"Kenapa kau berbicara seperti itu, Neuro?"Suara Alisha meluncur lirih, nyaris seperti angin yang berbisik di antara dedaunan musim gugur.Matanya, sepasang bintang yang meredup, menatap Neuro dengan kebingungan yang tak terselami.Neuro mengerjapkan mata, rona kebingungan berpendar di wajahnya yang tampan, seolah angin malam telah membelai pipinya dengan keraguan."Bicara apa?""Tadi, kau bicara pada Rean bahwa kau mencintaiku. Kau tidak perlu melakukan sejauh itu hanya untuk memprovokasinya."Neuro menarik napas, dadanya naik-turun dengan berat. Kata-kata Alisha, bagaikan belati tak kasatmata, menyayat keyakinannya tanpa ampun.Ia menatapnya, mencari sesuatu di wajah wanita itu—seberkas kepercayaan, mungkin, atau sekadar pemahaman. Namun, yang ia temukan hanyalah tembok es yang membentang di antara mereka."Aku tidak sedang memprovokasinya, Alisha. Aku hanya mengatakan apa yang kurasakan."Sesaat, Alisha terdiam. Cahaya temaram senja menari di irisnya, berpendar seperti percikan api
Last Updated : 2025-02-15 Read more