Share

Bercerailah!

Penulis: CitraAurora
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-23 22:01:21
Raut wajah Mas Daffa berubah, dia menatap aku sayu. "Kenapa kamu nggak bilang kalau kamu sudah menikah Mel?" Suaranya begitu lemah, terdengar jika dia sangat kecewa.

"Maafkan aku Mas," kutatap lekat pria itu.

Kini tatapan Mas Raka mengarah padaku, cara dia menatapku sangat terlihat jika dia sangat marah.

"Jadi kamu menyembunyikan statusmu padanya! ada apa?" Dia membentakku.

Dimarahi di depan Mas Daffa membuatku tak berkutik, apalagi raut Mas Daffa membuat aku merasa bersalah.

"Tidak ada apa-apa." Cicit ku pelan.

Mas Raka menarik tubuhku dengan kasar lalu dia merangkulku di depan Mas Daffa.

"Sudah jelas jika wanita yang kamu cari ini sudah menikah, jadi sekarang pergilah!"

Kekesalan ku memuncak, sekuat tenaga aku berusaha melepas tangannya. "Lepas!"

Tau aku berusaha melepas tangannya, Mas Raka semakin erat memegang bahuku sehingga aku kesakitan sendiri.

Sementara Mas Daffa berusaha bicara, "Jangan berlaku kasar pada wanita lihatlah Amel kesakitan."

"Kamu tidak ada
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci
Komen (4)
goodnovel comment avatar
Mirasih
Daffa the best
goodnovel comment avatar
Fenty Izzi
pergilah Mel...dn jangan pernah kembali padanya...Daffa siap membantumu...gunakan kesempatan ini untuk berpisah dari raka
goodnovel comment avatar
Ade Virlita
nah betul tuh daffa, emang selalu siaga untuk Amel
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Istri Yang Menanti Sentuhanmu    Berkelahi

    Tatapanku terlempar begitu saja, setelah kalimat dari Mas Daffa mencuat. Apa maksudnya? apakah dia akan menanggung semua biaya pengobatan ayah? tidak, itu bukan tanggung jawabnya. "Aku pasti pergi dari hidup suamiku itu tapi untuk biaya ayah aku tidak mungkin membebankannya padamu Mas." Ujarku dengan tegas. Seraut wajah kecewa kembali kudapati, dan sesaat kemudian senyumannya kulihat. "Baiklah Amel tapi janji kalau ada apa-apa atau bahkan kamu perlu sesuatu jangan sungkan." Ucapnya. Anggukan kutunjukkan meski aku tidak mungkin membagi permasalahanku dengannya. Jam istirahat telah usai, kami berdua memutuskan untuk segera kembali. Sore itu setelah pulang kantor, aku janjian dengan Ira di suatu kafe, niat awalnya aku ingin naik taksi online namun lagi-lagi mobil Mas Daffa yang berhenti di depanku. "Amel masuk." Titahnya. Aku mengerutkan alis, "Mas aku sudah memesan taksi online. " Tinggal batalkan lalu bayar ganti rugi." Ujar pria itu. Kakiku melangkah masuk

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-24
  • Istri Yang Menanti Sentuhanmu    Hamil

    "Aku sangat pusing Mas." Ucapku lirih. Setelah berucap demikian, aku memejamkan mata. Tak tahu apa yang terjadi selanjutnya, tau-tau saat membuka mata kulihat seorang dokter memeriksaku. "Aku kenapa?" Cicitku. Dokter itu tersenyum lalu melepas stetoskopnya. "Anda tadi pingsan." Tak jauh dari Dokter aku melihat Mas Daffa, pria itu menunjukkan ekspresi sedihnya, sedangkan Mas Raka duduk di sofa bersama Renata. "Dia kenapa Dok?" tanya Mas Daffa panik. "Tidak ada hal yang serius Pak Daffa, pasien hanya syok saja." Dokter itu lalu menulis sebuah resep. Kini Mas Daffa duduk di sisiku, "Apa masih pusing?" tanya atasanku itu. Aku mengangguk, "Terima kasih Mas." Dia tersenyum menatapku, "Sama-sama Amel, kamu cepat sembuh ya." Ujar pria manis itu. Mas Raka bangkit kemudian dia mendekat, "Apa yang kamu rasakan?" Suara dingin Mas Raka mencuat "Pusing." Jawabku singkat. Kini tatapan Mas Raka beralih ke Mas Daffa, "Sesuai janjimu, sekarang pergilah!" Ujar Mas Raka. "Iya!

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-24
  • Istri Yang Menanti Sentuhanmu    Muntah

    Wajah Renata menunjukkan kekesalan, lalu dia pergi begitu saja. "Dasar aneh." Kunaikkan kedua pundakku merasa bodoh dengan Renata. Setelah siap aku turun ke bawah, ketika menunggu taksi Mas Raka keluar memanasi mobilnya karena dia juga bersiap ke kantor. "Lebih baik kamu istirahat dulu." Katanya. "Semalam sudah cukup istirahatnya." Sahutku. Taksi yang aku pesan sudah datang tanpa berkata apa-apa aku meninggalkan Mas Raka. Sesampainya di kantor, aku membuka komputer. Sumpek nya pikiranku sengaja aku alihkan dengan pekerjaan. Tak terasa jam makan siang telah datang, aku inisiatif pergi ke ruangan Mas Daffa untuk meminta maaf. Di depan ruangan Direktur Utama aku berdiri, menyiapkan kata yang akan kulontarkan pada atasanku itu. Tok, tok Aku mengetuk pintu, cukup lama tapi pintu itu tak terbuka. Helaan nafas ku hembuskan, mungkin Mas Daffa ada dinas luar atau mungkin tak masuk. "Sudahlah." ucapku lalu membalikkan badan. Baru saja hendak berjalan pergi kudengar pi

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-25
  • Istri Yang Menanti Sentuhanmu    Masih Saja

    Kucoba menahan rasa mualku namun kelihatannya bau masakan Renata benar-benar membuat aku tak tahan. Aku berlari menuju toilet lalu setelahnya cairan yang ada di dalam perutku keluar. "Amel kamu kenapa?" Suaranya mengagetkan aku. "Dah tau jika aku muntah kenapa bertanya," Kujawab pertanyaannya kesal. Huek... Aku kembali muntah. Aku yang terus muntah tidak bisa mengusirnya meskipun keberadaannya tidak aku inginkan. Di rasa muntahnya sudah berhenti, aku membasuh muka, dan berdiri bersandar di dinding. Sementara Mas Raka terus menatapku. "Kamu ngapain terus disitu Mas!" Ujarku lirih tapi terdengar ketus. "Keluarlah Mas dan tolong singkirkan makanan Renata!" Pintaku kemudian. Mau nggak mau aku harus meminta bantuan nya untuk menyingkirkan penyebab aku mual dan muntah. "Kenapa memangnya?" tanya Mas Raka heran. Entah kenapa pria ini jadi bodoh, sudah tahu aku mual masih saja bertanya. "Aku mual." Jawabku. Untung dia kali ini menurut dan segera menyingkirkan makana

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-25
  • Istri Yang Menanti Sentuhanmu    Kenapa Dia Begitu Lembut?

    "Kamu membentak aku Mas!" Renata tak terima jika Mas Raka membentaknya. Tanpa minta maaf atau membujuk Renata Mas Raka malah pergi begitu saja. Apa dia mulai muak dengan istri kesayangannya itu? Melihat adegan di depanku, aku justru tersenyum sinis, sementara Renata menatapku kesal. "Senang kamu Amel!" Serunya. "Melihat adegan bagus siapa yang nggak senang." Sahutku dengan menatapnya sinis. Renata terlihat mengepalkan tangannya, kutahu dia sangat kesal denganku. Tapi aku tak menggubrisnya, tanpa berkata apa-apa lagi kutinggal wanita itu. Kehamilan ini sudah cukup menyiksaku ditambah lagi drama mereka, rasanya semakin pusing saja aku. Di kamar aku langsung ambruk di kasur tanpa membersihkan diri terlebih dahulu. Keesokan paginya aku kembali muntah-muntah hal ini membuat aku semakin lemah dan tak berdaya, ingin sekali pulang ke rumah agar ada yang merawatku tapi ibu sudah sibuk dengan merawat ayah. Tak mungkin bekerja dalam keadaanku yang seperti aku pun menghubung

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-26
  • Istri Yang Menanti Sentuhanmu    Setelah Jutaan Luka kenapa Kamu Begini?

    Aku terdiam, apakah aku memang harus resign? tapi bagaimana dengan nasibku nanti? sekarang saja keuangan sudah Renata yang pegang. "Aku pikir dulu." Kataku yang menggantung keinginannya. Raut wajahnya berubah, tapi dia tidak mengeluarkan kekesalannya padaku. Sesampainya di rumah, Mas Raka membantu aku keluar dari mobil bahkan dia mengantar aku sampai ke kamar. "Minum obat dulu baru istirahat." Dia mengambilkan aku obat dan menyiapkan airnya juga. Apa ini suami yang selalu dingin padaku? apa ini pria yang jahat itu? Sejenak pikiranku melayang, melamunkan dia yang perhatian padaku. Kenapa setelah jutaan luka dia torehkan kini dia justru perhatian? apa ini bentuk rasa tanggung jawabnya akan anak yang aku kandung atau ada hal lain? entahlah, buru-buru aku menggelengkan kepala membuang asumsi yang mengisi kepalaku saat ini. Setelah aku meminun obatku dia pamit keluar karena harus bekerja by online. Memang dia hari tidak masuk karena mengantar aku pergi ke rumah sakit.

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-26
  • Istri Yang Menanti Sentuhanmu    Daffa Menolak Resign Dariku

    Tak berhasil memprovokasi aku, Renata terus mengejar Mas Raka agar menceraikan aku. Wanita ini sungguh gila apa dia tidak tau jika wanita hamil tidak bisa dicerai? Aku menggelengkan kepala saat mendengar dia terus membujuk Mas Raka. "Mas dia selalu ingin bercerai darimu kan? kabulkanlah saja Mas keinginannya." Bujuknya. "Tidak bisa, bagaimana mungkin aku menceraikan Amel! apalagi kini dia mengandung anakku." Dengan lantang Mas Raka menolak keinginan Renata. "Lagipula jika aku bercerai, bagaimana dengan orang tuaku." Ujar Mas Raka lagi. Aku berdiri di tempatku bingung harus kembali ke kamar atau mendekat? tapi aku yang harus sarapan, akhirnya berjalan ke arah mereka. Melihat aku yang datang, Mas Raka menatapku lalu bertanya, "Kamu mau sarapan apa?" Nada bicara nya lebih lembut dari sebelumnya, bahkan ini lah kali pertama dia bertanya keinginanku. "Susu." Jawabku lalu berjalan mengambil susu di kulkas. "Amel kamu harus makan makanan yang bergizi, apa perlu aku buatkan sar

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-27
  • Istri Yang Menanti Sentuhanmu    Minta Dinikah Secara Agama dan Negara

    Mas Daffa tetap bersikeras, dia tidak perduli dengan apapun. Dia bahkan bilang jika rasa cintanya padaku semenjak dulu tetap sama dan tidak pernah berubah. Mendengar itu aku semakin tak enak, aku hanya lah sisa orang tak seharusnya dia memilihku yang bahkan kini statusku masih istri orang. "Jangan pertaruhkan masa depan kamu hanya demi aku." Aku membatin sembari menatapnya. Hari-hari ku aku jalani seperti biasa, hanya saja Renata dan Mas Raka lebih sering cek cok kini, kehamilan ku benar-benar membuat wanita itu cemburu tak jelas sehingga membuat Mas Raka sedikit ilfil padanya. Hingga suatu ketika, saat kami keluar bersama dia meminta suatu hal yang tidak mungkin pada Mas Raka. "Mas aku juga ingin hamil seperti Amel." Ujarnya lantang. Mas Raka yang awalnya fokus menyetir, kini menatapnya dengan tajam. Melihat tatapan Mas Raka untuk Renata dari kaca spion membuat aku menghela nafas, feeling tak baik mencuat. Pasti akan ada debat kusir setelah ini. "Tidak mungkin,

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-28

Bab terbaru

  • Istri Yang Menanti Sentuhanmu    Aku bahagia Mas

    Waktu terus berlalu, tak terasa Arkan sudah berumur tujuh bulan, mama yang masih memegang teguh adatnya hendak melakukan syukuran yang disebut "Mudun lemah" atau turun tanah. Di usia tujuh bulan bayi sudah diperbolehkan untuk diturunkan ke bawah mengingat mereka harus belajar berjalan. "Amel persiapannya sudah selesai apa belum?" tanya Mama yang memantau aku di dapur. "Sudah ma, anak ayam yang mama pesan sudah dikirim." Kataku sambil tersenyum. Memang dalam syukuran kali ini kami menggunakan anak ayam, entahlah kenapa ada adat seperti itu. Ayah dan ibuku juga datang untuk membantu, aku yang lelah memutuskan ke kamar sejenak untuk istirahat. Beberapa saat kemudian, Mas Raka menyusulku. Dia yang juga kelelahan turut berbaring di sampingku. "Adat terkadang itu menyusahkan, tinggal syukuran saja kenapa ribet banget yang inilah itulah, lagian kenapa ada acara turun tanah, Arkan tinggal ditaruh bawah kan udah beres." Mas Raka menggerutu sendiri. Mendengar gerutuannya

  • Istri Yang Menanti Sentuhanmu    Pengen Terus

    Mas Raka menatapku tak percaya, "Kamu setuju Sayang?" tanyanya sambil memegang pundakku. "Iya Mas, kuakui aku tak sanggup mengurus Arkan sendirian." Mas Raka langsung memelukku, dia mengecup keningku berkali-kali. Setelah berbincang aku dan Mas Raka memutuskan pulang, sesampainya di rumah Mama menyambutku. Sama seperti Mas Raka mama memelukku dengan erat. Sebenarnya aku heran pada mereka, takut sekali jika aku pergi. "Ma tolong carikan yayasan terbaik, kami akan menggunakan jasa baby sitter." Ujar Mas Raka. Mama sangat senang mendengar kabar ini lalu beliau menghubungi Yayasan yang sudah diakui para majikan. Beberapa foto calon baby sitter mama tunjukkan padaku, dan pilihanku jatuh pada baby sitter yang sudah berumur. Aku sengaja mencari yang tidak manarik karena takut Mas Raka akan tergodo seperti di film-film. Keputusan kami buat, dan besok orangnya akan dikirim ke rumah. Malam itu, Mas Raka lah yang menidurkan Arkan, dia juga menemani aku begadang meng

  • Istri Yang Menanti Sentuhanmu    Saling minta maaf

    "Iya Bu, Amel akan memikirkannya lagi." Kataku sambil menatap ibuku. Arkan menangis, ibu memintaku untuk menyusuinya langsung karena asi yang aku pompa kemarin sudah habis. Setelah aku menyusui Arkan, ibu meminta bayiku kembali. Ibuku memang ibu terbaik di dunia. Beliau tidak ingin aku lelah. "Enak ya digendong nenek." Aku mengusap pipi Arkan. Dari depan terdengar suara mobil berhenti, bibirku menyunggingkan senyuman saat tahu yang berhenti adalah mobil Mas Raka. Mas Raka berjalan mendekat dan bersamaan Arkan muntah sehingga aku berlari masuk ke dalam. Dari belakang aku mendengar Mas Raka memanggilku. "Sayang." Mas Raka mengekori aku yang ingin mengambil tisu. Dia langsung memelukku. "Maafkan aku." Dia berbisik. Aku melepas pelukannya bukan tidak senang dengan kedatangannya tapi aku harus mengusap muntah Arkan. Ibu segera meminta tisu dariku, lalu beliau lah yang mengusap bibir Arkan. Setelah bersih dari muntahan, aku menatap suamiku yang sudah memasan

  • Istri Yang Menanti Sentuhanmu    Apa aku salah?

    Di dalam kamar aku menangis, sungguh aku merasa sedih dengan sikap Mas Raka. Kenapa semua seolah aku yang salah? padahal aku hanya ingin merawat Arkan dengan tanganku sendiri? "Kenapa kamu begini Mas?" Aku bermonolog dengan diriku sendiri. Kukira Mas Raka akan mengerti keadaanku, seorang ibu baru yang mengalami perubahan segala siklus hidup namun nyatanya tidak. Di saat seperti ini bukankah peran suami adalah mensupport istri? tapi mengapa malah balik menyalahkan? ArrggggAku berteriak sambil mengusap rambutku dengan kasar. Meskipun aku mengurus Arkan sendiri aku tidak pernah mengganggu tidurnya, seberapa repotnya aku tiap malam aku tidak pernah membangunkannya karena aku sadar dia harus bekerja. Tapi kenapa dia tidak mengerti? bukankah masa-masa seperti ini tidak lama, ketika bayi semakin besar dia pasti akan jarang bangun malam dan aku bisa mengurusnya kembali? Hati yang meradang membuat aku terus menangis hingga suara ketukan dari luar menghentikan tangisku. Aku berjalan u

  • Istri Yang Menanti Sentuhanmu    Kenapa?

    Kutunggui dia yang sedang makan, entah mengapa melihat Mas Raka makan, aku merasa iba. Emosi yang memburu tiba-tiba menghilang. "Aku sudah selesai makan, apa yang ingin dibicarakan?" Dia menatapku. "Ayo le kamar." Tak ingin di dengar pelayan dan Mama aku mengajak Mas Raka ke kamar. Tapi Mas Raka menolak dengan alasan kekenyangan jadi malas naik. "Kamu tuh kenapa sih Mas, bicara di kamar lebih leluasa tidak didengar banyak orang!" Aku memberengut kesal. "Apa masalahmu?" Nafasku kembali memburu, dia tidak pulang dan dia bertanya apa masalahnya? "Kamu tuh nyadar gak sih kalau salah! nggak pulang apa menurut kamu itu wajar?" Air mataku yang kutahan memberontak keluar, sehingga kini aku menangis di hadapannya. "Apa yang kamu tangisi bukanlah semua keinginan kamu?" Mendengar ucapannya sontak aku membuat aku kembali menatapnya, "Apa maksud kamu?" "Ya kamu lelah dengan Arkan bukanlah itu keinginan kamu? dari awal aku sudah mencoba menawarkan baby sitter tapi kamu selalu menolak."

  • Istri Yang Menanti Sentuhanmu    Tidak Pulang

    Tanganku mengepal, emosiku meledak-ledak melihatnya. Melihatku Mas Raka hanya menghela nafas. "Aku lelah, jangan marah-marah seperti ini." Katanya lalu dia merebahkan diri di tempat tidur. Tak rela jika amarahku berakhir begitu saja aku pun menghampirinya, ku tarik tangannya agar bangun untuk mendengar omelanku. Tapi bukannya bangun Mas Raka justru menarik tubuhku dan membawaku ke dalam dekapannya. "Arkan tidur lebih baik kamu tidur jangan marah-marah." Katanya. Aku melongo melihat suamiku ini, seketika emosiku yang sedari tadi berapi-api padam begitu saja. Dan dalam dekapannya aku merasa hangat hingga air mataku tak terasa meleleh. "Nyatanya lelahku hilang dalam dekapannya." Batinku sambil terus menatap Mas Raka yang sudah memejamkan mata. Baru saja aku terpejam suara Arkan membangunkan aku, malas dan lelah tapi aku harus bangun untuk menenangkan malaikat kecilku itu. "Kamu haus ya." Kataku sambil membuka kancing baju untuk menyusuinya. Saking ngantukn

  • Istri Yang Menanti Sentuhanmu    Marah

    Aku hanya tersenyum mendengar pesan Mama, entah mengapa aku ingin tanganku sendiri yang mengurus bayi ini. "Nanti Amel pikirkan ya Ma." Tak ingin Mama kecewa aku berkata demikian. Bayiku kini berusia tujuh hari, hari ini adalah hari dimana Mama mengadakan syukuran pemberian nama. Adat kami memang seperti itu, ada beberapa syukuran yang wajib digelar oleh keluarga yang baru saja memiliki keturunan. "Namanya Arkan Ma, diambil dari Amel dan Raka." Ujar Mas Raka. "Tapi sama Mas Raka ditambahi n," sambungku. Mama tertawa, sebenarnya aku yang ingin Mas Raka menambahkan paten n, karena aku ngefans sekali dengan salah satu sama pemain bola tanah air. Setelah acara syukuran pemberian nama selesai aku dan Mas Raka pamit ke atas untuk istirahat. Di dalam kamar, Mas Raka duduk di sampingku. "Sayang, besok pagi sekali aku ada dinas keluar kota kamu bisa nggak bangun pagi dan mengurusi aku." Dia menatapku. "Aku upayakan ya Mas, bayi kita sering rewel kalau malam jadi aku ga bisa

  • Istri Yang Menanti Sentuhanmu    Mengurus Anak Sendiri

    Ini bukan stimulasi Asi melainkan memancing hasrat, alhasil hasratku lah yang terpancing keluar. "Mas, ah...." Aku malah mendesah merasakan setiap hisapan yang mas Raka berikan. Tanganku menarik rambutnya, mataku justru terpejam. "Mas sudah." Aku menekan kepalanya. Entah apa yang ada di kepalaku, saat seperti ini aku malah terjerumus dalam hal ini. Mas Raka menyudahi aksinya, "Gimana sayang, apa sudah cukup stimulasinya?" Dia tersenyum licik. "Ini bukan stimulasi mas, tapi memancing hasrat." Sahutku kesal. Dia tertawa, suamiku sungguh mesum sekali. "Maafkan aku sayang," katanya lalu mencubit pipiku. Netraku menatap wajahnya kemudian turun ke bawah dan aku melihat ada sesuatu yang menyembur dari balik celananya. Deretan gigiku terlihat, ternyata dia juga terpancing perbuatannya sendiri. "Itu kamu juga berdiri." Kataku sambil menahan tawa. Sebenarnya aku ingin tertawa lepas mengejeknya hanya saja luka operasi jika dibuat tertawa terasa sangat sakit. Tau aku mengejeknya Mas

  • Istri Yang Menanti Sentuhanmu    Lahir

    Hari yang ditunggu-tunggu telah tiba, hari ini aku dan seluruh keluarga besarku dan Mas Raka pergi ke rumah sakit. Sengaja kami memilih hari ini karena hari ini bertepatan dengan ulang tahun Mas Raka jadi anakku nanti memiliki hari ulang tahun sama dengan papanya. "Mas aku takut." Aku terus memegangi tangan mas Raka. Ingatan waktu itu, membuat nyaliku menciut. Memang operasi sesar tidak menakutkan tapi setelahnya aku harus kesakitan. "Jangan takut sayang, ada aku." Mas Raka terus mengecup keningku. "Habis operasi sakit sekali Mas." Aku mengubah raut wajahku takut merasakannya lagi. Mas Raka tersenyum, dia bilang kalau nanti sakitnya terbayarkan dengan hadirnya anak kami. Aku tersenyum mendengar ucapannya. Bayangan bayi menangis menari di kepalaku, tanpa kusadari bibirku terus saja menyunggingkan senyuman. Beberapa waktu kemudian, Dokter datang untuk melakukan pemeriksaan, selain operasi aku juga meminta dokter untuk sekalian memasang kb, rencananya aku akan menunda kehamilan

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status