Home / Rumah Tangga / Pelakormu vs Aku / Chapter 31 - Chapter 40

All Chapters of Pelakormu vs Aku: Chapter 31 - Chapter 40

91 Chapters

Bab 31: Elegansi Dalam Pembalasan

Kartini duduk di ruang tamu, mengenakan pakaian rapi setelah pulang kerja. Wajahnya yang semakin cerah dan tubuh yang lebih terawat menambah pesona yang tak lagi tertutupi rasa takut atau rendah diri. Ia terlihat sibuk membaca buku motivasi yang dipinjam dari perpustakaan hotel, sambil sesekali menyeruput teh hangat. Bastian masuk dengan wajah masam. Ia melewati Kartini tanpa berkata sepatah kata, seperti biasa. Kartini tak peduli. Kehidupan mereka di rumah itu sekarang bagai dua orang asing yang tinggal di bawah satu atap. Kadita muncul dari dapur, membawa piring berisi buah-buahan. Wajahnya yang biasanya penuh percaya diri kini terlihat agak tegang. Ia melirik Kartini dengan tajam, lalu melempar komentar sinis. “Enak ya sekarang? Bisa santai-santai di sini setelah sibuk... apa sih istilahnya, oh iya, menjilat para bos?” Kadita tertawa kecil, mencoba menyindir. Kartini mendongak
last updateLast Updated : 2025-01-12
Read more

Bab 32: Perjalanan Baru

Beberapa bulan telah berlalu sejak Kartini memulai perjalanan karir barunya. Ia sudah jauh lebih dari sekadar cleaning service yang datang setiap hari dengan perasaan ragu. Kini, ia berdiri tegak di atas kaki sendiri, mengenakan seragam supervisor yang menunjukkan betapa jauh ia sudah melangkah. Pagi itu, saat matahari baru saja menyinari kota dengan lembut, Kartini melangkah dengan langkah pasti menuju ruangannya di Hotel Fransco The Swiss. Ia baru saja menerima kabar bahwa ia dipromosikan menjadi supervisor tim kebersihan. Hal yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya. “Selamat, Kartini!” ucap salah seorang rekan kerjanya, yang kini tak lagi hanya melihatnya sebagai rekan di bawah, tetapi sebagai seorang pemimpin yang layak dihormati. Kartini tersenyum, masih tidak bisa sepenuhnya percaya dengan pencapaiannya. Dari sekadar wanita yang dipandang sebelah mata di rumah, kini ia menjadi seorang yang dihormati oleh rekan-reka
last updateLast Updated : 2025-01-12
Read more

Bab 33: Perubahan yang Tak Terduga

Kartini kini tak hanya dikenal sebagai wanita yang kuat dalam karir, tetapi juga sebagai wanita yang penuh pesona. Berkat teman-temannya yang selalu mendukung dan memberinya semangat, ia mulai memperhatikan penampilannya lebih dari sebelumnya. Kehidupan barunya sebagai wanita karir membawa dampak besar—bukan hanya pada pekerjaan, tetapi juga pada penampilannya. Sejak bergabung dengan teman-temannya yang sudah lebih dulu sukses di dunia profesional, Kartini mulai merasakan perbedaan besar. Mereka bukan hanya teman di kantor, tetapi mereka juga memiliki gaya hidup yang membuat Kartini semakin terinspirasi. Teman-temannya sering mengajak Kartini untuk pergi ke gym bersama mereka, dan Kartini yang dulu tak terlalu memperhatikan hal itu kini merasa penasaran. "Yuk, Kartini, kita pergi gym. Kamu pasti bakal suka. Lagian, jangan cuma fokus sama kerja aja, dong. Kamu harus jaga tubuh biar tetap fit," ujar Maya, salah satu temannya, yang selalu tampil bugar dan
last updateLast Updated : 2025-01-12
Read more

Bab 34: Cap itu gak akan hilang

Pagi itu, suasana meja makan di rumah Bastian kembali dipenuhi percakapan seperti biasa. Bastian duduk di kursinya dengan wajah penuh percaya diri, memulai pembicaraan sambil sesekali melirik Kadita yang duduk di sampingnya. "Aku sedang mengurus promosi Kadita," kata Bastian sambil mengaduk kopinya. "Posisinya sebentar lagi setara denganku. Owner saja sudah memberikan banyak pujian atas kerja kerasnya." Kadita tersenyum puas, melipat tangan di meja. "Ya, owner bilang aku ini salah satu aset terbaik perusahaan. Nggak heran, kan? Kerja keras itu memang nggak pernah mengkhianati." Ibu Sulastri menimpali sambil terkekeh kecil. "Itu namanya rejeki memang milik orang yang pintar dan gigih, Nak. Kadita ini contoh istri yang sempurna, pintar mencari uang, bisa mengurus diri sendiri, dan nggak merepotkan suami." Kartini yang duduk di ujung meja diam saja sambil menikmati teh paginya. Namun, ekspresi wajahnya sudah menggambarkan keti
last updateLast Updated : 2025-01-12
Read more

Bab 35: Sanksi sosial

Pagi itu, Kadita berjalan di lorong lantai tiga menuju ruang meeting. Suasana hotel masih sibuk seperti biasa, tapi telinganya menangkap sesuatu yang membuat langkahnya terhenti sejenak. “Eh, lihat deh, itu dia orangnya.” “Iya, yang dulu rebut suami orang, kan?” “Pantes aja bisa cepat naik jabatan. Ada ‘jalur khusus’, ya.” Bisik-bisik itu terdengar dari dua karyawan yang sedang merapikan pantry di sudut lorong. Begitu Kadita menoleh, mereka pura-pura sibuk dengan pekerjaan masing-masing, tetapi senyum sinis di wajah mereka jelas terlihat. Kadita menarik napas dalam-dalam, mencoba mengabaikan komentar tersebut. Namun, hatinya terasa panas. Setiap hari, situasi seperti ini terus berulang. Di mana pun ia berada di hotel, selalu ada bisik-bisik di belakangnya. ____ Di Pantry Karyawan Kadita masuk ke pantry untuk mengambil kopi sebelum rapat. Beberapa karyawan yang seda
last updateLast Updated : 2025-01-12
Read more

Bab 36: Bayangan Pilihan yang Keliru

-Malam itu di Kamar Kadita dan Bastian Tangisan bayi memecah keheningan malam. Di kamar yang remang-remang, Askana-bayi laki-laki hasil hubungan mereka, menangis keras di boks kecilnya. Bastian, yang sudah terjaga sejak beberapa menit lalu, berusaha menenangkan bayinya sambil menggoyangkan boks pelan. Namun, tangis Askana tidak kunjung reda. Bastian mengalihkan pandangannya ke tempat tidur, melihat Kadita yang tampak tidur nyenyak tanpa peduli pada suara tangisan itu. Dengan suara sedikit tinggi, Bastian memanggilnya. "Kadita, bangunlah! Anak kita menangis, ayo bantu aku," ujarnya sambil mencoba membangunkan istrinya. Kadita mengerang pelan, lalu berguling ke arah lain. "Mas, aku capek... Aku baru tidur satu jam. Kamu aja yang urus," jawabnya malas tanpa membuka mata. "Capek?" Bastian mendengus kesal. "Kamu cuma tidur-tiduran sepanjang hari! Ini anak kita, Kadita. Tanggung jawab
last updateLast Updated : 2025-01-12
Read more

Bab 37: Pamer Kemenangan

Kartini berdiri di halaman rumah, memandangi motor baru yang terparkir dengan bangga. Motor itu, meski sederhana, adalah bukti nyata perjuangannya. Uang yang didapat dari kerja kerasnya di hotel, akhirnya bisa digunakan untuk membeli sesuatu yang ia inginkan, tanpa bergantung pada siapapun. Ia tersenyum puas, meskipun hatinya terasa kosong. Bastian masih di rumah, tapi Kartini merasa seperti sudah jauh dari pria itu, meski status pernikahannya masih sah. ____ Di Dalam Rumah Setelah masuk, Kartini melihat Ibu Sulastri sedang duduk santai di ruang tamu. Tatapan Ibu Sulastri tidak bisa ia hindari—sebuah tatapan penuh curiga, seolah ingin menemukan kesalahan. "Motor baru, ya?" kata Ibu Sulastri dengan nada sinis. "Emang perlu banget, sih? Lagi pamer barang aja." Kartini memandang Ibu Sulastri tanpa emosi, mencoba menahan diri agar tidak terbawa emosi. "Ini baru langkah pertama, Bu. Kalau motor saja
last updateLast Updated : 2025-01-12
Read more

Bab 38: Pilihan yang Tak Terduga

Kadita duduk di depan cermin, menatap bayangannya sendiri yang kini terasa semakin asing. Ia tak bisa menahan pikiran tentang Kartini yang semakin berkembang pesat, dan rasa cemas itu semakin menggerogoti dirinya. Semua yang dilihatnya tentang Kartini—kesuksesannya, kemajuan ekonominya, bahkan bagaimana Kartini kini bisa berdiri dengan bangga di kaki sendiri—semakin membuat hatinya cemas. "Jangan sampai aku kalah sama dia," gumam Kadita pada dirinya sendiri. Hatinya dipenuhi kekhawatiran. Ia sudah cukup lama menikmati kesenangan dunia, dan sekarang, dengan segala perubahan di hidupnya, ia merasa terancam. Ia tak ingin menjadi seperti Kartini di masa lalu dengan kehidupan yang dulu, menjadi ibu rumah tangga yang bergantung pada suami, dan merawat anak. Itu semua terlalu mengingatkannya pada masa lalu yang penuh dengan keterbatasan. Akhirnya, dengan rasa cemas yang semakin membesar, Kadita memutuskan untuk menelepon mantan suaminya, Antonio. Ia tak bisa m
last updateLast Updated : 2025-01-12
Read more

Bab 39: Dendam Antonio

Antonio duduk di ruang kerjanya yang mewah, dengan jendela besar yang menampilkan pemandangan kota di malam hari. Segelas anggur merah terletak di tangan kirinya, sementara tangan kanannya dengan santai mengetuk meja mahoni di depannya. Ia memandang gelas itu, memutar anggurnya perlahan, seolah mencari jawaban di dalamnya. “Hmm… Kadita,” gumamnya dengan suara rendah dan penuh penekanan. "Beraninya kau kembali padaku setelah semua ini.” Antonio meneguk anggurnya, bibirnya membentuk senyum tipis yang sinis. Ia menyandarkan tubuhnya ke kursi kulit hitam yang nyaman, wajahnya mencerminkan kepuasan dan niat yang dingin. “Kalau ini yang kau pilih, aku akan menunjukkan padamu konsekuensinya.” Ia meraih ponsel di meja, menelusuri kontaknya yang dipenuhi nama-nama penting di industri perhotelan. Nama-nama besar yang hanya dia yang memiliki akses. Dengan sentuhan satu jari, ia menghubungi koleganya yang pertama. Panggi
last updateLast Updated : 2025-01-12
Read more

Bab 40: Posisi yang Terbalik

Di pagi yang mulai cerah, suasana di ruang tamu rumah Bastian justru sedang panas. Ibu Sulastri duduk di sofa sambil melipat tangan, wajahnya kesal menatap Kadita yang santai mengunyah keripik sambil menonton acara televisi. Sementara itu, suara tangisan bayi terdengar samar dari kamar. "Kadita, kamu ini sadar gak sih kalau kamu udah satu bulan di rumah cuma makan tidur aja?!" seru Bu Sulastri dengan nada tinggi, memotong keasyikan Kadita menonton TV. Kadita melirik sekilas, lalu mengangkat alis santai. "Ya terus? Kan aku lagi nunggu panggilan kerja, Bu. Gak mungkin aku jadi babu juga di sini." "Babu?!" Ibu Sulastri langsung bangkit dari sofa. "Jadi maksudmu aku ini babu di rumah ini?! Aku yang cuci piring, aku yang ngurus cucuku, aku yang beresin rumah, dan kamu cuma ongkang-ongkang kaki kayak ratu?! Kamu ini istri siapa, hah?! Jangan mentang-mentang Bastian suami kamu, terus kamu pikir aku wajib ngelayanin kamu!" Kadita m
last updateLast Updated : 2025-01-12
Read more
PREV
123456
...
10
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status