Ketika jarum jam hampir menunjuk angka empat, Gea melangkah keluar dengan percaya diri.Ia akan memainkan perannya dengan sempurna, menggiring Riana ke sisinya, dan perlahan-lahan menyingkirkan Alisha dari kehidupan Rean.Sementara itu, di tempat lain, Alisha membuka pintu rumah dengan langkah yang terasa berat.Keningnya berkerut dalam saat mendengar suara tawa ringan dari ruang tengah. Tawa yang terasa begitu akrab—dan menyakitkan.Ia menaruh heels di rak dan melangkah lebih dalam, rasa curiga menyelinap di hatinya."Pinter kamu masaknya!""Makasih Tante, Kak Rean juga suka masakan aku,"Alisha tersentak, darahnya berdesir kencang di nadinya. Ia mengenali suara itu dengan sangat jelas.Langkahnya otomatis semakin cepat menuju sumber suara, dan di sana—di ruang tengah—ia menemukan pemandangan yang memaku jantungnya.Gea sedang duduk santai di sofa, menyuapi Riana dengan penuh kelembutan, seolah ia sudah menjadi bagian dari keluarga ini sejak lama. Ada kilatan kemenangan di mata Gea k
Rean mengedarkan pandangannya ke sekitar, memastikan tak ada yang mendengar percakapan mereka.Begitu merasa aman, ia mendekat, meraih pergelangan tangan Gea dan berbisik tajam di telinganya, "Kau sengaja kemari untuk menantangku, Gea? Bukankah sudah kubilang bahwa aku akan membatalkan pernikahan kita jika kau melakukan ini?"Alih-alih takut, Gea tersenyum manis, senyum yang penuh kemenangan dan ancaman terselubung."Bukankah sudah kubilang untuk bersiap padaku, Sayang? Sampai kapan pun pernikahan kita akan tetap terwujud. Apa kau sudah lupa bahwa aku memegang kartumu?" suaranya lembut, tetapi setiap kata yang diucapkan bagaikan belati beracun yang menusuk ego Rean.Dengan gerakan perlahan, Gea menepuk perutnya yang datar, ekspresinya semakin licik. "Kau ingin aku memperkenalkannya pada ibumu atau Alisha? Atau keduanya saja agar mereka menyambut kehadirannya dengan meriah?"Dada Rean bergemuruh hebat. Ia mengepalkan tangannya, menahan amarah yang siap meledak.Dengan gerakan kasar, ia
Rean menggeram kesal ke arah Gea yang tersenyum padanya—senyum yang begitu manis di permukaan, namun di matanya bersinar kilau licik seperti mata kucing di kegelapan.Gadis itu ternyata tidak memedulikan peringatannya sedikit pun, membiarkan kata-kata Rean terbang seperti debu dihembus angin.Ia sudah menegaskan, melarangnya memberitahu siapa pun, tetapi Gea, dengan keberanian yang menjengkelkan, justru membisikkan segalanya kepada ibunya—menciptakan badai di tengah lautan emosi Rean."Mama senang jika kalian akhirnya memutuskan menikah. Gea lebih baik dari Alisha, Sayang.“Gea masih muda dan cantik, dia juga pintar memasak dan yang paling penting Gea menghormati Mama. Perbandingannya sangat jauh jika dibandingkan dengan Alisha," kata Riana, suaranya mengalun lembut namun penuh tajam seperti belati berselubung sutra.Perempuan paruh baya itu bersinar dengan rasa puas yang menari di wajahnya, matanya berbinar seakan-akan Gea adalah berlian langka yang akhirnya berhasil ia miliki.Rean
Hati Rean terasa mencengkeram dadanya erat-erat. "Kau benar-benar marah padaku karena kedatangan Gea hari ini? Aku benar-benar tidak tahu jika Gea akan melakukan itu, sungguh," ucapnya, ada kesungguhan yang hampir putus asa di sana.Namun, hati Alisha seolah telah membeku. Ia mendengus, lalu berkata dengan nada yang lebih tajam dari pecahan kaca, "Bukankah kau senang jika dia dekat dengan Mama? Mereka terlihat cocok satu sama lain."Rean menggeleng kecil, matanya memohon sesuatu yang tak bisa ia ucapkan dengan kata-kata."Aku mohon Sayang, jangan seperti ini. Aku benar-benar tidak menginginkan itu. Kamu adalah istriku, dan tidak ada yang akan menggantikanmu menjadi menantu Mama."Tawa sinis Alisha memenuhi udara, mengiris harapan tipis di hati Rean. "Jangan bicara lagi jika kau masih mempertahankan jalang itu di sini.""Kami sudah putus, maksudku Gea dan aku," suara Rean terdengar hampir putus asa, memohon pengertian yang tak kunjung ia dapatkan. "Tapi Gea tidak terima, jadi dia melak
"Jaga bicaramu, Alisha. Gea ini sedang menemani Mama berbelanja. Dia ini jauh berbeda dari kamu yang tidak pernah perhatian terhadap Mama," Riana membalas dengan nada angkuh, seolah-olah Gea adalah malaikat penyelamat yang diutus khusus untuk dirinya.Alisha mengangkat alisnya, mengejek tanpa kata. "Wah, rupanya kalian semakin cocok. Maafkan menantumu ini karena tidak memiliki waktu untuk berfoya-foya, Mama," balasnya menohok, memastikan setiap kata yang diucapkannya mengenai sasaran.Wajah Riana langsung memerah, emosinya tersulut dalam sekejap. "Mulut kamu ini semakin lama semakin tidak terpelajar," geramnya, suaranya bergetar menahan amarah."Ma, sudahlah jangan emosi. Lebih baik kita cari tempat lain saja. Tidak enak jika bertengkar di tempat umum seperti ini,"Gea berusaha menarik lengan Riana, berpura-pura menjadi pihak yang bijak. Namun, ada kilatan kemenangan di matanya yang tidak bisa ia sembunyikan."Kamu benar, Sayang. Kita cuma buang-buang waktu berada di sini," sahut Rian
Alisha mencoba mempertahankan raut wajah datarnya lalu mengembalikan ponsel Rean.Jemarinya yang ramping melayang sejenak sebelum benar-benar melepaskan benda itu, seakan ingin mengabadikan sensasi dingin logam di kulitnya—sebuah kemenangan kecil yang hanya ia sendiri yang tahu.Di dalam dada, sebuah kepuasan mekar, semanis racun yang perlahan-lahan menjalar ke seluruh tubuh. Ia telah berhasil memasang aplikasi pelacak tanpa dicurigai. Siapa sangka kecemburuan Rean terhadap Neuro justru menjadi senjatanya?"Kenapa kau diam saja? Bagaimana? Sekarang kau percaya perkataanku bahwa hubunganku dengan Gea sudah berakhir, bukan?" Suara Rean bergetar, mengandung harapan yang nyaris putus asa.Alisha menggeleng perlahan, seperti angin musim gugur yang dengan lembut menolak jatuhnya daun terakhir. "Tidak."Tatapan Rean menegang. Sejenak, mata itu memancarkan keputusasaan sebelum kembali tajam, mencoba membaca sesuatu di wajah Alisha. "Apa? Memangnya ada hal aneh di dalam ponselku itu?""Tidak a
Air mata haru menggenang di sudut matanya. Ini adalah momen yang telah ia tunggu-tunggu. Tuhan telah menjawab doanya.Namun, kebahagiaan yang baru saja ia genggam seketika terhenti ketika sebuah suara menggelegar dari sudut ruangan."Kenapa kalian tidak mengundang istri pertama ke pernikahan ini? Wah, aku tidak menyangka jika suamiku telah berhasil direbut olehmu, Gea."Suasana di aula berubah seketika. Desas-desus memenuhi udara, membentuk gelombang kebingungan dan keterkejutan. Gea membeku di tempatnya.Matanya membelalak saat sosok yang dikenalnya berdiri di bawah panggung dengan senyum menantang.Alisha.Dengan gaun putih mewah yang membalut tubuhnya, serta wajahnya yang dipoles riasan lembut, ia terlihat tak kalah anggun.Para tamu yang awalnya terfokus pada Gea dan Rean kini mengalihkan perhatian mereka ke sosok Alisha, yang berdiri tegak dengan aura yang begitu kuat.Senyum yang ia layangkan bukan senyum bahagia, melainkan senyum penuh makna, seolah ia adalah badai yang siap me
"Astaga, jadi kau menyalahkan aku atas semua perbuatanmu? Begitu, Gea?""Diam!"Rean dan Gea seketika berhenti lalu menatap Riana yang datang dengan wajah murka."Seharusnya kalian bahagia saat ini, kenapa malah berdebat dan saling melempar kesalahan?"Tangisan Gea membuncah, seketika ia berlari ke arah Riana lalu memeluknya erat."Seharusnya kamu tunjukkan kepada Alisha bahwa kamu bahagia dengan pilihanmu ini, Rean. Kenapa kamu malah memarahi Gea?""Tapi Ma, aku tidak mau kehilangan Alisha. Aku tidak rela melihatnya pergi dan berpaling kepada Neuro. Alisha itu istriku, dia adalah wanita yang paling aku cintai,""Dia sudah membuangmu, Rean. Sadarlah!" ucap Riana dengan penekanan yang kuat.Rean hanya bisa terduduk pasrah mendengar ucapan Riana. Ucapan ibunya memang benar—dia telah dibuang oleh Alisha.Dia telah menghina kita hari ini. Acara kita menjadi bahan perbincangan di sepanjang pesta, menjadi gunjingan di antara para tamu yang menatap kita dengan sorot mata penuh ejekan.Mama m
Neuro bangkit, membuka lemarinya lalu mencari-cari sesuatu yang bisa Alisha pakai. Neuro menemukan kemeja putih yang sepertinya akan cocok di badan Alisha yang mungil lalu menariknya keluar.la kembali menghampiri Alisha yang kini terduduk diam. Neuro mulai membuka resleting gaun Alisha. Gerakan tangannya tiba-tiba terhenti saat Alisha mengecup bibirnya lembut.Netra Neuro melebar sempurna saat bibir gadis itu mulai menyapu area bibirnya beberapa kali.Neuro mulai mengatur pemikirannya lagi, memberikan pengarahan pada tubuhnya agar membuat gadis itu merasa nyaman.Neuro mulai mengikuti permainan yang Alisha lakukan. Namun, permainan kali ini Neuro membuat ritmenya lebih lembut dan teratur agar kenyamanan Alisha tidak terusik.Tidak banyak yang bisa mereka katakan, hanya sorot mata yang berbicara betapa dalamnya perasaan yang tengah Neuro salurkan.Alisha harus tahu bahwa ia sungguh-sungguh dalam setiap tindakannya, ia sungguh-sungguh akan mengangkat gadis itu ke dasar melupakan seluru
"Kau tidak keberatan jika aku membawamu ke sini?" tanya Neuro saat mereka telah sampai di depan pintu apartemennya.Alisha terlihat mengangguk lemah. Tatapan nanar dan raut wajah putus asanya tidak juga berubah sejak mereka meninggalkan area pesta pernikahan.Alisha terlihat seperti mayat hidup yang berjalan tak tahu arah. Raganya mungkin ada disini, namun jiwanya melayang entah kemana.Neuro hanya bisa mendesah melihat pemandangan menyakitkan ini. Kesakitan Alisha hari ini pasti terlalu berat untuk gadis itu terima.Alisha berubah menjadi sangat pendiam, dia bahkan tidak protes saat Neuro mengajaknya ke apartemen pribadinya. Atau mungkin Alisha bahkan tidak sadar kemana Neuro sudah membawanya.Melihat keadaan Alisha yang kacau seperti ini membuat Neuro tidak bisa meninggalkan gadis itu sendirian.Dengan keadaannya yang seperti ini, Alisha pasti tidak akan pergi ke rumah Tante Evelyn karena tidak ingin membuatnya khawatir.Neuro memilih hal ini karena ini satu-satunya cara ia bisa mem
Tubuh Gea bergetar. Bibirnya ingin mengatakan sesuatu, ingin membela diri, tetapi tidak ada suara yang keluar.Matanya memanas, penglihatannya mulai kabur oleh air mata yang menggenang. Ini bukan yang ia bayangkan. Ini bukan pernikahan yang ia impikan.Melihat Gea menangis dan Rean yang terluka, Riana segera pasang badan. Ia maju selangkah, berdiri di antara suami dan anaknya. Matanya menyala dengan perlawanan."Pa, cukup!" suaranya menggema, berusaha menandingi kemarahan Hendriawan."Apa Papa tahu semua ini tidak akan terjadi jika Alisha tidak menyebarluaskan video itu? Mama yakin, ini pasti ada sangkut pautnya dengan Alisha! Seharusnya Papa menyalahkan Alisha, bukan Rean atau Gea! Mereka hanya menikah!"Hendriawan mendengus sinis. "Mama benar-benar buta dengan kebencian Mama sendiri," katanya dengan suara dingin yang mampu membekukan darah."Ini tidak akan terjadi jika Rean menjaga kesetiaannya. Dan lebih dari itu, ini tidak akan terjadi jika Mama tidak ikut campur dalam urusan anak
"Astaga, jadi kau menyalahkan aku atas semua perbuatanmu? Begitu, Gea?""Diam!"Rean dan Gea seketika berhenti lalu menatap Riana yang datang dengan wajah murka."Seharusnya kalian bahagia saat ini, kenapa malah berdebat dan saling melempar kesalahan?"Tangisan Gea membuncah, seketika ia berlari ke arah Riana lalu memeluknya erat."Seharusnya kamu tunjukkan kepada Alisha bahwa kamu bahagia dengan pilihanmu ini, Rean. Kenapa kamu malah memarahi Gea?""Tapi Ma, aku tidak mau kehilangan Alisha. Aku tidak rela melihatnya pergi dan berpaling kepada Neuro. Alisha itu istriku, dia adalah wanita yang paling aku cintai,""Dia sudah membuangmu, Rean. Sadarlah!" ucap Riana dengan penekanan yang kuat.Rean hanya bisa terduduk pasrah mendengar ucapan Riana. Ucapan ibunya memang benar—dia telah dibuang oleh Alisha.Dia telah menghina kita hari ini. Acara kita menjadi bahan perbincangan di sepanjang pesta, menjadi gunjingan di antara para tamu yang menatap kita dengan sorot mata penuh ejekan.Mama m
Air mata haru menggenang di sudut matanya. Ini adalah momen yang telah ia tunggu-tunggu. Tuhan telah menjawab doanya.Namun, kebahagiaan yang baru saja ia genggam seketika terhenti ketika sebuah suara menggelegar dari sudut ruangan."Kenapa kalian tidak mengundang istri pertama ke pernikahan ini? Wah, aku tidak menyangka jika suamiku telah berhasil direbut olehmu, Gea."Suasana di aula berubah seketika. Desas-desus memenuhi udara, membentuk gelombang kebingungan dan keterkejutan. Gea membeku di tempatnya.Matanya membelalak saat sosok yang dikenalnya berdiri di bawah panggung dengan senyum menantang.Alisha.Dengan gaun putih mewah yang membalut tubuhnya, serta wajahnya yang dipoles riasan lembut, ia terlihat tak kalah anggun.Para tamu yang awalnya terfokus pada Gea dan Rean kini mengalihkan perhatian mereka ke sosok Alisha, yang berdiri tegak dengan aura yang begitu kuat.Senyum yang ia layangkan bukan senyum bahagia, melainkan senyum penuh makna, seolah ia adalah badai yang siap me
Alisha mencoba mempertahankan raut wajah datarnya lalu mengembalikan ponsel Rean.Jemarinya yang ramping melayang sejenak sebelum benar-benar melepaskan benda itu, seakan ingin mengabadikan sensasi dingin logam di kulitnya—sebuah kemenangan kecil yang hanya ia sendiri yang tahu.Di dalam dada, sebuah kepuasan mekar, semanis racun yang perlahan-lahan menjalar ke seluruh tubuh. Ia telah berhasil memasang aplikasi pelacak tanpa dicurigai. Siapa sangka kecemburuan Rean terhadap Neuro justru menjadi senjatanya?"Kenapa kau diam saja? Bagaimana? Sekarang kau percaya perkataanku bahwa hubunganku dengan Gea sudah berakhir, bukan?" Suara Rean bergetar, mengandung harapan yang nyaris putus asa.Alisha menggeleng perlahan, seperti angin musim gugur yang dengan lembut menolak jatuhnya daun terakhir. "Tidak."Tatapan Rean menegang. Sejenak, mata itu memancarkan keputusasaan sebelum kembali tajam, mencoba membaca sesuatu di wajah Alisha. "Apa? Memangnya ada hal aneh di dalam ponselku itu?""Tidak a
"Jaga bicaramu, Alisha. Gea ini sedang menemani Mama berbelanja. Dia ini jauh berbeda dari kamu yang tidak pernah perhatian terhadap Mama," Riana membalas dengan nada angkuh, seolah-olah Gea adalah malaikat penyelamat yang diutus khusus untuk dirinya.Alisha mengangkat alisnya, mengejek tanpa kata. "Wah, rupanya kalian semakin cocok. Maafkan menantumu ini karena tidak memiliki waktu untuk berfoya-foya, Mama," balasnya menohok, memastikan setiap kata yang diucapkannya mengenai sasaran.Wajah Riana langsung memerah, emosinya tersulut dalam sekejap. "Mulut kamu ini semakin lama semakin tidak terpelajar," geramnya, suaranya bergetar menahan amarah."Ma, sudahlah jangan emosi. Lebih baik kita cari tempat lain saja. Tidak enak jika bertengkar di tempat umum seperti ini,"Gea berusaha menarik lengan Riana, berpura-pura menjadi pihak yang bijak. Namun, ada kilatan kemenangan di matanya yang tidak bisa ia sembunyikan."Kamu benar, Sayang. Kita cuma buang-buang waktu berada di sini," sahut Rian
Hati Rean terasa mencengkeram dadanya erat-erat. "Kau benar-benar marah padaku karena kedatangan Gea hari ini? Aku benar-benar tidak tahu jika Gea akan melakukan itu, sungguh," ucapnya, ada kesungguhan yang hampir putus asa di sana.Namun, hati Alisha seolah telah membeku. Ia mendengus, lalu berkata dengan nada yang lebih tajam dari pecahan kaca, "Bukankah kau senang jika dia dekat dengan Mama? Mereka terlihat cocok satu sama lain."Rean menggeleng kecil, matanya memohon sesuatu yang tak bisa ia ucapkan dengan kata-kata."Aku mohon Sayang, jangan seperti ini. Aku benar-benar tidak menginginkan itu. Kamu adalah istriku, dan tidak ada yang akan menggantikanmu menjadi menantu Mama."Tawa sinis Alisha memenuhi udara, mengiris harapan tipis di hati Rean. "Jangan bicara lagi jika kau masih mempertahankan jalang itu di sini.""Kami sudah putus, maksudku Gea dan aku," suara Rean terdengar hampir putus asa, memohon pengertian yang tak kunjung ia dapatkan. "Tapi Gea tidak terima, jadi dia melak
Rean menggeram kesal ke arah Gea yang tersenyum padanya—senyum yang begitu manis di permukaan, namun di matanya bersinar kilau licik seperti mata kucing di kegelapan.Gadis itu ternyata tidak memedulikan peringatannya sedikit pun, membiarkan kata-kata Rean terbang seperti debu dihembus angin.Ia sudah menegaskan, melarangnya memberitahu siapa pun, tetapi Gea, dengan keberanian yang menjengkelkan, justru membisikkan segalanya kepada ibunya—menciptakan badai di tengah lautan emosi Rean."Mama senang jika kalian akhirnya memutuskan menikah. Gea lebih baik dari Alisha, Sayang.“Gea masih muda dan cantik, dia juga pintar memasak dan yang paling penting Gea menghormati Mama. Perbandingannya sangat jauh jika dibandingkan dengan Alisha," kata Riana, suaranya mengalun lembut namun penuh tajam seperti belati berselubung sutra.Perempuan paruh baya itu bersinar dengan rasa puas yang menari di wajahnya, matanya berbinar seakan-akan Gea adalah berlian langka yang akhirnya berhasil ia miliki.Rean