Semua Bab Istri Yang Menanti Sentuhanmu : Bab 21 - Bab 30

58 Bab

Di Rumah Mertua

Aku sungguh tak paham dengan pemikiran Mas Raka yang tega mengkhianati kepercayaan kedua orang tuanya. Jika suatu saat mereka tahu borok pernikahan kami bagaimana? bukankah mereka akan sakit dan kecewa? jika sudah seperti itu apakah dia masih disebut anak berbakti? Seandainya sudah cukup denganku dan pernikahan kami, pasti Mama dan Papanya akan segera menimang cucu. Ah sudahlah, mungkin sudah begini jalannya, biarlah dia pikir sendiri jika suatu saat kebohongannya terungkap lagipula aku disini hanyalah korban keegoisan Mas Raka dan Renata. Lama tak berkunjung ke rumah, Mama Mas Raka meminta kami untuk menginap. Gelengan keras sontak kutunjukkan begitu pula dengan Mas Raka. "Tidak bisa Ma," ujar Mas Raka dengan menatap mamanya. "Mas Raka ada urusan Ma." Aku turut menimpali.Mama dan Papanya ternyata tidak peduli akan alasan yang aku kemukakan, mereka tetap bersikeras meminta kami menginap. Raut wajah kebingungan tergembar jelas di wajah Mas Raka, pasti dia memikirkan Renata.
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-21
Baca selengkapnya

Siapa Yang Mengantar Kamu?

Sore itu aku memutuskan keluar dari kamar Mas Raka, aku segera bergabung dengan mertuaku yang kini duduk di halaman belakang. "Amel, Raka mana?" tanya Mama sambil memutar netra ke belakangku. "Mas Raka ada urusan Ma," jawabku sambil tersenyum. Raut Mama Mas Raka berubah, kutemukan kekesalan disana. Mama Mas Raka meminta aku untuk sabar menghadapi sikap Mas Raka, menurut Mama Mas Raka, anaknya agak sedikit gila kerja. Aku hanya mengangguk paham walaupun hatiku menolak mentah-mentah asusmsi Mama. Di rumah orang tua Mas Raka, aku benar-benar tenang, diperlakukan seperti anak sendiri begitu menyenangkan. Untung aku tadi tidak ikut pulang coba saja jika aku ikut pasti saat ini kekesalan menghantam ku karena perlakuan Renata. Malam itu saat kami makan, Mama Mas Raka masih mencari keberadaan anaknya, tanpa Mama tahu Mas Raka tidak mungkin kembali kesini. "Urusan apa hingga malam begini tidak kembali?" Mama terlihat kesal. "Entah Ma, Amel juga tidak tahu." Aku turut menimp
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-21
Baca selengkapnya

Teman Apa Gebetan?

"Teman." Jawabku singkat lalu menutup pintu kembali. Renata menatapku dengan tatapan menyelidik, seolah tak percaya dengan apa yang aku katakan.Tapi....Aku masa bodoh dengan tatapan maupun apa yang dia pikirkan.Di dalam kamar aku segera menikmati empuknya kasur, kenyamanan kasur justru membuatku tertidur padahal belum membersihkan diri. Aku pikir kejadian semalam sudah selesai namun sepertinya Renata memperpanjang masalah tersebut dengan mengadukannya kepada Mas Raka. Alhasil ketika aku sedang memasak, Mas Raka kembali bertanya hal yang sama. "Semalam siapa yang mengantar kamu pulang?" Pertanyaanya cukup membuat aku terkejut, bahkan aku yang sedang memasak sontak membalikkan badan sambil membawa sutil. "Teman." Aku menjawab pertanyaannya dengan singkat. "Teman siapa?" Mas Raka bertanya lagi. Aku yang tengah menggoreng ayam meletakkan sutilku dengan kesal. Pagi-pagi kenapa membuat moodku buruk. "Meskipun aku memberitahu namanya kamu juga nggak akan tau." Jawabku dingi
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-22
Baca selengkapnya

Marah

"Teman atau gebetan apa pedulimu Mas?" Meski aku takut dan nyali menciut kutatap tajam matanya. "Kamu ini gimana sih Amel, jelas peduli! kamu tuh seorang istri!" Renata turut menyalakan aku. Melihat mereka mengeroyokku aku tak gentar, walaupun kakiku rasanya mau ambruk. "Tapi aku tidak merasa jika aku seorang istri." Kutatap Renata tajam-tajam lalu kulempar tatapanku ke Mas Raka. "Kamu tidak pernah menganggap aku istri kan?" Ingatan akan perlakuan Mas Raka datang kembali mengoyak hatiku yang sakit. Mulai aku diabaikan, dimarahi, dibentak, dipoligami dan puncaknya dipaksa melayani nafsu bejadnya, semua hal itu ramai di otakku. "Kamu itu salah! ditegur malah bicara yang nggak-nggak!" Gigi Mas merapat, rahangnya pun mengeras. Biasanya aku sangat ketakutan melihatnya begini namun kali ini rasa takutku entah kabur kemana hanya menyisakan keberanian. Aku tertawa sambil menggelengkan kepala, "Jika menurut kamu diantar pulang teman itu sebuah kesalahan lalu apa tindakan kamu!" Uca
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-22
Baca selengkapnya

Mas Raka dan Mas Daffa Beradu Mulut

Mas Raka menyeringai menatapku, "Jangan GR kamu! siapa yang menunggumu, siapa juga yang cemburu!" Aku tersenyum lalu berucap, "Syukurlah." Tak ingin mendebat lagi, aku memutuskan naik ke kamarku. Di kamar aku tertawa jika ingat ucapkanku tadi, mana mungkin dia menunggu atau cemburu padaku, dia tidak mungkin peduli padaku karena yang diperdulikan nya hanya lah Renata. Hidup seatap dengan madu serta suami yang tak peduli cukup membuat hatiku lelah, bahkan jika aku ingat kembali perlakuan mereka hatiku ingin menjerit sekerasnya, ingin ku langkahkan kaki pergi tapi masih ada orang tua yang harus kupikir. Kuhapus air mataku, aku tak boleh kalah dengan keadaan, aku harus kuat, aku yakin di akhir sana ada hal yang indah menanti. Pagi itu seperti biasa kami bertatap muka di ruang makan, lagi-lagi mereka mencari gara-gara denganku. "Amel mulai hari ini biar Renata yang memegang uang belanja." Ujar Mas Raka. "Mana bisa seperti itu, bukankah setiap bulan kamu pasti memberikan gaji kamu
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-23
Baca selengkapnya

Bercerailah!

Raut wajah Mas Daffa berubah, dia menatap aku sayu. "Kenapa kamu nggak bilang kalau kamu sudah menikah Mel?" Suaranya begitu lemah, terdengar jika dia sangat kecewa. "Maafkan aku Mas," kutatap lekat pria itu. Mas Raka tersenyum ketir lalu dia meminta Mas Daffa untuk pergi. "Aku tidak menginjinkan ada pria main kesini, sekarang pergilah!" Dengan lantang Mas Raka mengusir Mas Raka. "Atas dasar apa kamu mengusirnya Mas!" Aku tak bisa membiarkan dia mengusir Mas Daffa. "Atas dasar apa! jelas tidak boleh karena kamu itu wanita bersuami!" Dia berteriak kencang membuat aku sedikit menunduk. Mas Daffa menatapku lalu dia menggeleng seolah meminta aku untuk menurut akan ucapannya, "Aku pamit." Aku hanya bisa menatap kepergiannya, sungguh aku tidak bermaksud mengecewakannya, kebungkaman atas statusku karena aku tidak ingin permasalahanku dengan Mas Raka jadi konsumsi publik, biarlah hanya berkutat di rumah ini. Saat aku melamun menatap Mas Daffa tiba-tiba tanganku ditarik Ma
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-23
Baca selengkapnya

Berkelahi

Tatapanku terlempar begitu saja, setelah kalimat dari Mas Daffa mencuat. Apa maksudnya? apakah dia akan menanggung semua biaya pengobatan ayah? tidak, itu bukan tanggung jawabnya. "Aku pasti pergi dari hidup suamiku itu tapi untuk biaya ayah aku tidak mungkin membebankannya padamu Mas." Ujarku dengan tegas. Seraut wajah kecewa kembali kudapati, dan sesaat kemudian senyumannya kulihat. "Baiklah Amel tapi janji kalau ada apa-apa atau bahkan kamu perlu sesuatau jangan sungkan." Ucapnya. Anggukan kutunjukkan meski aku tidak mungkin membagi permasalahanku dengannya. Jam istirahat telah usai, kami berdua memutuskan untuk segera kembali. Sore itu setelah pulang kantor, aku janjian dengan Ira di suatu kafe, niat awalnya aku ingin naik taksi online namun lagi-lagi mobil Mas Daffa yang berhenti di depanku."Amel masuk." Titahnya. Aku mengerutkan alis, "Mas aku sudah memesan taksi online. " Tinggal batalkan lalu bayar ganti rugi." Ujar pria itu. Kakiku melangkah masuk ke dalam mobilnya
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-24
Baca selengkapnya

Hamil

Rasa pusing masih ku rasakan ketika mataku terbuka. Disela rasa pusing yang cukup menyiksa aku melihat dokter memeriksaku, sebenarnya aku kenapa? Tiba-tiba pingsan dan kini ada seorang Dokter memeriksa? Tak jauh dari Dokter aku melihat Mas Daffa, pria itu menunjukkan ekspresi sedihnya, sedangkan Mas Raka duduk di sofa bersama Renata. "Dia kenapa Dok?" tanya Mas Daffa panik. "Tidak ada hal yang serius Pak Daffa, pasien hanya syok saja." Dokter itu lalu menulis sebuah resep. Kini Mas Daffa duduk di sisiku, "Apa masih pusing?" tanya atasanku itu. Mas Raka bangkit kemudian dia mendekat, "Apa yang kamu rasakan?" Suara dingin Mas Raka mencuat "Pusing." Jawabku singkat. Kini tatapan Mas Raka beralih ke Mas Daffa, "Sesuai janjimu, setelah Amel siuman dan Dokter pribadimu selesai memeriksanya kamu pergilah!" Ujar Mas Raka. Apa? Dokter pribadi? perhatian Mas Daffa sungguh besar padaku bahkan sampai memanggil dokternya. "Iya!" Sahut Mas Daffa sinis.Kini memori tadi perlahan datang, t
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-24
Baca selengkapnya

Muntah

Wajahnya menunjukkan kekesalan, lalu dia pergi begitu saja. Masa bodoh dengan sikapnya aku segera turun lalu berangkat kerja. Sesampainya di kantor, aku segera mengerjakan pekerjaanku. Tak terasa jam makan siang telah datang, aku inisiatif pergi ke ruangan Mas Daffa untuk meminta maaf. Di depan ruangan Direktur Utama aku berdiri, menyiapkan kata yang akan kulontarkan pada atasanku itu. Tok, tok Aku mengetuk pintu, cukup lama tapi pintu itu tak terbuka. Helaan nafas ku hembuskan, mungkin Mas Daffa ada dinas luar atau mungkin tak masuk. "Sudahlah." ucapku lalu membalikkan badan. Baru saja hendak berjalan pergi kudengar pintu dibuka. "Amel." Suara lembutnya kudengar dan aku buru-buru membalikkan badan. "Mas... " Aku tersenyum lebar menatapnya. Dia mempersilahkan aku masuk. Aku mengekor langkah Mas Raka lalu duduk di sofa. "Mas aku ingin bicara." Kutatap wajah tampan pria itu. "Bicaralah Mel." Dia kembali tersenyum menatapku. Sungguh melihat senyum
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-25
Baca selengkapnya

Masih Saja

Mas Raka mengejar aku sampai ke toilet, bahkan dia ikut masuk ke dalam. Aku yang terus muntah tidak bisa mengusirnya meskipun keberadaannya tidak aku inginkan. "Amel kamu kenapa?" Dia kembali bertanya. Rasanya ingin aku marah pada pria ini, dah tahu aku muntah masih saja bertanya. Di rasa muntahnya sudah berhenti, aku membasuh muka, lalu keluar. Melihat makanan Renata buru-buru kututup mulutku. seraya berkata, "Tolong singkirkan masakan Renata." Mau nggak mau aku harus meminta bantuan nya untuk menyingkirkan penyebab aku mual dan muntah. "Kenapa memangnya?" tanya Mas Raka heran. "Aku mual." Jawabku. Untung dia kali ini menurut dan segera menyingkirkan makanan Renata sehingga aku bisa mengambil roti di meja makan. "Ayo lihat TV Mas." Renata mengajak Mas Raka pergi. "Tapi Amel masih belum selesai makan." Ujar Mas Raka yang sepertinya ingin menungguiku. Renata menatapku kesal, sangat terlihat jika wanita ini sedang cemburu. "Dia sudah besar Mas ngapain
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-25
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status