Beranda / Romansa / Setitik Nila / Bab 41 - Bab 50

Semua Bab Setitik Nila: Bab 41 - Bab 50

75 Bab

SN ~ 41

Djiwa tertegun. Alisnya bertaut dan menatap tidak percaya pada Nila. Namun, hati kecilnya sudah menebak akan hal tersebut beberapa waktu lalu. Andai saja Djiwa lebih jeli lagi, maka ia pasti sudah menyimpulkan hal ini sejak awal.Sesaat, Djiwa meraih botol air mineral yang ada di tengah meja. Membuka tutupnya dengan cepat, lalu meminumnya hingga separuh. Ia sedang meredam kesal sekaligus keterkejutan yang baru saja menghantam dengan telak.“Rambut waktu itu,” ucap Djiwa sambil menutup botol airnya dan kembali meletakkan di meja. “Untuk tes DNA?”“Betul,” jawab Nila kembali meraih tangan Djiwa setelah melepasnya sesaat. Ternyata Djiwa sudah menyadarinya, tetapi pria itu tidak bisa menebak-nebak apa tujuan Nila melakukan tes tersebut. “Maaf kalau belum bisa bicara dari kemarin-kemarin, karena ... saya waktu itu masih marah sama Pak Gavin.”Djiwa mengalihkan pandangan ke arah Gavin. Pria itu tampak sedang menikmati suasana yang baru terjadi dan sengaja membuat Djiwa semakin kesal. Namun,
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-21
Baca selengkapnya

SN ~ 42

“Tunggu lima menit, baru Mas Djiwa masuk,” pinta Nila sembari membuka sabuk pengaman. “Jangan bareng, karena nanti ada yang curiga.”“Tapi kita sudah pernah masuk ke kantor bareng-bareng.” Bagi Djiwa, permintaan Nila barusan tidak masuk akal, karena mereka pernah melakukannya satu kali. “Waktu itu saya bawa motor, tapi sekarang, kan, enggak.” Nila meringis kecil. “Tiga menit, deh. Yang penting jangan sama-sama. Atau, tunggu saya ngelewatin pintu, baru Mas Djiwa masuk. Okeee?”“Oke,” ucap Djiwa tidak kuasa menolak, walaupun ia merasa permintaan Nila masih tidak masuk akal. “Dan bagaimana pulang nanti?”“Mas Djiwa ke mobil duluan,” ucap Nila sembari keluar dari mobil. “Setelah lima menit, baru saya nyusul ke basement.”“Hmm, pergilah,” ujar Djiwa sembari menggeleng.Sebenarnya, hubungan mereka tidak perlu lagi disembunyikan, karena kedua keluarga sudah memberi restu. Hanya tinggal mempertemukan kedua orang tua, lalu menentukan tanggal. Selesai sudah.Sementara itu, Nila bergegas menuj
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-21
Baca selengkapnya

SN ~ 43

“Kirana.” Gavin memanggil, ketika wanita itu sudah berada di luar toko. Sementara Jono, sedang menutup pintu harmonika yang berada di belakang Kirana.Gavin sengaja datang menemui Kirana di jam-jam toko akan tutup, agar pembicaraan mereka nantinya tidak terjeda dengan kedatangan pembeli.“Mau apa lagi?” Kirana memutar malas bola matanya dan bertolak pinggang di teras toko. Memandang Gavin yang berdiri lebih rendah dari posisinya. “Bukannya aku sudah—”“Aku mau bicara tentang anak kita.”Jono dan Yani sontak saling melempar pandangan penuh tanda tanya. Mereka terdiam dengan posisi masing-masing. Jono berhenti mendorong pintu, sementara Yani hanya bengong di belakang Kirana.“Papanya neng Nila hidup lagi, Bu?” celetuk Yani pelan, tanpa berpikir panjang.Kirana menghela dan menggeleng saat menatap Yani. “Udah pulang sana, keburu hujan,” ujarnya tanpa mau membahas celetukan karyawan wanitanya.“Aku sudah izinin kamu datang sabtu sore,” ucap Kirana sambil menuruni dua tangga teras ruko unt
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-22
Baca selengkapnya

SN ~ 44

“Ini baru jam tiga,” protes Kirana saat baru membuka pintu dan melihat Gavin tersenyum di luar sana. “Mereka datang jam empat.”“Siapa tahu kamu butuh bantuan,” ucap Gavin lalu sedikit bergeser ke samping. “Aku juga bawa ... kue apa namanya, Us?”“Kue nampan, Pak,” jawab Darius yang sedang membawa beberapa boks makanan di tangannya. “Bapak juga beli cupcakes, roll cakes, sama dessert box. Jadi, bisa ditaruh di mana, Bu?”“Yan,” panggil Kirana buru-buru membantu Darius yang tampak kesusahan membawa beberapa boks sekaligus. Bahkan, tumpukan boks yang dibawanya hampir menutupi separuh dari wajahnya. “Tolong saya sebentar.”Sambil mengambil dua boks teratas yang dibawa Darius, Kirana menatap tajam pada Gavin. “Kenapa diam aja? Nggak bantu bawa?”Gavin menunjuk Darius tanpa rasa bersalah. “Dia bilang bisa bawa sendiri dan nggak butuh bantuan.”“Iya, Bu,” sambar Darius terburu. “Boksnya ringan-ringan semua. Nggak ada yang berat.”Yani yang sejak pagi sudah datang dan membantu Kirana, dengan
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-22
Baca selengkapnya

SN ~ 45

“Ini buat Mila,” ucap Kirana setelah mengikat sebuah kantung plastik hitam di meja makan.Kunyahan Gavin sontak memelan. Tampaknya, Kirana sudah mengetahui identitas asli Mila. Namun, Gavin yakin jika Kirana mengetahuinya bukan dari putrinya, karena Mila belum bertemu kembali dengan wanita itu.“Kamu ... sudah tahu Mila?”“Hm,” jawab Kirana dengan gumaman malas. “Dah pulang sana.”“Aku pulang ikut Djiwa,” ujar Gavin sambil menunjuk pria yang tengah duduk melantai dengan Nila, dengan meja tamu sebagai pembatasnya. “Karena dia masih di sini, jadi aku juga masih di sini.”Kirana memutar malas bola matanya. “Terserah.”“Kirana.” Gavin segera memanggil untuk mencegah Kirana pergi dari dapur. Semua orang sudah pergi dan hanya menyisakan mereka berempat di unit tersebut. “Aku mau minta maaf kalau Mila sempat merepotkan. Dia cuma ... butuh sosok seorang ibu.”Kirana enggan mendengar cerita Gavin yang mungkin hanya ingin mencari belas kasihannya. “Aku mau ke kamar dan—”“Lima menit,” pinta Gav
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-22
Baca selengkapnya

SN ~ 46

“Kita sudah sampai, Pak,” ucap Djiwa memberitahu untuk yang kedua kali, setelah mobilnya berhenti di depan rumah Gavin.“Saya tahu,” ujar Gavin masih diam bersedekap dan berpikir.Sejak mengetahui sebuah rahasia tentang Kirana, benaknya terus dipenuhi dengan banyak hal. Banyak emosi yang menumpuk di hatinya, tetapi Gavin tidak bisa menjabarkannya.“Menurutmu, Dji, kenapa bu Kirana memilih untuk nggak pernah menikah sama sekali.”Djiwa menatap pagar rumah Gavin yang masih tertutup, sambil memijat tengkuknya. Sepertinya, perjalanannya ke rumah akan semakin lama. “Mungkin—”“Mungkin dia trauma dengan laki-laki?” sela Gavin menatap tanya dengan tegas pada Djiwa.“Bisa—”“Atau mungkin dia sebenarnya masih cinta sama saya?” potong Gavin lagi.“Kalau i—”“Atau, dia nggak mau nikah karena khawatir suaminya nanti nggak bisa nerima Nila?” Gavin kembali memotong karena ada beberapa hal yang tidak bisa ia pastikan.“Kenapa tadi nggak langsung Bapak tanyakan ke bu Kirana?” Djiwa melepas sabuk penga
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-24
Baca selengkapnya

SN ~ 47

“Untuk venue sudah dapat,” ujar Gavin mengambil stabilo yang tergeletak di meja makan, lalu mencoret nama tersebut dari daftar yang dibuat Nila. “Saya sudah hubungi dirut hotelnya langsung. Kita tinggal konfirmasi jumlah tamu dan kalian mau nginap berapa hari di sana?”“Dua malam,” kata Djiwa dengan yakin. “Biar nggak terlalu capek kalau langsung berangkat ke Lombok.”“Bulan madu di sana?” tanya Gavin memastikan. “Berapa hari?”“Lima hari empat malam,” jawab Djiwa sambil menerima segelas kopi dari Nila. “Terima kasih,” ucapnya lalu segera menyeruput kopi buatan Nila.“Bapak beneran, nggak mau dibuatin kopi?” tanya Nila masih berdiri di sisi meja makan.“Nggak usah,” tolak Gavin melirik pada Kirana dan Mila yang sedang bicara di depan televisi. Keduanya terlihat akrab dan Gavin iri melihatnya. “Saya sudah minum kopi tadi pagi,” ujarnya pelan sembari menunjuk ke Kirana. “Ibumu ... apa selama ini nggak ada yang dekatin?”Nila melihat Kirana sekilas dan duduk, sembari menahan tawanya untu
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-24
Baca selengkapnya

SN ~ 48

“Aku nggak tahu kalau kamu, ya, Mbak.” Mila mengintip interaksi Kirana dan Gavin dari sisi ruangan yang berbeda. Tidak hanya dirinya, tetapi Nila pun melakukan hal yang sama. “Tapi, aku pengen nyatuin mereka, terlepas apa pun yang pernah terjadi di masa lalu. Tapinya lagi, tante Kirana kayaknya udah mati rasa sama papa. Coba lihat!”“Hm, aku lihat,” ucap Nila sambil mengangguk. Dengan wajah masamnya, Kirana terlihat pindah duduk dengan cepat di tempat duduk Nila. “Tapi, mamaku itu emang suka galak kalau dideketin cowok. Jadi nggak cuma pak Gavin aja. Makanya, kayaknya papamu butuh effort lebih kalau balikan sama mamaku.”“Jadi ...” Mila menatap Nila sambil menggigit bibirnya sesaat. “Kamu setuju kalau papaku sama mamamu jadian?”“Setuju-setuju aja,” jawab Nila dengan anggukan. “Aku orangnya nggak bisa nyimpan marah dan dendam lama-lama. Jadi, walau aku pernah semarah itu sama papamu, tapi ... ya, udahlah. Semua orang pasti pernah berbuat salah dan berhak dapat kesempatan kedua.Mila m
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-24
Baca selengkapnya

SN ~ 49

“Kirana, maaf. Aku kira Nila sudah cerita semuanya.”Sambil mengusap air mata dengan tisu yang diberi Gavin, Kirana menggeleng dan tersenyum miris. “Nggak papa. Bukan salahmu.”Jika berada di posisi Nila, sepertinya Kirana juga akan melakukan hal yang sama. Ia tidak ingin orang tuanya tahu, jika ibu dari kekasihnya telah menolaknya dengan ucapan yang tidak semestinya. Sebagaimana Nila yang menjaga perasaannya, maka Kirana juga akan menjaga perasaan orang tuanya agar tidak terluka.“Aku cuma ... maaf, aku bikin sampah,” ujar Kirana kembali mengambil tisu di pangkuan. Hatinya benar-benar sakit, mengingat putrinya direndahkan sedemikian rupa oleh orang tua Arif. Kirana tidak menyalahkan Arif, karena ia melihat bagaimana tulusnya pria itu pada Nila. Namun, sikap keluarganyalah yang membuat Kirana terluka. “Jangan pikirkan itu.” Gavin berbalik dan mengambil tempat sampah kecil yang berada di belakang kotak konsol, lalu memberikan pada Kirana. Ia sampai menepikan mobil, ketika melihat Kira
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-25
Baca selengkapnya

SN ~ 50

“Mbak, maaf. Kalau Mbak nggak diet, bisa-bisa minggu depan kebayanya nggak muat.”Atika yang mendengar celetukan tersebut, langsung keluar dari ruang ganti sambil mengancing kebayanya.“Betul, kan, saya bilang tadi,” ujarnya menghampiri Nila lalu mencubit-cubit pipi yang memang mulai terlihat bulat. “Kamu itu agak bulet dari terakhir kita ketemu.”“Mama juga sudah bilang, kan? Jangan ngemil terus,” timpal Kirana yang hanya duduk di sofa tunggu ruang ganti, karena gilirannya mencoba pakaian sudah selesai. “Pulang kantor mesti bawa kue.”Nila tidak menyahut. Ia melihat wajah dan lekuk tubuhnya dari pantulan kaca yang ternyata memang sedikit membesar. “Tapi kata mas Djiwa nggak gendut.”“Djiwa ditanya.” Atika geleng-geleng. “Mentok, Mbak?” tanyanya pada pegawai yang melayani Nila.“Mentok, Bu. Kalau dipaksa jahitan resletingnya bisa lepas.”Atika menepuk bahu Nila. “Dua hari sebelum hari H, fitting lagi. Tapi harus diet. Nggak usah makan malam dulu selama seminggu ke depan.”“Jangan ngem
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-25
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
345678
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status