkah-langkahnya mengembara, menelusuri lorong-lorong panjang yang diterangi cahaya temaram dari lampu-lampu gantung. Udara malam yang menyusup dari celah jendela besar menambah kesan hampa yang menggantung di udara.  Sampai akhirnya, ia berhenti di depan sebuah pintu.  Kayu mahoni gelap membingkai pintu itu, t
last updateLast Updated : 2025-03-01
Read more

Bab 42: Kesedihan Laksha

"Laksha…" Suara Amara lebih lembut kali ini, hampir seperti bisikan yang enggan mengusik.Laksha mengusap wajahnya, jari-jarinya bergerak perlahan, seolah mencoba menghapus sesuatu yang tak kasatmata—bayangan kenangan yang baru saja menyelinap kembali. Matanya menerawang ke kejauhan, tapi Amara tahu, bukan ruangan ini yang ia lihat."Radit lebih muda dariku delapan tahun," suaranya datar, tapi ada sesuatu di sana—keletihan, mungkin juga penyesalan. "Dia… berbeda dariku. Lebih ceria, lebih banyak bicara. Dia anak yang mudah disayangi siapa saja."Amara tetap diam, membiarkan kata-kata itu mengalir dengan ritme yang Laksha tentukan sendiri."Suatu hari, kami seharusnya pergi liburan keluarga ke luar negeri. Tapi aku… aku sedang kesal dengan Ayah, jadi aku menolak ikut." Ia tertawa kecil, hambar, tanpa kebahagiaan. "Aku bahkan bilang Radit juga tidak usah ikut, karena itu hanya perjalanan membosankan."Sekilas, sorot m
last updateLast Updated : 2025-03-01
Read more

Bab 43: Tamu yang Tidak Diundang

Hujan baru saja reda, menyisakan jejak aroma tanah basah yang samar-samar merayap di udara. Butiran air masih menggelayut di ujung dedaunan, berkilauan dalam cahaya senja yang tertahan di balik gumpalan awan kelabu.Udara terasa sejuk, tetapi kesunyian yang menggantung di dalam rumah justru membawa hawa yang berbeda—hampa.Amara menghela napas pelan, jemarinya sibuk merapikan meja makan yang bahkan sejak tadi tetap rapi. Rumah ini terlalu luas untuk hanya dirinya seorang. Sejak pagi, Laksha tenggelam dalam pekerjaannya—seperti biasa.Dan kini, yang terdengar hanyalah dengung samar dari jarum jam yang terus berdetak, mengingatkannya betapa lambat waktu berlalu.Ting-tong.Suara bel pintu memecah keheningan. Amara mengernyit, keningnya berlipat dalam kebingungan. Tidak ada yang pernah datang ke rumah ini tanpa pemberitahuan. Dengan sedikit ragu, ia mengelap tangannya pada celemek, lalu berjalan menuju pintu.Jantungnya berdetak sed
last updateLast Updated : 2025-03-02
Read more

Bab 44: Bayangan Masa Lalu

Hujan masih turun di luar, merayapi trotoar dan aspal dengan jejak gemerlap dari lampu-lampu kota. Jalanan yang basah memantulkan warna-warna kendaraan yang berlalu, menciptakan bias cahaya di jendela kaca besar kafe.Seolah dunia di luar bukan lagi sekadar kenyataan, melainkan lukisan abstrak yang hidup—terus bergerak, berubah, tanpa bisa ditebak arahnya.  Di dalam, suasana terasa hangat, nyaris melindungi dari dinginnya malam yang merayap lewat celah pintu. Aroma kopi yang kaya bercampur dengan wangi roti panggang yang baru keluar dari oven, mengisi udara dengan keakraban yang sulit dijelaskan.Percakapan para pengunjung terdengar samar, menjadi latar musik yang mengiringi pertemuan dua orang yang telah lama terpisah oleh waktu.  Amara membiarkan jemarinya melingkari cangkir porselen, merasakan kehangatannya meresap perlahan ke kulit. Ia mengangkat sedikit bahu, menyandarkan punggung ke kursi, tetapi tatapannya tetap terarah pada pria
last updateLast Updated : 2025-03-02
Read more

Bab 45: Dinding yang Retak

Hujan telah lama reda, tapi jejaknya masih tersisa di udara malam yang dingin. Butiran lembap menempel di kaca jendela mobil, memantulkan cahaya lampu jalan yang temaram. Jalanan basah berkilauan di bawah sinar kuning samar, menciptakan bayangan-bayangan yang seolah bergerak mengikuti laju kendaraan.  Sepanjang perjalanan, Laksha tidak mengucapkan sepatah kata pun. Biasanya, diamnya membawa dominasi, sebuah keheningan yang membuat siapa pun merasa terintimidasi. Tapi kali ini, ada sesuatu yang berbeda.Bukan sekadar sikap acuh, melainkan sesuatu yang lebih berat—sesuatu yang bersembunyi di balik garis rahangnya yang mengeras dan genggaman tangannya yang terlalu erat pada setir.  Amara meliriknya sekilas. Wajah pria itu diterangi lampu jalan yang bergantian menyapu kabin, menciptakan kontras tajam di garis ekspresinya. Tatapannya lurus ke depan, tapi ada ketegangan yang terselip di sana. Ia sedang berpikir, atau lebih tepatnya, bergulat dengan pikiran
last updateLast Updated : 2025-03-03
Read more

Bab 46: Panggung Sandiwara

Kilauan lampu kristal memantul lembut di dinding marmer ballroom, menciptakan semburat keemasan yang berpendar seperti bintang-bintang kecil. Udara dipenuhi dengan denting gelas sampanye, gumaman percakapan yang diselingi tawa ringan, dan alunan musik klasik yang mengalir dari sudut ruangan.Wangi parfum mewah bercampur dengan aroma sampanye dan lilin aroma, menciptakan atmosfer yang begitu khas—hangat, eksklusif, dan penuh rahasia.Di tengah ruangan yang dipenuhi tamu-tamu berselera tinggi, Amara berdiri dalam balutan gaun satin berwarna gading. Kainnya membelai kulitnya dengan lembut, mengikuti lekuk tubuhnya dengan presisi nyaris sempurna.Gaun itu bukan pilihannya. Laksha yang menyuruh asistennya memilihkan. Namun, saat ia melihat pantulan dirinya di cermin sebelum keluar dari suite hotel tadi, ia tidak bisa mengabaikan satu hal—gaun itu terasa seperti dibuat untuknya.Seolah-olah Laksha tahu persis apa yang akan terlihat indah di tubuhnya
last updateLast Updated : 2025-03-03
Read more

Bab 47: Cemburu Tanpa Sebab

Dentuman lembut musik klasik mengalun di antara percakapan-percakapan tertahan, menciptakan simfoni elegan di dalam ballroom yang masih dipenuhi tamu-tamu berkelas.Kilauan lampu kristal di langit-langit memantulkan sinar keemasan ke permukaan meja-meja marmer dan lantai dansa yang berkilap, seakan menegaskan kemewahan malam itu.Gelas-gelas kristal berdenting pelan setiap kali tamu-tamu saling menyapa, senyum mereka tersusun rapi di balik topeng tata krama yang nyaris sempurna.Di sudut ruangan, Amara menggenggam gelas sampanye yang sejak tadi nyaris tak tersentuh. Cairan keemasan di dalamnya bergetar tipis, seolah menangkap kegelisahan yang ia coba redam. Jemarinya mengerat di batang gelas, sejenak mempertahankan genggaman sebelum akhirnya mengendur lagi.Matanya terpaku pada satu titik di seberang ruangan—pada sosok Laksha dan Lidya.Lidya berdiri terlalu dekat. Jemari lentiknya meluncur ringan di lengan jas Laksha, gerakannya penuh keluwe
last updateLast Updated : 2025-03-04
Read more

Bab 48: Kecemburuan Amara

Apakah Amara… cemburu?  Seharusnya itu tidak berarti apa-apa. Seharusnya itu bukan sesuatu yang perlu ia pikirkan.  Tapi anehnya, ia menyukainya.  Ia menyukai cara sorot mata Amara berkilat sesaat sebelum buru-buru ia sembunyikan di balik ekspresi datarnya. Ia menyukai bagaimana jemari perempuan itu sedikit lebih erat menggenggam gelasnya, seakan mencari pegangan yang lebih kokoh dari sekadar kaca dingin di tangannya.Dan yang paling penting, ia menyukai fakta bahwa untuk pertama kalinya, Amara menunjukkan sesuatu yang lebih dari sekadar topeng tanpa cela.  "Maaf, Lidya," ucap Laksha tiba-tiba, menegakkan tubuhnya dari sandaran kursi.  Lidya mengerutkan kening. "Apa?"  Alih-alih menjawab, Laksha hanya mengangkat bahu, senyum tipisnya menggantung di bibir tanpa menjelaskan apa pun. "Aku harus menemui istriku."  Sejenak, Lidya tampak terkejut, tapi sebelum ia sempat berkata apa-apa
last updateLast Updated : 2025-03-04
Read more

Bab 49: Sebuah Pengakuan Kecil

Suara rintik hujan mengetuk pelan jendela kaca apartemen Laksha, menciptakan irama samar yang berpadu dengan desahan napas Amara. Aroma tanah basah menyeruak dari sela-sela ventilasi, bercampur dengan sisa wangi teh yang mendingin di meja.Jam di dinding sudah melewati tengah malam, namun matanya masih enggan terpejam.Di sisi lain ruangan, Laksha duduk di sofa, kemeja lengan panjangnya tergulung asal hingga ke siku. Satu tangan menopang dahinya, sementara jemarinya yang lain menggulir layar ponselnya tanpa benar-benar memperhatikan isinya.Cahaya dari layar itu memantul di wajahnya yang tampak lelah, kontras dengan bayangan yang jatuh di sekitar matanya.Hening.Udara di antara mereka terasa tegang, tapi bukan karena pertengkaran. Ada sesuatu yang menggantung di antara mereka—sesuatu yang lebih berat dari sekadar kata-kata yang tak terucap."Apa kita harus terus seperti ini?"Suara Amara pecah dalam kesunyian, lirih namun cukup
last updateLast Updated : 2025-03-05
Read more

Bab 50: Benang Merah yang Tersimpul

Hujan telah reda, menyisakan aroma tanah basah yang menguar pelan dari balkon. Udara malam membawa kesejukan yang lembap, bercampur samar dengan sisa-sisa hujan yang masih menetes dari atap gedung-gedung tinggi.Kota Jakarta, seperti biasa, tak benar-benar tidur—lampu-lampu dari kejauhan masih berkedip, suara kendaraan sesekali terdengar di bawah sana. Namun di dalam apartemen itu, ruang terasa lebih sunyi dari yang seharusnya.Lebih kecil, lebih pengap, seolah menahan dua orang di dalamnya untuk menghadapi sesuatu yang tak terucapkan.Amara duduk di tepi ranjang, jari-jarinya mencengkeram ujung selimut tanpa sadar. Kata-kata Laksha masih menggantung di udara, berputar-putar dalam benaknya seperti pusaran air yang tak kunjung reda."Takut kalau aku mulai terbiasa denganmu."Ia mengangkat wajah, menoleh ke arah Laksha yang kini duduk di sofa, separuh tubuhnya terselubung bayangan. Cahaya dari luar hanya menyinari sebagian profilnya&md
last updateLast Updated : 2025-03-05
Read more
PREV
1
...
34567
...
9
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status