Home / Rumah Tangga / Pelakormu vs Aku / Chapter 21 - Chapter 30

All Chapters of Pelakormu vs Aku: Chapter 21 - Chapter 30

91 Chapters

Bab 21: Lautan kesendirian

Langit malam di luar rumah itu gelap, selaras dengan hati Kartini yang terus-menerus diselimuti awan mendung. Sepanjang malam itu, ia duduk di sudut kamarnya, merenungi nasib yang tak pernah ia bayangkan. Hari ini adalah hari yang paling menghancurkan hatinya. Di rumahnya sendiri, ia menyaksikan suaminya menikahi wanita lain, dengan restu yang penuh ironi. Bastian, pria yang dulu bersumpah setia di pelaminan, kini mengucap janji yang sama pada Kadita, wanita yang telah menghancurkan rumah tangganya. Upacara sederhana itu dilakukan di halaman rumah, dengan dalih "penghematan," tetapi sebenarnya untuk menyembunyikan aib. Kadita tersenyum puas mengenakan gaun putih mewah, dan di sampingnya, Bastian tampak seperti pria paling bahagia di dunia. Kartini yang berdiri di pojok ruangan hanya bisa menatap dengan perasaan campur aduk. Tangannya gemetar, tapi ia menahannya agar tidak menangis di depan mereka. Ia menelan ludah, menahan sakit
last updateLast Updated : 2025-01-11
Read more

Bab 22: Persaingan yang mulai tercium

Acara keluarga besar berlangsung di ruang tengah rumah ibu Sulastri. Semua orang berkumpul dengan suasana hangat—atau setidaknya terlihat begitu. Kadita duduk di sebelah Bastian dengan anggun, mengenakan dress mahal berwarna krem yang menonjolkan kesan elegan. Ibu Sulastri memamerkan gelang emas baru di pergelangan tangannya kepada Dini dan Alex, hasil pemberian Kadita. "Ibu sih nggak nyangka, Kadita ini ya, rajin banget kasih perhatian ke ibu. Nggak kayak orang-orang yang cuma janji manis," ujar ibu Sulastri sambil melirik Kartini dengan tajam. Kartini yang duduk tak jauh darinya hanya menunduk, mengaduk teh tanpa minat. "Iya, Bu. Kak Kadita ini beda," sahut Dini, menantunya. "Nggak heran Mas Bastian lebih semangat sekarang, ada istri yang benar-benar bisa jadi partner." Alex, anak kedua, tertawa kecil sambil menggoda, "Iya dong, istri kayak Kadita ini langka. Bisa kerja, cari duit, ngasih hadiah ke mertua. Bastian sekaran
last updateLast Updated : 2025-01-11
Read more

Bab 23: Penghinaan yang Membakar Semangat

Hari-hari Kartini berubah menjadi mimpi buruk yang tak berujung. Setiap sudut rumah kini dipenuhi pemandangan yang menyakitkan—Bastian dan Kadita yang bermesraan tanpa malu-malu, seolah mereka adalah pasangan sejati yang sempurna. Mulai dari pergi bekerja bersama, makan malam berdua, hingga bercanda mesra di ruang tamu. Kartini hanya bisa menahan tangis di kamarnya setiap malam, merasa tersisih dari kehidupan yang dulu ia bangun bersama suaminya. Parahnya lagi, Bastian kini semakin terang-terangan menunjukkan ketidakpeduliannya. Ia bahkan hanya memberi Kartini uang belanja sebesar 2 juta rupiah. "Ini nggak cukup, Bastian! Anak-anak kita butuh susu, pakaian, dan sekolah. Bagaimana aku bisa mengatur semua ini dengan uang segini?" protes Kartini dengan suara yang mulai bergetar. Bastian, yang sedang bersiap untuk pergi bersama Kadita, hanya melirik dingin. "Kalau nggak cukup, cari uang sendiri, Kartini. Jangan cuma jadi beban di rumah
last updateLast Updated : 2025-01-11
Read more

Bab 24: Tekad Kartini untuk Bangkit

Di kamar kecil yang kini menjadi tempat pelariannya dari keramaian rumah, Kartini duduk di depan laptop tuanya. Layar memuat situs pencarian kerja yang penuh dengan lowongan, tapi mata Kartini terpaku pada satu titik. "Administrasi kantor... resepsionis... atau... hmm, operator produksi?" gumamnya pelan sambil menggulir layar. Ia mencoba memahami deskripsi pekerjaan yang baginya masih asing. "Kalau aku kerja, siapa yang jagain anak-anak nanti?" pikir Kartini dalam hati. Kebimbangan itu menyergap, tapi ia menepisnya cepat. "Nggak, aku harus berani. Aku nggak bisa terus begini!" Namun, lamunannya buyar ketika pintu kamar diketuk keras. Tanpa menunggu jawaban, Ibu Sulastri sudah nyelonong masuk dengan wajah penuh rasa ingin tahu. "Kartini, kamu lagi apa?" tanyanya dengan nada menyelidik. Ia menatap layar laptop Kartini, lalu menyipitkan mata seolah mengevaluasi. "Oh, lagi cari kerjaan ya? Wah, akhirnya sadar diri juga, ya." Ka
last updateLast Updated : 2025-01-11
Read more

Bab 25: Langkah Kecil Menuju Perubahan

Berminggu-minggu Kartini berjuang mencari pekerjaan, namun hasilnya nihil. Penolakan demi penolakan datang dengan berbagai alasan. Setiap surat lamaran yang ia serahkan terasa seperti pintu yang ditutup tanpa ampun. Kecewa dan sedih menghampiri, tapi ia berusaha tetap tegar. Namun, apa yang membuat situasi semakin sulit adalah rumah yang tak lagi terasa seperti tempat berlindung. Di ruang keluarga, suara Ibu Sulastri menggema seperti gong. "Hah! Lihat tuh si Kartini. Udah nggak laku di mana-mana. Siapa juga yang mau terima orang kayak dia." Bastian menimpali sambil menyeringai. "Bu, udah saya bilang. Dia tuh mending di rumah aja, jaga anak-anak. Nggak usah mimpi kerja lah." Kadita, yang sedang duduk dengan anggun di sofa, pura-pura menunjukkan sedikit empati. "Sudahlah, Bu. Nggak apa-apa Kartini mencoba. Tapi ya wajar saja, kalau tamatan SMA memang susah bersaing. Apalagi sekarang zaman modern, perusahaan itu cari yang berk
last updateLast Updated : 2025-01-11
Read more

Bab 26: Awal Baru Kartini

Hari itu Kartini sedang di kamar anak-anaknya, melipat pakaian sambil merenung tentang hidupnya yang telah berubah begitu drastis. Ponselnya yang diletakkan di atas kasur bergetar, ada panggilan masuk. "Halo, ini Kartini?" Suara wanita di ujung telepon terdengar profesional. "Iya, benar. Ada apa ya?" Kartini menjawab dengan hati berdebar. "Kami dari Hotel Fransco The Swiss. Selamat, Anda diterima untuk posisi yang Anda lamar. Besok silakan datang ke hotel untuk briefing dan menerima seragam kerja Anda." Kartini terpaku beberapa detik. "Saya diterima? Benarkah?" "Benar, Bu Kartini. Sampai jumpa besok, ya." Telepon terputus, tapi Kartini masih menggenggam ponsel erat sambil menatap langit-langit kamar. Sebuah senyum kecil mengembang di wajahnya. "Akhirnya..." gumamnya. --- Kartini pulang dari briefing dengan membawa tas berisi seragam kerja. Ia menatap seragam i
last updateLast Updated : 2025-01-11
Read more

Bab 27: Langkah Demi Langkah

Hari-hari Kartini di Hotel Fransco The Swiss berjalan penuh perjuangan. Setiap pagi, ia datang lebih awal dari karyawan lain, memastikan semua alat kebersihan sudah siap sebelum bekerja. Ia menganggap pekerjaannya sebagai terapi untuk melupakan luka di hatinya. Kartini membersihkan kamar dengan teliti, memastikan setiap sudut bersih tanpa cela. Seprai dirapikan hingga seperti baru, kaca kamar mandi berkilau tanpa noda. Tamunya pernah memuji, "Sepertinya kamar ini dibersihkan dengan cinta. Terima kasih." Kartini hanya tersenyum kecil mendengar itu, merasa pekerjaannya dihargai. --- Suatu hari, Siska, supervisor-nya, menghampirinya di pantry karyawan. "Kartini, bisa ke ruangan saya sebentar?" tanyanya. Kartini merasa sedikit gugup tapi tetap mengangguk. Di ruangannya, Siska memberikan senyum bangga. "Saya perhatikan, kerja kamu sangat rapi dan cepat. Beberapa tamu bahkan menyebutkan nama kam
last updateLast Updated : 2025-01-12
Read more

Bab 28: Langkah Besar di Depan Mata

Setelah hampir satu tahun bekerja keras tanpa henti, Kartini akhirnya mendapatkan penghargaan sebagai "Best Employee" di Hotel Fransco The Swiss. Momen itu menjadi titik balik dalam hidupnya. Hari penghargaan terasa istimewa, dengan banyak karyawan dan atasan memberikan tepuk tangan saat fotonya dipajang besar di lobi utama hotel. "Kartini, kamu memang layak mendapatkannya," ucap Siska sambil tersenyum bangga. "Kerja keras kamu nggak pernah sia-sia." "Terima kasih, Bu Siska. Saya nggak akan berhenti di sini," jawab Kartini dengan mata berkaca-kaca. --- Pengakuan Dari Semua Pihak Di pantry, beberapa karyawan lama mulai mengakui kegigihan Kartini. "Gila ya, dia benar-benar nggak ada capeknya. Kerja kayak mesin," bisik Lusi. Rina mengangguk. "Iya, aku tadinya pikir dia nggak bakal bertahan lama, tapi lihat sekarang. Dia malah jadi panut
last updateLast Updated : 2025-01-12
Read more

Bab 29: Pertemuan yang Tak Terduga

Setelah diberitahu untuk menuju ballroom, Kartini masih merasa tak yakin. Ia mengenakan seragam kerjanya yang sederhana dan rapi, merasa gugup sekaligus penasaran. Namun, semua keraguan itu berubah menjadi kejutan saat melihat Antonio berdiri di dekat Pak Hendro. "Antonio?" pikirnya dalam hati. Tapi ia segera mengatur ekspresi wajahnya, berpura-pura tidak mengenalnya. Pak Hendro langsung memanggil Kartini dengan bangga. "Kartini, sini sebentar," ucapnya sambil melambai. "Saya mau memperkenalkan salah satu bintang kami kepada rekan-rekan dari hotel lain." Kartini mendekat perlahan, mencoba menjaga sikapnya tetap tenang. "Nah, Antonio, ini Kartini. Karyawan terbaik kami tahun ini. Dia memiliki dedikasi dan kreativitas yang luar biasa. Dalam waktu singkat, dia berhasil membuktikan bahwa kerja keras dan ketulusan selalu berbuah manis," ujar Pak Hendro dengan penuh kebanggaan.
last updateLast Updated : 2025-01-12
Read more

Bab 30: Strategi di Balik Tawaran

Di lounge eksekutif Hotel Fransco The Swiss, suasana terasa mewah namun tetap santai. Antonio duduk berhadapan dengan Aditya, General Manager hotel tersebut. Penampilan Antonio yang karismatik dan percaya diri langsung menarik perhatian Aditya, meski ia mencoba menjaga sikap profesionalnya. “Pak Aditya, jujur saja, saya sangat terkesan dengan pencapaian Anda di hotel ini,” Antonio memulai dengan nada hangat namun tegas. “Saya banyak mendengar tentang bagaimana Anda membawa Fransco tetap stabil di tengah persaingan yang semakin sengit.” Aditya tersenyum kecil, mencoba merendah. “Ah, terima kasih, Pak Antonio. Tapi itu semua kerja keras tim, saya hanya memastikan semuanya berjalan lancar.” Antonio mengangguk pelan, menyandarkan tubuhnya ke kursi. “Tentu saja, saya setuju. Tapi keberhasilan tim itu selalu berakar dari seorang pemimpin yang tahu arah. Anda membuat semua ini terlihat mudah.”
last updateLast Updated : 2025-01-12
Read more
PREV
123456
...
10
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status