Home / Romansa / Mantanku Kembali / Chapter 21 - Chapter 30

All Chapters of Mantanku Kembali: Chapter 21 - Chapter 30

56 Chapters

21

POV Adrian Dokter melanjutkan, “Saya sarankan agar kalian berkonsultasi dengan ahli gizi untuk membantu merencanakan pola makan yang sehat dan seimbang ke depannya. Ini bisa membantu meningkatkan kesehatan dan kemungkinan kehamilan yang lebih baik di masa depan.” Livia mengangguk lagi, tetapi aku bisa melihat bahwa meskipun dia berusaha untuk menerima apa yang terjadi, hatinya masih hancur. Rasa bersalah dan kesedihan mencampur aduk dalam dirinya. Aku ingin dia tahu bahwa ini bukan salahnya, tetapi kata-kata itu tampak sulit untuk keluar dari mulutku. Setelah dokter selesai menjelaskan, dia memberikan waktu bagi kami untuk bertanya.  “Apakah ada yang ingin kalian tanyakan?” tanyanya, menatap kami dengan lembut. Livia terdiam sejenak, merenungkan semua yang baru saja dikatakan.  “Bagaimana jika kami ingin mencoba lagi di masa de
last updateLast Updated : 2025-01-30
Read more

22

POV Livia Baru saja aku pulang dari rumah sakit setelah aku keguguran ke rumah Adrian. Ibu mertuaku tiba-tiba masuk ke dalam kamar ku tanpa permisi.“Livia, kamu itu gimana sih jadi seorang wanita? Kok bisa kamu bisa sampai keguguran, hah? Kamu itu memang gak becus jadi perempuan ya?” Aku menghela napas tanpa menjawab.“Lagi pula aku sudah menginginkan agar kamu bisa melahirkan seorang anak di keluarga ini agar bisa menjadi penerus nantinya di keluarga ini. Eh, malah dengan santai kamu gugurkan.”Aku menghela napas panjang. “Aku minta maaf, Bu. Tapi aku benar-benar gak berniat untuk menggugurkan nya. Lagipula aku juga sayang sama anak di dalam kandungan ku.”Ibu mertuaku terlihat sinis. “Halah, bilang saja kamu kalau ingin menikah sama Adrian. Bisa saja itu bukan lah anak Adrian kan? Maka dari itu kamu sengaja gugurkan.”Aku sempat menatap wajah ibu mertua ku tapi aku kembali
last updateLast Updated : 2025-01-31
Read more

23

POV LIVIA Setelah menerima pesanan makanan itu aku hendak ke kamar. “Kak Livia!”Aku menoleh. Rupanya itu adalah Sekar, adik ipar ku. “Iya? Kamu mau makan dengan ku? Nih tadi aku beli ayam bakar dua kotak. Apakah kamu mau?” “Mau, Kak.” Aku pun mengajak adik ipar ku untuk makan bersama di meja makan. Ku lihat cukup lahan makan. “Oh, ya? Bukan kah kamu besok ke asrama?” Tanya ku. Aku baru ingat perkataan Adrian tadi.“Iya, Kak. Aku ingin di asrama saja. Di sana aku punya banyak teman untuk melakukan banyak hal. Aku bisa belajar bersama, bermain bersama sama teman-teman ku.”Sekar mengatakan kesenangan nya. Yah, mungkin itu benar. Di saat di rumah dia memang terlihat kesepian. Aku juga gak bisa berbuat banyak karena aku juga kerja. Bahkan sekarang pun aku juga gak bisa mengajak nya bersama karena kondisi ku belum benar-benar pulih.&ld
last updateLast Updated : 2025-02-01
Read more

24

POV LiviaSetelah kepergian Sekar, rumah kami terasa lebih sepi. Suasana yang biasanya ramai dengan tawa dan canda kini hanya menyisakan kenangan. Setiap sudut rumah membawa ingatan tentangnya—dari foto di dinding hingga mainan yang tertinggal di ruang tamu. Rindu itu menggerogoti hatiku, tetapi aku tahu aku harus bangkit. Aku tidak bisa terus terpuruk.  Seminggu setelah Sekar pergi, aku memutuskan untuk kembali bekerja. Aku merasa ini adalah langkah yang baik untuk mengalihkan pikiranku dari kesedihan yang menyesakkan. Meskipun awalnya berat, aku bertekad untuk melanjutkan hidup. Semua orang menyambutku dengan hangat, tetapi ada sesuatu yang berbeda dalam diri Adrian. Dia tampak lebih serius dari biasanya, dan senyumnya yang hangat seolah menghilang. Ketika aku masuk ke ruang kerjanya, dia hanya menatap layar komputernya, seolah tidak menyadari kehadiranku. “Selamat datang kembali, Livia,”
last updateLast Updated : 2025-02-02
Read more

25

POV Livia “Livia, aku… aku tidak ingin membuat situasi semakin buruk,” katanya akhirnya. Mendengar itu, hatiku terasa hancur. “Jadi, kau lebih memilih untuk diam daripada membelaku?” tanyaku, merasa kecewa. “Bukan begitu. Aku hanya ingin menjaga kedamaian di rumah,” jawabnya, tetapi aku bisa merasakan ketidakpastian dalam suaranya. Aku merasa semakin terisolasi. Ketika ibu mertuaku ngomong lagi, aku merasa seperti mendapatkan beban tambahan di pundakku.  “Kamu harus lebih memperhatikan penampilanmu, Livia. Adrian membutuhkan istri yang bisa menarik perhatiannya,” katanya, membuatku semakin merasa tertekan. Setiap kata yang keluar dari mulutnya seperti jarum yang menusuk hatiku.  “Saya berusaha, Bu. Saya ingin yang terbaik untuk Adrian,” jawabku, berusaha mempertahankan k
last updateLast Updated : 2025-02-03
Read more

26

POV Livia Setelah menuliskan surat itu, aku merobeknya menjadi beberapa bagian. Rasanya, kata-kata itu tidak cukup untuk menjelaskan semua rasa sakit yang aku rasakan. Aku pun merasa putus asa. Saat aku sedang merapikan rumah, terdengar suara ketukan di pintu. Ketika aku membuka pintu, aku terkejut melihat Adrian berdiri di depan. Wajahnya terlihat serius, dan aku bisa merasakan ada sesuatu yang berbeda. “Livia, kita perlu bicara,” katanya, suaranya tegas.  Aku mengangguk, meskipun jantungku berdegup kencang. Kami masuk ke ruang tamu, dan dia mengambil napas dalam-dalam sebelum mulai berbicara. “Aku sudah berbicara dengan Ibu,” katanya, matanya tidak bertemu dengan mataku.  “Dia… dia tidak menyadari betapa kerasnya kata-katanya. Aku bilang padanya bahwa kamu merasa tertekan dan tidak dihargai.” 
last updateLast Updated : 2025-02-04
Read more

27

POV Livia  “Aku juga mencintaimu, Livia. Aku tidak ingin kehilanganmu. Aku akan mencoba lebih keras untuk memahami apa yang kamu rasakan,” katanya, suaranya penuh tekad. Malam itu, ada harapan baru yang muncul. Meskipun jalan di depan masih kabur, aku merasa bahwa kami dapat berjuang bersama. Mungkin, dengan saling mendukung, kami bisa menciptakan ruang yang lebih aman untuk diri kami.  Namun, aku tahu bahwa itu bukanlah akhir dari perjalanan ini. Masih ada banyak hal yang perlu dibicarakan dan diselesaikan. Dengan langkah kecil, aku berharap kami bisa menemukan cara untuk membangun kembali apa yang sempat hancur, tanpa ada bayang-bayang yang menghalangi kebahagiaan kami. * Dua bulan telah berlalu sejak percakapan yang membuka hati itu, dan aku merasa kehidupan kami perlahan-lahan mulai membaik. Adrian berusaha lebih keras untuk mendukungku, dan aku berusaha memaham
last updateLast Updated : 2025-02-05
Read more

28

POV Adrian Setelah dua bulan menjalani kehidupan baru yang penuh harapan dan usaha, aku merasa semakin terjebak dalam permainan sandiwara yang tidak pernah aku inginkan. Di luar, aku berusaha menunjukkan bahwa semuanya baik-baik saja, bahwa hubungan kami semakin kuat. Namun, di dalam hatiku, ada sesuatu yang gelap dan penuh kemarahan yang terus menyala. Saat Livia tertidur di sampingku, aku terjaga. Cahaya bulan menerangi kamar, dan semua ingatan yang selama ini aku coba sembunyikan kembali menghantuiku. Aku teringat saat pertama kali bertemu Livia, saat ibuku mengatur semua ini, memaksa aku untuk menikahi wanita yang seharusnya menjadi istri idealku.  “Dia adalah pilihan terbaik untukmu,” kata ibuku saat itu, dengan nada yang seolah tak bisa dibantah. “Dia akan membuatmu terlihat baik di mata orang lain.” Aku merasa terjebak antara kewajiban dan keinginanku sendiri. Meng
last updateLast Updated : 2025-02-06
Read more

29

POV Adrian “Adrian, makanan ini pasti enak! Aku sangat menantikan untuk mencobanya!” serunya, tetapi suaranya terdengar jauh di telingaku. Aku merasa seperti menonton film dari luar, bukan sebagai bagian dari hidupku sendiri. Ketika makanan tiba, aku berusaha tersenyum dan ikut menikmati, tetapi setiap suapan terasa seperti menggerogoti hatiku. Aku ingin berteriak, ingin membebaskan diriku dari semua ini. Rasa sakit yang terpendam semakin dalam, dan aku mulai mempertanyakan apa yang sebenarnya aku inginkan. Di tengah kebisingan restoran, aku tiba-tiba merasa lelah. “Livia, maafkan aku. Aku butuh waktu sendiri,” kataku, berdiri dan berjalan keluar tanpa menunggu tanggapan. Di luar, udara malam terasa segar, tetapi hatiku penuh dengan kepedihan. Aku berjalan tanpa arah, menghirup udara malam yang dingin. Semua rasa sakit dan kemarahan yang selama ini aku pendam mulai meledak. Mengapa ak
last updateLast Updated : 2025-02-07
Read more

30

POV Adrian “Adrian, aku merasa hancur. Aku hanya ingin membuat semua orang bahagia, tetapi aku tidak tahu bagaimana caranya,” Livia berkata, suaranya penuh kesedihan. Aku merasakan rasa bersalah yang semakin menggerogoti diriku. “Livia, aku minta maaf. Aku tidak bermaksud untuk menyakiti perasaanmu. Aku hanya… aku hanya merasa bingung,” kataku, berusaha menjelaskan. Dia menggelengkan kepala. “Kau tidak menyakitiku. Ibu yang melakukannya. Aku merasa terjebak di antara keduanya,” katanya, mengusap air matanya. Hatiku hancur mendengarnya. Dalam pikiranku, aku mengingat semua kesalahan yang pernah aku buat, kesalahan yang mengubah segalanya. Saat aku melakukan sesuatu yang sangat bodoh, yang membuat Livia merasa tidak berharga. Saat itu, aku tidak berpikir tentang dampak dari tindakanku. Aku hanya memikirkan diriku sendiri. “Livia, ing
last updateLast Updated : 2025-02-08
Read more
PREV
123456
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status