Share

Teman Apa Gebetan?

Author: CitraAurora
last update Last Updated: 2025-01-22 09:47:47

"Teman." Jawabku singkat lalu menutup pintu kembali.

Renata menatapku dengan tatapan menyelidik, seolah tak percaya dengan apa yang aku katakan.

Tapi....Aku masa bodoh dengan tatapan maupun apa yang dia pikirkan.

Di dalam kamar aku segera menikmati empuknya kasur, kenyamanan kasur justru membuatku tertidur padahal belum membersihkan diri.

Aku pikir kejadian semalam sudah selesai namun sepertinya Renata memperpanjang masalah tersebut dengan mengadukannya kepada Mas Raka.

Alhasil ketika aku sedang memasak, Mas Raka kembali bertanya hal yang sama.

"Semalam siapa yang mengantar kamu pulang?"

Pertanyaanya cukup membuat aku terkejut, bahkan aku yang sedang memasak sontak membalikkan badan sambil membawa sutil.

"Teman." Aku menjawab pertanyaannya dengan singkat.

"Teman siapa?" Mas Raka bertanya lagi.

Aku yang tengah menggoreng ayam meletakkan sutilku dengan kesal. Pagi-pagi kenapa membuat moodku buruk.

"Meskipun aku memberitahu namanya kamu juga nggak akan tau." Jawabku dingi
Locked Chapter
Continue Reading on GoodNovel
Scan code to download App
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Fenty Izzi
teman atau gebetan...mang kamu peduli???yang d pikiranmu kan hanya Renata...jadi setidaknya biarkan Amel bahagia dengan orang lain karna kau TK bisa membahagiakannya
goodnovel comment avatar
Mega
jawab gebetan Mel
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Istri Yang Menanti Sentuhanmu    Marah

    "Teman atau gebetan apa pedulimu Mas?" Meski aku takut dan nyali menciut kutatap tajam matanya. "Kamu ini gimana sih Amel, jelas peduli! kamu tuh seorang istri!" Renata turut menyalakan aku. Melihat mereka mengeroyokku aku tak gentar, walaupun kakiku rasanya mau ambruk. "Tapi aku tidak merasa jika aku seorang istri." Kutatap Renata tajam-tajam lalu kulempar tatapanku ke Mas Raka. "Kamu tidak pernah menganggap aku istri kan?" Ingatan akan perlakuan Mas Raka datang kembali mengoyak hatiku yang sakit. Mulai aku diabaikan, dimarahi, dibentak, dipoligami dan puncaknya dipaksa melayani nafsu bejadnya, semua hal itu ramai di otakku. "Kamu itu salah! ditegur malah bicara yang nggak-nggak!" Gigi Mas merapat, rahangnya pun mengeras. Biasanya aku sangat ketakutan melihatnya begini namun kali ini rasa takutku entah kabur kemana hanya menyisakan keberanian. Aku tertawa sambil menggelengkan kepala, "Jika menurut kamu diantar pulang teman itu sebuah kesalahan lalu apa tindakan kamu!" Uca

    Last Updated : 2025-01-22
  • Istri Yang Menanti Sentuhanmu    Mas Raka dan Mas Daffa Beradu Mulut

    Mas Raka menyeringai menatapku, "Jangan GR kamu! siapa yang menunggumu, siapa juga yang cemburu!" Aku tersenyum lalu berucap, "Syukurlah." Tak ingin mendebat lagi, aku memutuskan naik ke kamarku. Di kamar aku tertawa jika ingat ucapkanku tadi, mana mungkin dia menunggu atau cemburu padaku, dia tidak mungkin peduli padaku karena yang diperdulikan nya hanya lah Renata. Hidup seatap dengan madu serta suami yang tak peduli cukup membuat hatiku lelah, bahkan jika aku ingat kembali perlakuan mereka hatiku ingin menjerit sekerasnya, ingin ku langkahkan kaki pergi tapi masih ada orang tua yang harus kupikir. Kuhapus air mataku, aku tak boleh kalah dengan keadaan, aku harus kuat, aku yakin di akhir sana ada hal yang indah menanti. Pagi itu seperti biasa kami bertatap muka di ruang makan, lagi-lagi mereka mencari gara-gara denganku. "Amel mulai hari ini biar Renata yang memegang uang belanja." Ujar Mas Raka. "Mana bisa seperti itu, bukankah setiap bulan kamu pasti memberikan gaji kamu

    Last Updated : 2025-01-23
  • Istri Yang Menanti Sentuhanmu    Bercerailah!

    Raut wajah Mas Daffa berubah, dia menatap aku sayu. "Kenapa kamu nggak bilang kalau kamu sudah menikah Mel?" Suaranya begitu lemah, terdengar jika dia sangat kecewa. "Maafkan aku Mas," kutatap lekat pria itu. Mas Raka tersenyum ketir lalu dia meminta Mas Daffa untuk pergi. "Aku tidak menginjinkan ada pria main kesini, sekarang pergilah!" Dengan lantang Mas Raka mengusir Mas Raka. "Atas dasar apa kamu mengusirnya Mas!" Aku tak bisa membiarkan dia mengusir Mas Daffa. "Atas dasar apa! jelas tidak boleh karena kamu itu wanita bersuami!" Dia berteriak kencang membuat aku sedikit menunduk. Mas Daffa menatapku lalu dia menggeleng seolah meminta aku untuk menurut akan ucapannya, "Aku pamit." Aku hanya bisa menatap kepergiannya, sungguh aku tidak bermaksud mengecewakannya, kebungkaman atas statusku karena aku tidak ingin permasalahanku dengan Mas Raka jadi konsumsi publik, biarlah hanya berkutat di rumah ini. Saat aku melamun menatap Mas Daffa tiba-tiba tanganku ditarik Ma

    Last Updated : 2025-01-23
  • Istri Yang Menanti Sentuhanmu    Berkelahi

    Tatapanku terlempar begitu saja, setelah kalimat dari Mas Daffa mencuat. Apa maksudnya? apakah dia akan menanggung semua biaya pengobatan ayah? tidak, itu bukan tanggung jawabnya. "Aku pasti pergi dari hidup suamiku itu tapi untuk biaya ayah aku tidak mungkin membebankannya padamu Mas." Ujarku dengan tegas. Seraut wajah kecewa kembali kudapati, dan sesaat kemudian senyumannya kulihat. "Baiklah Amel tapi janji kalau ada apa-apa atau bahkan kamu perlu sesuatau jangan sungkan." Ucapnya. Anggukan kutunjukkan meski aku tidak mungkin membagi permasalahanku dengannya. Jam istirahat telah usai, kami berdua memutuskan untuk segera kembali. Sore itu setelah pulang kantor, aku janjian dengan Ira di suatu kafe, niat awalnya aku ingin naik taksi online namun lagi-lagi mobil Mas Daffa yang berhenti di depanku."Amel masuk." Titahnya. Aku mengerutkan alis, "Mas aku sudah memesan taksi online. " Tinggal batalkan lalu bayar ganti rugi." Ujar pria itu. Kakiku melangkah masuk ke dalam mobilnya

    Last Updated : 2025-01-24
  • Istri Yang Menanti Sentuhanmu    Hamil

    Rasa pusing masih ku rasakan ketika mataku terbuka. Disela rasa pusing yang cukup menyiksa aku melihat dokter memeriksaku, sebenarnya aku kenapa? Tiba-tiba pingsan dan kini ada seorang Dokter memeriksa? Tak jauh dari Dokter aku melihat Mas Daffa, pria itu menunjukkan ekspresi sedihnya, sedangkan Mas Raka duduk di sofa bersama Renata. "Dia kenapa Dok?" tanya Mas Daffa panik. "Tidak ada hal yang serius Pak Daffa, pasien hanya syok saja." Dokter itu lalu menulis sebuah resep. Kini Mas Daffa duduk di sisiku, "Apa masih pusing?" tanya atasanku itu. Mas Raka bangkit kemudian dia mendekat, "Apa yang kamu rasakan?" Suara dingin Mas Raka mencuat "Pusing." Jawabku singkat. Kini tatapan Mas Raka beralih ke Mas Daffa, "Sesuai janjimu, setelah Amel siuman dan Dokter pribadimu selesai memeriksanya kamu pergilah!" Ujar Mas Raka. Apa? Dokter pribadi? perhatian Mas Daffa sungguh besar padaku bahkan sampai memanggil dokternya. "Iya!" Sahut Mas Daffa sinis.Kini memori tadi perlahan datang, t

    Last Updated : 2025-01-24
  • Istri Yang Menanti Sentuhanmu    Muntah

    Wajahnya menunjukkan kekesalan, lalu dia pergi begitu saja. Masa bodoh dengan sikapnya aku segera turun lalu berangkat kerja. Sesampainya di kantor, aku segera mengerjakan pekerjaanku. Tak terasa jam makan siang telah datang, aku inisiatif pergi ke ruangan Mas Daffa untuk meminta maaf. Di depan ruangan Direktur Utama aku berdiri, menyiapkan kata yang akan kulontarkan pada atasanku itu. Tok, tok Aku mengetuk pintu, cukup lama tapi pintu itu tak terbuka. Helaan nafas ku hembuskan, mungkin Mas Daffa ada dinas luar atau mungkin tak masuk. "Sudahlah." ucapku lalu membalikkan badan. Baru saja hendak berjalan pergi kudengar pintu dibuka. "Amel." Suara lembutnya kudengar dan aku buru-buru membalikkan badan. "Mas... " Aku tersenyum lebar menatapnya. Dia mempersilahkan aku masuk. Aku mengekor langkah Mas Raka lalu duduk di sofa. "Mas aku ingin bicara." Kutatap wajah tampan pria itu. "Bicaralah Mel." Dia kembali tersenyum menatapku. Sungguh melihat senyum

    Last Updated : 2025-01-25
  • Istri Yang Menanti Sentuhanmu    Masih Saja

    Mas Raka mengejar aku sampai ke toilet, bahkan dia ikut masuk ke dalam. Aku yang terus muntah tidak bisa mengusirnya meskipun keberadaannya tidak aku inginkan. "Amel kamu kenapa?" Dia kembali bertanya. Rasanya ingin aku marah pada pria ini, dah tahu aku muntah masih saja bertanya. Di rasa muntahnya sudah berhenti, aku membasuh muka, lalu keluar. Melihat makanan Renata buru-buru kututup mulutku. seraya berkata, "Tolong singkirkan masakan Renata." Mau nggak mau aku harus meminta bantuan nya untuk menyingkirkan penyebab aku mual dan muntah. "Kenapa memangnya?" tanya Mas Raka heran. "Aku mual." Jawabku. Untung dia kali ini menurut dan segera menyingkirkan makanan Renata sehingga aku bisa mengambil roti di meja makan. "Ayo lihat TV Mas." Renata mengajak Mas Raka pergi. "Tapi Amel masih belum selesai makan." Ujar Mas Raka yang sepertinya ingin menungguiku. Renata menatapku kesal, sangat terlihat jika wanita ini sedang cemburu. "Dia sudah besar Mas ngapain

    Last Updated : 2025-01-25
  • Istri Yang Menanti Sentuhanmu    Kenapa Dia Begitu Lembut?

    "Kamu membentak aku Mas!" Renata tak terima jika Mas Raka membentaknya. "Sudahlah." Ujar Mas Raka lalu pergi meninggalkan Renata. Melihat adegan di depanku, aku justru tersenyum sinis, sementara Renata menatapku kesal. "Senang kamu Amel!" Serunya. Aku tak menggubris ucapannya, tanpa berkata apa-apa kutinggal wanita itu. Kehamilan ini sudah cukup menyiksaku bagaimana mungkin aku memiliki pemikiran seperti yang dia tuduhkan padaku? Di kamar aku langsung merebahkan diri, tanpa membersihkan diri terlebih dahulu. Keesokan paginya aku kembali muntah-muntah hal ini membuat aku semakin lemah dan tak berdaya, ingin sekali pulang ke rumah agar ada yang merawatku tapi ibu sudah sibuk dengan merawat ayah. Tak mungkin bekerja dalam keadaanku yang seperti aku pun menghubungi Mas Daffa untuk meminta ijin. Dalam sambungan telepon kudengar suaranya begitu mengkhawatirkanku bahkan dia ingin datang untuk membawaku ke rumah sakit. "Tak perlu Mas, aku gak papa-papa." Aku meyakinkannya agar tida

    Last Updated : 2025-01-26

Latest chapter

  • Istri Yang Menanti Sentuhanmu    Tatapan Sinis

    Memang benar apa yang ibu katakan, Renata dulu sangat jahat, dia pandai berdrama. Bahkan selama kita tinggal bersama dia selalu saja mendominasi Mas Raka, dia juga sering memfitnah aku agar terlihat buruk di depan Mas Raka. Kutahu tujuan Renata memang ingin membuat aku dan Mas Raka pisah. Apa mungkin sikap asli dan tujuan Renata sudah diketahui Mas Raka? sehingga menyebabkan Mas Raka berpikir ulang untuk bersamanya? Hmmm, aku bingung sendiri memikirkan mereka. Sudahlah takdir Renata memang seperti itu. Bukankah apa yang ditanam itulah yang dia petik? Sepandai pandainya tupai melompat pasti akan terjatuh, begitu pula dengan Renata sepandai-pandainya Renata akting pasti akan ketahuan juga. Aku menepikan pikiranku yang kacau tentang mereka karena aku harus segera datang ke kantor.Baru saja turun dari taksi online, suara Mas Daffa kudengar. Pria ini seperti jelangkung saja yang tiba-tiba muncul tanpa notifikasi terlebih dahulu. "Kamu loh Mas mengagetkan saja." Tanganku membogem le

  • Istri Yang Menanti Sentuhanmu    Apa ini Karma Renata?

    Renata mengamuk? apa ini karena talak dari Mas Raka waktu itu? Aku mengangguk tanpa protes seperti biasanya. Sesampainya di rumah Renata, terlihat beberapa security di depan. "Ada apa Pak?" tanya Mas Raka. "Mohon maaf, istri Pak Raka terus berteriak dan mengamuk." Jawab security. Menurut kesaksian, Renata terus berteriak sudah semingguan yang lalu, para tetangga mengira mungkin karena pertengkaran dalam rumah tangga namun tadi setelah ada yang mencoba mengecek Renata justru mengamuk. Aku merinding mendengar ucapan mereka, ada rasa takut di hatiku. Lalu aku dan Mas Raka masuk ke dalam. Sungguh aku tak sampai hati melihatnya yang diikat dengan mulut yang dilakban. Ada apa dengannya? Aku dan Mas Raka mendekati Renata, wanita itu berontak seolah ingin mengucapkan sesuatu pada kami. "Renata tenanglah!" Pinta Mas Raka dengan tatapan sendunya. Renata menangis saat Mas Raka mengelus rambutnya. Aku pun ikut menangis, Mas Raka..... Lihatlah kelakuanmu yang telah membuatnya

  • Istri Yang Menanti Sentuhanmu    Renata Mengamuk

    Lupakan yang sudah-sudah? tentu tidak. Luka ini tidak bisa hilang begitu saja. Aku sungguh ingin pergi dari Mas Raka, tapi entah mengapa ada saja yang menarikku untuk dekat dengannya kembali. Orang tuaku, anak ini dan kini orang tuanya, kenapa mereka seolah ingin aku terus berada di sisi Mas Raka? Tuhan, apa kesakitanku ini adalah hal yang lumrah dirasakan seorang wanita sehingga untuk lepas dari sakit rasanya begitu sulit?Apakah benar tali takdir yang sudah terikat akan sulit dilepas? Pada akhirnya aku mengalah, mengikuti kemauan mama mertua untuk pulang bersama mereka. Di dalam mobil, aku terus diam. Pikiranku kacau tak menentu, dadaku rasanya sesak tapi aku tak bisa berbuat apa-apa. Sementara itu Mas Raka dia mencoba berbicara padaku. "Amel aku mohon jangan seperti ini." Dia mengiba sambil fokus menyetir. "Lalu bagaimana maumu?" tanyaku tanpa menatapnya."Bicaralah jangan diam saja." Dia meminta aku untuk bicara tapi apa yang akan aku bicarakan dengannya? Anggukan aku tu

  • Istri Yang Menanti Sentuhanmu    Jatuh Talak

    Mas Raka melemparkan tatapan sendu ke mamanya, dia seperti kebingungan. Lalu dia menatap Renata yang juga menangis menatapnya. "Jangan Mas, kita sudah menikah. Aku lah yang kamu cintai bukan Amel!" pinta Renata. "Kamu sudah janji sama mendiang orang tuaku untuk selalu menjagaku." Dia menambahkan lagi. Melihatnya seperti ini aku tak tega meski dia sering menyakiti aku tapi tetap saja hati ini tak tega. Mungkin inilah harga yang harus Renata terima. Dulu sudah jelas kedua orang tua Mas Raka menolaknya namun dia tetap saja mau mendampingi Mas Raka walaupun dia hanya dijadikan istri simpanan. "Raka kalau kamu nekat bersamanya maka jangan anggap kami orang tua kamu lagi!" Ancam sang Papa. Beginilah kalau orang menyembunyikan bangkai, dan ketika kebusukannya terungkap bukan hanya dia yang tersakiti, orang di sekitarnya pun turut ikut merasakan imbasnya. "Pa, Ma jangan begitu. Biarlah mereka bahagia, Amel sudah ikhlas akan takdir Amel. Semua akan sama meski Amel nantinya buka

  • Istri Yang Menanti Sentuhanmu    Terbongkar

    Mataku membola, ada apa? Sungguh hatiku menjadi tak karuan. "Baik Ma, Amel akan kesana." Aku pun memutuskan untuk kesana. "Ada apa Mel?" tanya Mas Daffa yang menunjukkan ekspresi khawatir. "Entah Mas Mertuaku menangis beliau meminta aku untuk pulang." Jawabku dengan menatapnya Mas Daffa terlihat menghela nafas, "Ada saja mereka," ujarnya kesal. Aku mengangguk, "Iya Mas." Aku meminta Mas Daffa untuk menepikan mobilnya, karena aku harus segera pergi ke rumah Mas Raka. "Aku akan mengantarmu Mel." Mas Daffa ternyata yang akan mengantarku ke rumah Mas Raka. Sungguh aku tak enak diantar olehnya tapi dia sendiri yang memaksaku agar mau diantar. "Kamu hati-hati ya Mel, hubungi aku jika ada apa-apa." Pesan Mas Daffa. Tak selang lama kami telah tiba di rumah Mas Raka, terlihat mobil Mertuaku dan mobil Mas Raka berjejer di carport. "Aku turun ya Mas, Terima kasih udah mau ngantar aku." Kutatap wajah Mas Daffa dengan senyuman. Setelah mengucapkan terima kasih

  • Istri Yang Menanti Sentuhanmu    Mas Daffa suami halu para staff

    Mata Mas Raka membola, dia terlihat sangat syok mendengar penuturan ibu. "Maafkan Raka Bu." Ucapnya sambil menatap ibu nanar. "Sudah lama ibu menahan ini, hati ibu sakit melihat anak ibu diperlakukan buruk oleh kamu!" Maki ibu. Air mata ibuku mengalir, ibu mana yang rela melihat anaknya disakiti. "Tau begini dulu ibu tidak akan menerima lamaran kedua orang tua kamu!" Ibu meluapkan unek-uneknya, aku tak menyangka ibu akan emosi begini padahal selama ini ibu sangat tenang. Melihat ibu yang terisak aku pun turut menangis. "Sudah Bu, Amel mohon ibu jangan menangis. Ayah nanti bangun." Aku memohon pada ibuku untuk mengakhiri tangisannya, aku tidak mau masalahku menjadi beban untuk orang tuaku. Kini tatapanku tertuju pada Mas Raka, kuminta dia untuk pulang daripada kehadirannya disini membuat masalah. "Pulanglah!" kataku dengan menatapnya tajam. "Baik, maafkan aku Amel, ibu." Mas Raka lalu melangkahkan kaki pergi. Hari sudah malam, kuminta ibuku untuk istirahat, aku juga me

  • Istri Yang Menanti Sentuhanmu    Bukankah Kamu Juga Sama

    Senyuman ketir kutunjukkan, lalu aku bertanya seolah tak tahu apa maksud dari kata takut. "Takut kenapa Mas?" "Takut tak bisa memilikimu," jawabnya. Ku lempar tatapan nanar ke depan. Mas Daffa kamu sangat tampan, baik, jabatan tinggi pasti banyak wanita diluar sana yang mengejarmu, please jangan pertaruhkan masa depanmu hanya untuk aku yang bahkan statusku adalah istri orang. Saat aku perang dengan pikiranku, tangan Mas Daffa menyusup masuk dan memelukku dari belakang. Aku yang begitu syok mematung tanpa bisa menolak maupun menerima pelukannya. "Ijinkan aku menjadi penjagamu Amel." Bisiknya. Pelukannya semakin erat, Direktur utama itu bak ular piton yang hendak meremukkan mangsa. 'Mas jangan lakukan ini' Hatiku menjerit, memohon padanya agar melepaskan pelukannya namun tubuhku masih terkunci. Akhirnya dia melepaskan pelukannya juga, dan saat itu pula tubuhku kembali normal. Jam istirahat telah habis, aku dan Mas Daffa berjalan turun. Kami berpisah di lift lebih tepat

  • Istri Yang Menanti Sentuhanmu    Aku Takut Kamu Kembali Padanya Mel

    Aku membisu, seandainya kata-kata itu terucap beberapa bulan yang lalu mungkin akan aku pikirkan lagi niatan untuk berpisah namun sayang kata indah ini dia ucapkan ketika niatku sudah bulat. Meskipun aku adalah rumah baginya tapi dia bukanlah nahkoda di kapalku, aku bisa mendayung perahuku sendiri tanpa harus melibatkannya. "Terkadang tempat singgah juga lebih nyaman daripada rumah Mas." Ucapku lirih. "Tidak Amel." Sanggahnya. "Buktinya kamu dulu begitu mengagungkan tempat singgahmu itu!" Seusia kalimat itu kuucap, kami berdua saling diam. Tatapanku ke depan menatap sederet mobil yang sedari tadi tetap di tempatnya. Entah sampai kapan macet ini akan terurai sehingga aku lebih cepat lepas dari pria ini. Hingga satu jam berlalu namun mobil di depan tidak bergerak sedikit pun. Apa sebenarnya yang menyebabkan macet panjang ini? Aku mulai bertanya-tanya. Diriku yang lelah memutuskan untuk memejamkan mata, lebih baik aku tidur daripada diajak Mas Raka ngobrol yang tidak-t

  • Istri Yang Menanti Sentuhanmu    Rumahku Adalah Kamu

    Penolakan tegas terdengar dari mulut Renata, jelas dia tidak mau pulang naik taksi. "Aku nggak mau Mas!" Aku tersenyum sinis, "Tuh istri kamu tidak mau." Aku dan Ira bersiap berjalan tapi tangan Mas Raka menarik tanganku. "Tunggu Amel." Mas Raka meminta aku untuk menunggunya, lalu dia memberi Renata uang. "Jangan protes mengertilah Amel sedang hamil!" Katanya. Renata menerima uang itu dengan mata berkata, kutahu dia saat ini pasti kecewa dengan keputusan suami tercintanya ini. Sementara aku harus menerima konsekuensi atas ucapanku, seandainya aku tadi tidak menggertaknya mungkin saat ini aku pulang bersama Ira. Di mobil kami sekarang, kutatap kesal pria yang masih berstatus suamiku ini. "Mel bagaimana anak kita? apa dia terus menendang?" Dia membuka pembicaraan. "Iya." Kujawab singkat pertanyaannya. "Tidak bisakah kita tinggal bersama lagi Mel?" Pertanyaannya mengundang emosiku, segera ku lempar tatapan tajam ku padanya. "Aku sudah sangat senang bis

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status