Dalam keheningan yang menyiksa, Alisha dapat mendengar deru napas Rean yang menghela napas panjang melihatnya berpura-pura tertidur.Sorot mata penuh dendam kembali ia tampilkan di wajahnya. Lihat saja Rean, ia berjanji ini adalah kali terakhir pria itu merasa lega.Setelah melakukan hal sekejam ini padanya, Alisha tidak akan membiarkan mereka merasa tenang di masa hidupnya.Dendam itu membara di dadanya, bersemayam dalam gelap yang tak akan pernah pudar. Ia akan menjadi badai yang menumbangkan segalanya.Alisha menatap jas yang akan dipakai Rean hari ini. Ia mengambil alat penyadap suara berbentuk pena yang pernah ia dapatkan dari Neuro waktu itu.Setelah sekian lama Neuro memberi alat itu, tidak ia sangka ia akan menggunakan alat ini sekarang. Bergegas Alisha menghampiri Rean lalu membawa jas beserta penanya.Rean terlihat mengangkat alisnya bingung, ia tidak menyangka jika Alisha masih memperhatikannya bahkan ketika wanita itu tengah dilanda amarah."Sayang?" "Aku melakukan ini kar
Degg. Jantung Alisha seolah berhenti di tempat mendengar ucapan Rean. Lusa? Secepat itu Rean memikirkan semuanya dan melupakan janji sakral mereka?Sebegitu cintakah Rean kepada Gea hingga ia tidak sanggup berlama-lama menjalin hubungan terlarang dengan wanita itu?Dada Alisha terasa seperti lautan yang dihantam badai—gelombang amarah dan kepedihan berkecamuk tanpa henti, menghancurkan sisa-sisa harapannya yang rapuh.Kepala Alisha terasa pening, seolah beban dunia sedang bertengger di pelipisnya.Meski entah rasa cinta itu masih ada atau tidak, ia tetap tidak merasa terima saat Rean secepat itu berpikir untuk menggantikannya.Bagaimanapun hancurnya pernikahan mereka sekarang, mereka pernah memiliki masa-masa yang bahagia.Tidakkah Rean mengingatnya? Tidakkah kenangan-kenangan manis itu berdesir di hatinya, seperti angin lembut yang pernah membelai hari-hari mereka?Alisha menarik napas panjang yang terasa tercekat di kerongkongan. Udara di sekitarnya terasa menipis, seakan seluruh ok
Neuro mendesah, matanya menyelidik wajah Alisha yang menyimpan banyak rahasia. Ia seharusnya tahu—wanita ini jauh lebih keras kepala daripada yang terlihat di permukaan."Sejak kapan kau mengalami ini?" tanyanya pelan, mencoba menggali lebih dalam ke balik benteng yang Alisha bangun."Maksudmu?""Kau mengalami serangan panik, Nona. Apa kau tidak menyadarinya? Kondisimu harus segera ditangani oleh ahlinya atau akan menjadi semakin parah," ujar Neuro, kekhawatiran menguasai suaranya.Alisha segera bangkit dari tempat duduknya, gerakannya kaku seperti seseorang yang menanggung beban berat di pundaknya. Neuro secara otomatis ikut keluar dari mobil, langkahnya sigap mengikuti Alisha."Kau berpikir aku sudah gila? Begitu, Neuro?" suara Alisha bergetar, namun di balik nada tajamnya ada luka yang bersembunyi.Netra Neuro melebar, keterkejutan melintas di matanya. "Apa? Tidak, aku hanya mencemaskanmu," jawabnya cepat, takut menyakiti wanita yang sudah cukup terluka itu.Helaan napas panjang me
"Maaf apa Tante sudah mendengar tentang permasalahan Kak Lisha dan Kak Rean? Saya Gea, saya orang yang dekat dengan Kak Rean,"Netra Riana melebar mendengar perkataan Gea. Ada kilatan tajam di matanya. Ini selingkuhan Rean? Wah, berani sekali wanita ini menelepon kemari.Adrenalin mengalir deras di nadinya, memantik api kemarahan yang seketika membakar dadanya.Siapa wanita ini yang dengan santai merusak rumah tangga putranya dan bahkan berani menelepon rumah ini seolah tak ada rasa bersalah sedikit pun?"Kamu wanita murahan yang merebut Rean dari Alisha, begitu? Berani sekali kamu menelepon ke rumah ini," ujar Riana dengan nada tajam, seperti belati yang menusuk di udara.Matanya menyipit, sorot penuh kecurigaan membara di balik lensa tipis kacamatanya. Meski hatinya dingin pada Alisha, tetapi sebagai ibu, ia tak bisa membiarkan nama baik keluarganya tercoreng oleh skandal memalukan.Di ujung telepon, Gea menarik napas gemetar, tangisnya bergetar seperti seruling pilu di tengah badai
Ketika jarum jam hampir menunjuk angka empat, Gea melangkah keluar dengan percaya diri.Ia akan memainkan perannya dengan sempurna, menggiring Riana ke sisinya, dan perlahan-lahan menyingkirkan Alisha dari kehidupan Rean.Sementara itu, di tempat lain, Alisha membuka pintu rumah dengan langkah yang terasa berat.Keningnya berkerut dalam saat mendengar suara tawa ringan dari ruang tengah. Tawa yang terasa begitu akrab—dan menyakitkan.Ia menaruh heels di rak dan melangkah lebih dalam, rasa curiga menyelinap di hatinya."Pinter kamu masaknya!""Makasih Tante, Kak Rean juga suka masakan aku,"Alisha tersentak, darahnya berdesir kencang di nadinya. Ia mengenali suara itu dengan sangat jelas.Langkahnya otomatis semakin cepat menuju sumber suara, dan di sana—di ruang tengah—ia menemukan pemandangan yang memaku jantungnya.Gea sedang duduk santai di sofa, menyuapi Riana dengan penuh kelembutan, seolah ia sudah menjadi bagian dari keluarga ini sejak lama. Ada kilatan kemenangan di mata Gea k
Rean mengedarkan pandangannya ke sekitar, memastikan tak ada yang mendengar percakapan mereka.Begitu merasa aman, ia mendekat, meraih pergelangan tangan Gea dan berbisik tajam di telinganya, "Kau sengaja kemari untuk menantangku, Gea? Bukankah sudah kubilang bahwa aku akan membatalkan pernikahan kita jika kau melakukan ini?"Alih-alih takut, Gea tersenyum manis, senyum yang penuh kemenangan dan ancaman terselubung."Bukankah sudah kubilang untuk bersiap padaku, Sayang? Sampai kapan pun pernikahan kita akan tetap terwujud. Apa kau sudah lupa bahwa aku memegang kartumu?" suaranya lembut, tetapi setiap kata yang diucapkan bagaikan belati beracun yang menusuk ego Rean.Dengan gerakan perlahan, Gea menepuk perutnya yang datar, ekspresinya semakin licik. "Kau ingin aku memperkenalkannya pada ibumu atau Alisha? Atau keduanya saja agar mereka menyambut kehadirannya dengan meriah?"Dada Rean bergemuruh hebat. Ia mengepalkan tangannya, menahan amarah yang siap meledak.Dengan gerakan kasar, ia
Rean menggeram kesal ke arah Gea yang tersenyum padanya—senyum yang begitu manis di permukaan, namun di matanya bersinar kilau licik seperti mata kucing di kegelapan.Gadis itu ternyata tidak memedulikan peringatannya sedikit pun, membiarkan kata-kata Rean terbang seperti debu dihembus angin.Ia sudah menegaskan, melarangnya memberitahu siapa pun, tetapi Gea, dengan keberanian yang menjengkelkan, justru membisikkan segalanya kepada ibunya—menciptakan badai di tengah lautan emosi Rean."Mama senang jika kalian akhirnya memutuskan menikah. Gea lebih baik dari Alisha, Sayang.“Gea masih muda dan cantik, dia juga pintar memasak dan yang paling penting Gea menghormati Mama. Perbandingannya sangat jauh jika dibandingkan dengan Alisha," kata Riana, suaranya mengalun lembut namun penuh tajam seperti belati berselubung sutra.Perempuan paruh baya itu bersinar dengan rasa puas yang menari di wajahnya, matanya berbinar seakan-akan Gea adalah berlian langka yang akhirnya berhasil ia miliki.Rean
Hati Rean terasa mencengkeram dadanya erat-erat. "Kau benar-benar marah padaku karena kedatangan Gea hari ini? Aku benar-benar tidak tahu jika Gea akan melakukan itu, sungguh," ucapnya, ada kesungguhan yang hampir putus asa di sana.Namun, hati Alisha seolah telah membeku. Ia mendengus, lalu berkata dengan nada yang lebih tajam dari pecahan kaca, "Bukankah kau senang jika dia dekat dengan Mama? Mereka terlihat cocok satu sama lain."Rean menggeleng kecil, matanya memohon sesuatu yang tak bisa ia ucapkan dengan kata-kata."Aku mohon Sayang, jangan seperti ini. Aku benar-benar tidak menginginkan itu. Kamu adalah istriku, dan tidak ada yang akan menggantikanmu menjadi menantu Mama."Tawa sinis Alisha memenuhi udara, mengiris harapan tipis di hati Rean. "Jangan bicara lagi jika kau masih mempertahankan jalang itu di sini.""Kami sudah putus, maksudku Gea dan aku," suara Rean terdengar hampir putus asa, memohon pengertian yang tak kunjung ia dapatkan. "Tapi Gea tidak terima, jadi dia melak
Kelly hanya bisa meremas foto-foto itu dengan kesal. Mustahil, bagaimana bisa Alisha menemukan jejak dirinya saat menjadi wanita penghibur beberapa tahun yang lalu.Hanya sebentar ia berada disana untuk bekerja, bagaimana mungkin Alisha bisa menemukan jejaknya?Apa Alisha memiliki orang handal yang pintar mencari informasi? Tidak mungkin. Perusahaan Alisha bukanlah perusahaan besar yang memiliki sumber daya manusia yang luar biasa."Bagaimana Kelly? Kau ingin aku mengirimnya pada Andrew?" ujar Alisha dengan senyuman miring."Atau bagaimana jika aku membeberkan hal ini ke media? Beritamu pasti akan besar seperti halnya beritaku. Bahkan aku bisa membuatnya lebih besar lagi," sambung Alisha kembali.Kelly mulai terlihat pucat pasi mendengar ucapan Alisha. Rahangnya bergemretak menahan amarah melihat Alisha yang tersenyum penuh arti. "Apa maumu?""Ha, tidak seru! Kenapa kau masih saja searogan itu saat kartu matimu ada di tanganku. Memohonlah padaku, Kelly Anderson! Baru aku akan memperca
Awalnya Alisha pikir Gea akan terbawa amarah saat ia lagi-lagi kalah darinya. Namun kali ini berbeda, Alisha terperangah saat melihat Gea malah mengangkat bibirnya membentuk sebuah senyuman. Senyuman licik nan berbahaya. Kedua tangannya ia lipat di depan lalu berkata, "Tidak apa-apa, Kelly. Aku memang sengaja kalah dari Kak Lisha,"Alisha mengangkat alis mendengar ucapan ambigu yang dilontarkan oleh Gea. Apa yang jalang ini maksud sebenarnya?"Sengaja kalah? Kenapa memangnya, Gea?" Kelly terlihat mulai memancing.Semua orang terlihat mencondongkan tubuh mereka, sama-sama ingin tahu jawaban yang akan Gea utarakan."Aku sudah mengambil semuanya dari Kak Lisha, hal ini tidak seberapa dengan pengorbanannya untukku. Dia sungguh berhati mulia mau memberikan suami tercintanya.”"Astaga, malangnya.""Kasihan sekali.""Dia tidak pandai menjaga suaminya."Alisha hanya bisa ternganga mendengar jawaban Gea. Semua orang kembali terkikik geli. Sialan, mereka sengaja menjadikan aib rumah tanggany
Alisha mengangkat wajahnya melihat ke arah depan. Matanya melebar sempurna melihat bayangan wanita itu. Raut wajah Alisha seketika mengeras melihat Gea berdiri disana dengan senyuman lebar. Gea melangkahkan kakinya ke arah meja mereka dengan langkah mengayun. Alisha hanya bisa mengatupkan rahangnya kuat melihat penampilan Gea yang mewah malam ini. Sedang apa wanita jalang ini di sini?"Selamat malam, Kak Lisha. Akhirnya kita bertemu lagi hari ini."Melihat Gea berdiri disana dengan senyuman lebar membuat amarah Alisha seketika bangkit. la refleks berdiri, menatap tajam ke arah Gea yang masih memasang senyum lebarnya."Apa-apaan ini, Kelly? Kenapa jalang ini ada di sini?" ujar Alisha sinis.Kelly terlihat mengangkat bahu. "Maafkan aku Alisha Sayang, tapi aku menerima semua orang yang menurutku memiliki derajat tinggi. Sekarang Gea adalah istri Rean Hadiyatma, salah satu perusahaan besar di kota ini,""Apa kalian tahu siapa dia?" Tanya Alisha sambil menunjuk Gea dengan telunjuknya."T
Dalam hati Gea bersorak mendengar ucapan Riana. Rencananya lebih lancar dari yang seharusnya berjalan. Kematian Hendriawan benar-benar menguntungkan baginya. Lihat orang-orang bodoh ini, mereka tidak tahu jika ia telah menyuntikan racun ke dalam infusan Hendriawan. Sebenarnya langkahnya untuk melenyapkan bukan bagian dari rencana, hanya saja mengingat pria tua itu bisa menjadi batu sandungan untuknya, Gea terpaksa melakukannya.Racun yang ia suntikan memang tidak dapat terdeteksi sebagai penyebab kematian, siapa yang menyangka jika pekerjaan ayahnya sebagai anggota preman cukup membantunya mengetahui informasi ini. Gea mengulas senyuman tipis. Kebencian Riana terhadap Alisha semakin membesar karena satu dua kebohongan yang ia lontarkan. la akan menjadikan Riana sebagai alat untuk menghancurkan Alisha. Tidak ada senjata yang lebih baik dibanding dari mereka yang dipenuhi dendam dan juga amarah.Dengan penuh yakin Gea mengangguk, menuruti apapun arahan Riana selanjutnya."Baik Ma, G
Suasana duka menyelimuti kediaman rumah Keluarga Hadiyatma ketika Alisha menginjakkan kakinya di sini.Semua orang berpakaian penuh hitam ikut menggambarkan betapa kelamnya hari panjang ini bagi mereka.Alisha hanya bisa menatap rumah duka itu dengan tatapan nanar. Suasana hatinya tak jua berbeda dengan suasana hati yang ditujukkan Rean dan Riana hari ini. Sedih dan putus asa.Riana terlihat masih menjerit histeris menggoncang tubuh suaminya yang terbujur kaku sementara Rean terlihat menahan lengan sang ibu untuk menguatkan hatinya yang ditinggal belahan jiwanya.Pemandangan ini sungguh memilukan membuat beberapa pelayat ikut menutup wajah, menyembunyikan tangisnya.Kedatangan Alisha dan raut wajah sedihnya nyatanya tak dapat menyentuh hati Riana sedikit pun.Melihat kedatangan Alisha yang tidak diharapkan membuat pandangan Riana berubah waspada.Wajah putus asanya seketika mengeras melihat Alisha menghampiri jasad Hendriawan. Berani sekali! Berani sekali orang yang menyebabkan kemala
Telinga Riana seolah berdenging mendengar ucapan dokter di depannya."Apa maksudnya dokter? Jangan main-main. Saya mau menemui suami saya, tadi dia masih baik-baik saja. Mana mungkin suami saya meninggal," ujar Riana menolak fakta yang baru saja dikatakan dokter di depannya."Maafkan kami Bu, kami sudah berusaha namun Tuhan berkehendak lain. Nyawa suami Ibu tidak dapat kami selamatkan.”Tubuh Riana seketika melemas mendengar perkataan dokter di depannya. Tidak mungkin, tidak mungkin suaminya meninggalkannya sekarang.Dengan daya yang tersisa tinggal sedikit, Riana menghampiri ruangan Hendriawan.Tatapannya berubah nanar saat melihat tubuh kaku Hendriawan dengan wajahnya yang sudah memucat."Papa baik-baik saja kan, Pa? Papa pasti bohong kan sama Mama? Papa tidak mungkin meninggalkan Mama sendirian, bukan?"Meski Riana sudah mengguncang tubuh Hendriawan berkali-kali dengan daya yang cukup keras, Hendriawan tetap tidak merespon apapun yang sudah ia lakukan."Papa jangan bercanda begini
Gea menarik nafasnya yang seketika menjadi berat lalu kembali memfokuskan pendengarannya saat Hendriawan kembali membuka suara.Hendriawan terlihat menarik tangan Alisha lembut. Melihat tatapan penuh makna yang diberikan mertuanya pada Alisha, Gea merasa ada sesuatu yang penting hendak dibicarakan oleh Hendriawan."Papa punya permintaan untuk kamu, Alisha.”"Apa itu, Pa?”"Sayang, Papa ingin kamu membatalkan gugatan kamu pada Rean, Papa mohon Sayang, tetaplah jadi menantu Papa. Kamu mau kan?"Seketika jantung Gea berhenti mendengar permohonan Hendriawan pada Alisha. Apa ia tidak salah dengar? Apa Hendriawan baru saja melarang Alisha untuk bercerai dengan Rean?Tanpa sadar Gea mengepalkan tangannya hingga kuku jari jemarinya memutih. Emosinya seketika bangkit mendengar permintaan Hendriawan yang tidak masuk akal.Tidak cukup dengan mengabaikan kehadirannya sebagai istri Rean, Hendriawan sepertinya ingin mengembalikan keadaan pernikahan Rean dan Alisha kembali seperti semula.Nafas Gea
Alisha mengerjap mendengar permintaan Hendriawan yang mendadak kepadanya. la terdiam, terlalu bingung untuk memberi jawaban kepada Hendriawan.Sebenarnya Alisha mau saja, tapi mengingat ia harus sering bertemu dengan Riana dan Gea membuat Alisha merasa enggan."Sayang? Papa mohon, kamu mau ya?"Permohonan yang sangat yang diucapkan oleh Hendriawan membuat Alisha menjadi tidak tega. la melirik ke arah Rean yang sepertinya ikut menunggu jawaban darinya.Alisha menghela nafasnya berat lalu mengangguk. Meski ia enggan, tidak mungkin ia menolak permintaan Hendriawan secara terang-terangan seperti ini."Aku akan berusaha, Pa," jawabnya tidak yakin.Hendriawan mengulas senyuman kembali saat mendengar jawaban Alisha. Netra Hendriawan yang terlihat semakin sayu membuat Alisha memintanya untuk kembali beristirahat."Sebaiknya Papa istirahat sekarang. Jangan memikirkan banyak hal yang tidak perlu."Hendriawan mengangguk lalu mulai memejamkan mata. Alisha segera menarik selimutnya lalu menaikkann
Alisha terlonjak mendengar ucapan Rean. "Papa sakit? Tunggu, apa penyakitnya kambuh lagi?""Begitulah. Jadi Alisha, bisa kau bantu aku dan segera datang kemari? Kita lupakan sejenak permasalahan yang tengah kita hadapi. Alisha, Papa membutuhkan dukungan kita sekarang. Kau bisa melakukannya?"Alisha menghela nafasnya panjang mendengar permintaan Rean. Bagaimana bisa ia menolak permintaan Rean saat Hendriawan membutuhkannya? la memijat keningnya sejenak lalu kemudian mengangguk kecil. Benar, untuk sementara lupakan dulu permasalahannya dengan para manusia brengsek ini. la harus membantu Hendriawan pulih dari sakitnya."Baiklah, dimana Papa dirawat?" Tanya Alisha cepat, tidak ingin berbasa basi hal yang tidak perlu dengan Rean."Ah, Rumah Sakit Kencana, dekat rumah kita.”"Rumahmu dengan Gea," ralat Alisha cepat."Ya ya, terserah. Jadi kau bisa kemari? Kau mau aku jemput?"Kening Alisha berkerut tidak senang mendengar ucapan Rean, "Menurutmu setelah apa yang kau lakukan tadi aku masih i