Home / Romansa / Menjadi Ibu Susu Anak Mantanku / Chapter 11 - Chapter 20

All Chapters of Menjadi Ibu Susu Anak Mantanku: Chapter 11 - Chapter 20

68 Chapters

Tidak akan Melarikan Diri, kan?

“Untuk apa mendekati pengkhianat seperti Nadya?”Suara Kalen terdengar tajam, sarat dengan kebencian yang telah mengakar bertahun-tahun.Matanya menyala penuh bara saat menatap Julian, seolah pria itu baru saja mengucapkan sesuatu yang benar-benar tak masuk akal.“Kuingatkan sekali lagi, Julian. Nadya bukan wanita yang pantas untuk dicintai!”Julian menghela napas kasar, kedua tangannya terangkat sebelum kembali dijatuhkan di sisi tubuhnya. “Astaga, Kalen. Sampai kapan kau akan menyimpan kebencian ini?” suaranya sarat dengan kelelahan.Namun, Kalen hanya menatapnya dengan rahang yang mengeras, kepalan tangannya membuktikan betapa ia tak ingin mendengar satu pun pembelaan terhadap wanita yang telah menghancurkannya.Julian mendekat, menatap langsung ke dalam mata sahabatnya itu. “Melvin membutuhkan Nadya, Kalen. Kau sadar itu, bukan?”Kalen mengerjapkan matanya, ekspresinya sedikit berubah, namun tetap tak menjawab.“Bayi itu hidup karena Nadya. Nafasnya bergantung pada wanita yang kau
last updateLast Updated : 2025-02-10
Read more

Dalam Tempat yang Sama

Pagi telah tiba.Nadya, yang sudah bersiap dengan pakaian sederhana, menatap bayangan dirinya di cermin sesaat sebelum melangkah keluar. Ia ingin pergi. Harus pergi.Di ruang tengah, Yanna—salah satu pelayan rumah itu—baru saja selesai membereskan meja sarapan ketika Nadya menghampirinya.“Yanna, aku titip Melvin sebentar. Aku harus pergi ke makam anakku,” ujar Nadya dengan suara pelan namun tegas.Yanna menatapnya dengan cemas. “Apakah Tuan sudah tahu kalau kau akan pergi?” tanyanya hati-hati. Ia tahu betul betapa Kalen bisa menjadi pria yang sulit ditebak.Nadya mengangguk. “Aku sudah bicara dengan Kalen semalam. Dia sudah mengizinkanku, tapi hanya sebentar. Aku juga sudah menyediakan stok ASI di lemari es di kamar Melvin.”Yanna menghela napas lega, tetapi masih terlihat ragu. “Baiklah kalau begitu. Tapi jangan terlalu lama, Nadya. Aku takut Melvin menangis dan tidak mau digendong oleh siapa pun selain olehmu.”“Ya. Aku akan segera pulang begitu selesai.”Dengan itu, Nadya mengambi
last updateLast Updated : 2025-02-10
Read more

Pertanyaan yang Mengejutkan

"A—aku … aku hanya mampir sebentar," suara Nadya terdengar lirih, hampir tenggelam dalam angin senja yang membelai pucuk-pucuk bunga kamboja di pemakaman itu.Matanya yang bening menyimpan sembilu kepedihan, sementara jemarinya menggigil, meremas ujung jaket tipis yang membungkus tubuhnya."Kau mengenalnya?" Suara wanita itu terdengar datar, namun ada selarik keingintahuan yang bersembunyi di balik intonasinya.Nadya menelan salivanya dengan pelan, merasakan kepahitan menggumpal di tenggorokannya.Ia menggeleng pelan, seolah ragu dengan jawabannya sendiri. "Tidak terlalu mengenalnya. Aku kemari karena anakku dimakamkan di sini."Suaranya nyaris teredam desir angin yang melintas di antara nisan.Jemarinya gemetar saat menunjuk sebuah makam kecil yang terletak tak jauh dari tempatnya berdiri, batu nisannya masih tampak baru, seakan kesedihan yang melingkupinya belum sempat mengering."Siapa namamu?" Pertanyaan itu meluncur begitu saja, membelah kesunyian yang menggantung di antara merek
last updateLast Updated : 2025-02-11
Read more

Panggil Aku Mama

"Nala juga yang memberitahuku. Dia melarangmu menjadi ibu susu Melvin karena kau adalah mantan kekasih Kalen. Kau dan Kalen berpisah karena kau selingkuh darinya. Apa itu benar?"Suara Eliza terdengar lembut, tetapi ada ketegasan yang menggantung di udara.Nadya merasakan dadanya mengencang, seakan ada tangan tak terlihat yang meremas hatinya tanpa ampun.Napasnya tercekat, dan untuk sesaat, ia hanya bisa menelan ludahnya dengan susah payah.Kesunyian menyelubungi ruangan, begitu pekat hingga detak jam di dinding terdengar seperti gemuruh yang menggema di telinganya.Matanya sedikit mengerjap, menatap wanita paruh baya di hadapannya dengan perasaan campur aduk.Perlahan, Nadya menggeleng. Gerakan kepalanya nyaris tak terlihat, seakan setiap sentakan kecil membawa beban yang terlalu berat untuk ditanggung."Sebenarnya itu hanya kesalahpahaman yang tidak bisa menemukan ujungnya," ucapnya dengan suara lirih, nyaris seperti bisikan yang hampir terbang bersama angin malam."Tapi, semuanya
last updateLast Updated : 2025-02-11
Read more

Ancaman dari Eliza

“Mama? Ada apa, Ma?”Kalen sedikit terkejut melihat kedatangan Eliza ke kantornya tanpa pemberitahuan.Wanita paruh baya itu berdiri tegap di ambang pintu, mengenakan setelan berwarna krem yang elegan, wajahnya datar tanpa ekspresi.Meski penampilannya tampak tenang, ada sesuatu dalam sorot matanya yang membuat Kalen merasa waspada.“Halo, Tante. Apa kabar?” ucap Julian, rekan kerja sekaligus sahabat Kalen, yang ikut berada di ruangan itu. Ia tersenyum ramah ke arah Eliza, berusaha mencairkan suasana yang sedikit tegang.“Kabarku baik. Bagaimana denganmu, Julian?” jawab Eliza, membalas dengan nada formal namun tetap hangat.“Kabarku baik, Tante.”“Syukurlah. Bisa tinggalkan kami sebentar? Ada yang ingin aku bicarakan dengan Kalen.”Julian menatap Kalen sejenak, seakan meminta konfirmasi, sebelum akhirnya mengangguk sopan dan beranjak dari kursinya.“Baik, kalau begitu aku keluar dulu.” Setelah berpamitan, Julian melangkah keluar, menutup pintu di belakangnya, meninggalkan Kalen dan El
last updateLast Updated : 2025-02-12
Read more

Akan Terus Membencinya?

Brak!Pintu rumah terbanting keras, memecah keheningan malam yang seharusnya damai. Nadya tersentak, jantungnya berdegup kencang mendengar suara itu.Dengan langkah cepat, ia menghampiri sumber kegaduhan dan menemukan Kalen berdiri di ambang pintu. Pria itu terhuyung, matanya sayu, dan wajahnya merah padam.“Kalen? Apa yang kau lakukan?” suaranya bergetar antara terkejut dan khawatir.Nadya menahan napas saat aroma tajam alkohol menyeruak dari tubuh Kalen. Bau itu begitu kuat, bercampur dengan hawa malam yang dingin.“Kau mabuk?” tanyanya pelan, meski ia sudah tahu jawabannya.Kalen tidak menjawab, hanya mendesah berat sebelum melangkah masuk dengan langkah gontai.Nadya melirik jam di pergelangan tangan pria itu—pukul dua belas malam. Matanya mengerjap, menatap pria yang kini nyaris kehilangan keseimbangan.“Tolong bawa dia ke kamarnya, Gery,” pinta Nadya kepada pria lain yang berdiri di belakang Kalen.Gery—asisten pribadi Kalen—tanpa banyak bertanya langsung memapah majikannya menu
last updateLast Updated : 2025-02-12
Read more

Meradang Melihatnya

Waktu sudah menunjuk angka tujuh pagi. Cahaya matahari yang hangat menelusup melalui celah tirai jendela, menciptakan corak lembut di dinding kamar yang masih remang.Kalen membuka matanya perlahan. Sebuah denyutan tajam berpusar di kepalanya, membuatnya mengerang pelan.Pengar itu terasa begitu nyata, seolah semalam dirinya tenggelam terlalu dalam dalam gelas-gelas pahit yang membakar tenggorokannya.Bayang-bayang samar menari di benaknya. Ia melihat dirinya, wajah merah padam dan suara yang meninggi, berdiri di hadapan Nadya.Sepotong ingatan itu menyesakkan dadanya. Rasa bersalah mengendap, membuat napasnya terasa berat.“Apa yang telah kulakukan semalam?” gumamnya, suara seraknya nyaris tak terdengar.Ia melirik ke arah pintu, menelaah apakah ada tanda-tanda seseorang masuk ke kamarnya. Kosong. Hanya keheningan yang menyapanya.Dengan frustasi, Kalen menjambak rambutnya sendiri, lalu menghela napas panjang. “Sepertinya tidak. Aku tidak mengatakan apa pun pada Nadya.”Ia menggeleng
last updateLast Updated : 2025-02-13
Read more

Pertengkaran Hebat

“Kenapa kau mengusir Julian seperti itu? Dia kan, sahabatmu,” protes Nadya ketika melihat kekecewaan Julian saat diusir oleh Kalen.“Aku lelah. Dan aku tahu maksud Julian kemari untuk apa,” jawabnya dingin tanpa menatap Nadya. Suaranya rendah, namun nadanya penuh ketegasan yang menyiratkan kemarahan yang terpendam.“Apa? Dia ingin mengajakmu minum-minum lagi? Sepertinya tidak. Ini masih pagi dan—”“Cukup, Nadya!”Pekikan Kalen membuat Nadya tersentak. Nada suaranya yang tajam dan penuh emosi membuat ruangan seolah bergetar oleh ketegangan yang tiba-tiba tercipta.“Kenapa kau membela Julian? Jangan menggoda sahabatku. Kau ingin menambah korban pengkhianatanmu itu, huh?”Tangan Nadya mengepal, rahangnya mengeras menahan emosi yang membuncah. “Aku tidak menggoda Julian. Aku dan dia hanya berbincang, dan aku juga tidak berniat melakukan itu,” protes Nadya tak terima disebut sedang menggoda Julian.Kalen menyunggingkan senyum sinis, tatapannya dingin menusuk. “Kau pikir aku bodoh? Tatapanm
last updateLast Updated : 2025-02-13
Read more

Demam Tinggi

Yanna sedang sibuk menata piring dan makanan di meja makan ketika suara langkah kaki yang mantap mendekatinya. Ia menoleh dan melihat Kalen berjalan dengan ekspresi tak sabar.“Yanna. Apa Nadya belum keluar dari kamarnya?” tanya Kalen dengan nada datar, tapi matanya menunjukkan ketidaksabaran yang semakin menjadi.Yanna menggeleng pelan. “Belum, Tuan.”Kalen berdecak dan melirik jam dinding. Jarum panjang sudah melewati angka tujuh malam. Sejak pagi, wanita itu tak menampakkan diri sama sekali.“Memangnya dia tidak lapar? Dia sedang ingin menghukumku karena kejadian pagi tadi? Sialan!” umpat Kalen, rahangnya mengeras karena rasa frustrasi yang mulai menguasai dirinya.Dengan tatapan penuh perintah, ia berkata, “Panggil dia kemari dan suruh dia makan denganku!”“Baik, Tuan,” jawab Yanna sigap sebelum berlari kecil menuju kamar Nadya. Ia mengetuk pintu beberapa kali, menunggu jawaban, tetapi yang ia dapatkan hanyalah keheningan.“Nadya?” panggil Yanna lagi. Tetap tak ada jawaban. Ia men
last updateLast Updated : 2025-02-14
Read more

Perdebatan di Rumah Sakit

"Kau benar-benar tidak mau mengakui kesalahanmu, ya?" John menghela napas panjang, lalu menggeleng-gelengkan kepala mendengar ucapan Kalen. Ia tak habis pikir dengan pria itu.Di sisi lain, Nadya masih terbaring lemah, belum juga sadarkan diri. Wajahnya tampak pucat, napasnya tersengal-sengal, seolah tubuhnya telah kehilangan tenaga untuk bertahan."Tentu saja! Aku tidak merasa telah melakukan kesalahan padanya." Kalen tetap membela dirinya meski John sudah dengan terang-terangan menyalahkan dirinya. “Bukan salahku jika Nadya sakit seperti ini. Memangnya ada luka lebam yang diakibatkan olehku?” ucap Kalen dengan nada penuh pembelaan.Rahangnya mengeras, dan tatapannya tajam seolah menantang John untuk terus menyalahkannya.John mengepalkan tangannya, menahan diri agar tidak melayangkan pukulan ke wajah pria itu. Mata John membara, penuh amarah yang tertahan.“Kau tidak pernah berubah, Kalen. Kau boleh membencinya, tapi jangan juga kau memperlakukan dia dengan kasar! Kau pikir kondis
last updateLast Updated : 2025-02-14
Read more
PREV
1234567
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status