Home / Romansa / Terjerat Obsesi CEO Arogan / Chapter 31 - Chapter 40

All Chapters of Terjerat Obsesi CEO Arogan: Chapter 31 - Chapter 40

78 Chapters

Ingin Memulai Perang Denganku?

“Aku hanya bertanya karena aku ingin tahu,” Elena akhirnya membuka suara, meski suaranya sedikit bergetar. “Bahkan kau saja selalu mendesakku agar bicara jujur.”Karl menyunggingkan senyum tipis, senyum yang membuat Elena tidak nyaman. “Begitu, ya?” ucapnya singkat, menutup dokumen kontrak di hadapannya dengan gerakan santai, tetapi penuh otoritas. Tatapannya kemudian mengunci pada Elena, membuat wanita itu merasa semakin terpojok.“Berhenti menyerah, Elena. Aku tidak akan membiarkanmu pergi begitu saja apalagi mengalah demi Gio,” katanya tegas, dengan nada yang tidak memberikan ruang untuk penolakan.Elena menggeleng pelan, mencoba menenangkan pikirannya yang berkecamuk. “Bukan itu yang ingin aku bahas, Karl. Aku tahu ambisimu, dan aku tahu kau akan menjadikanku tawananmu. Tapi, pertanyaanku—kenapa—““Karena aku tidak mau dijodohkan,” potong Karl dengan nada dingin namun mantap. “Aku merasa bahwa aku tidak bisa memilih pasangan sendiri, sampai harus dijodohkan segala. Dan Ericka buka
last updateLast Updated : 2025-01-21
Read more

Posisinya dengan Gio Sama saja

“Apa yang sedang kau lakukan, Elena?” Suara Karl memecah keheningan dapur apartemennya yang dipenuhi aroma rempah-rempah dan rasa nostalgia yang samar.Karl melangkah mendekat, tubuhnya yang tegap terlihat kontras dengan kelembutan tatapan Elena yang terhenti di atas wajan.Sudah tiga hari ini Elena berlindung di apartemen Karl, melarikan diri dari Gio, suaminya yang terperangkap dalam dilema absurd: menginginkan anak darinya, tetapi tetap memilih mempertahankan hubungan dengan Jesika.Luka itu masih terasa segar di hati Elena, namun ia menutupi pedihnya dengan aktivitas di dapur yang selalu menghadirkan ketenangan.“Aku membuat salah satu menu yang kau berikan padaku, Karl,” ujarnya lembut, mengaduk masakan dengan gerakan yang hampir seperti tarian. “Kata Vincent, kau menyukai menu ini.”Karl menaikkan satu alis, senyumnya samar, lalu melangkah lebih dekat. Matanya menyisir isi wajan yang mengepul, membawa aroma harum yang menggelitik indra penciumannya.“Sudah berapa menu yang diber
last updateLast Updated : 2025-01-21
Read more

Kau Mencintaiku?

“Kenapa kau beranggapan seperti itu? Hanya karena kita tinggal dalam satu atap yang sama?” tanya Karl, suaranya datar, namun tatapannya seperti bilah pedang yang perlahan menusuk ketenangan Elena.Wanita itu mengangguk pelan, seperti daun yang jatuh tertiup angin lemah. “Apa lagi kalau bukan karena itu? Bahkan selama dua hari aku di sini, yang kulakukan denganmu hanya bercinta, memuaskan hasrat—”“Kau tidak berhasrat saat melayaniku, hm?” potong Karl dengan suara rendahnya yang serupa gemuruh jauh di balik awan gelap.Elena menelan ludah dengan susah payah, kerongkongannya terasa sempit seperti diikat oleh perasaan bersalah dan rasa takut yang mengendap di dasar hatinya.Bohong jika dia tidak berhasrat. Setiap sentuhan Karl seperti bara yang menyala di tubuhnya, membakar logika yang terus-menerus mengingatkannya akan Gio.Namun pikirannya bercabang, penuh kecemasan yang melilitnya erat—bagaimana jika Gio tahu dia bersembunyi di apartemen Karl? Bagaimana jika pria itu membalasnya denga
last updateLast Updated : 2025-01-22
Read more

Akan Berubah Pikiran?

“Kau hanya menginginkanku tanpa adanya ikatan hubungan? Itu maksudmu, Karl?”Suara Elena terdengar rendah, nyaris seperti bisikan yang ditelan oleh jarak yang begitu dekat di antara mereka.Tangannya refleks menahan pergerakan Karl yang hendak mendaratkan ciuman di bibirnya. Namun, tindakan itu justru membuat wajah mereka semakin dekat, terlalu dekat. Tatapan mereka bertemu—dua pasang mata yang saling memanah, memuntahkan emosi yang sulit diuraikan.Hembusan napas mereka bercampur, hangat dan bergetar, menciptakan ketegangan yang nyaris tak tertahankan.Karl menyunggingkan senyuman miring, senyuman yang selalu tampak penuh makna dan mematikan.Dengan lembut namun penuh kendali, tangannya meraih tangan Elena, mengangkatnya perlahan hingga wanita itu terkesiap. Sentuhan itu, meskipun sederhana, terasa seperti arus listrik yang menjalar ke seluruh tubuhnya.“Jangan bicara tentang ikatan hubungan,” ujar Karl, suaranya dalam dan bergetar seperti bariton yang bergema di ruang sunyi, “jika h
last updateLast Updated : 2025-01-22
Read more

Mulut Kompor Jesika

“Jangan terburu-buru, Elena. Santai saja.”Suara Karl terdengar ringan, tetapi setiap katanya seperti duri halus yang menancap di benak Elena. Pria itu mengenakan sepatu hitam mengilapnya dengan gerakan yang penuh keanggunan, seolah dunia tunduk di bawah kakinya.Tatapannya tajam, tetapi bibirnya menyunggingkan senyum kecil yang memprovokasi. Ia tahu betul bagaimana membuat Elena merasa gusar.“Kau akan selalu membutuhkanku apa pun bentuknya. Kita lihat saja nanti. Aku pergi dulu,” ucap Karl santai, tetapi nada suaranya seperti ancaman yang terselubung.Ia melangkah mendekat, membungkuk sedikit, seolah hendak mencium bibir Elena. Namun, di detik terakhir, ia mengurungkan niatnya.Sebuah senyuman miring menghiasi wajahnya, dan matanya berkilat penuh kemenangan. Elena hanya bisa berdiri di sana, bibirnya terkatup rapat, sementara emosi yang berkecamuk di dadanya hampir tak tertahankan.Karl berbalik dan pergi, meninggalkan Elena yang mengepalkan tangannya erat. Napasnya memburu, berusah
last updateLast Updated : 2025-01-23
Read more

Mendatangani Karl dan Mengancamnya

Gio melangkahkan kakinya ke ruang kerja Karl, setiap jejaknya menciptakan dentuman halus yang terasa lebih nyaring di ruang yang mencekam itu.Dingin udara ruang kerja itu bersekutu dengan ketegangan yang menggantung, menyelubungi tubuh Gio seperti kabut yang menyesakkan.Tatapan angkuhnya mengunci pada wajah Karl, yang baru saja menutup laptopnya dengan gerakan ringan seolah tak ada badai yang tengah merayap masuk.“Selamat datang, Tuan Gio yang terhormat.” Suara Karl mengalir lembut, namun ada sesuatu yang tajam di balik nadanya.Senyumnya terukir di bibir, tetapi itu bukan senyum keramahan—lebih seperti belati yang disembunyikan di balik sarung beludru. “Tidak biasanya kau datang kemari tanpa diundang.”Gio berdiri tegak, bayangannya meluas di lantai seperti sosok yang siap menyerang. “Aku sudah tahu semuanya, Karl. Tidak usah berpura-pura ramah padaku,” katanya, suaranya serendah bisikan badai sebelum hujan menghantam bumi.Matanya yang kelam memantulkan sesuatu yang hampir menyer
last updateLast Updated : 2025-01-23
Read more

Sementara Menghilang Dulu

“Elena?”Suara Karl menggema di apartemennya yang lengang, menyelinap di antara dinding-dinding putih yang dingin.Ia memanggil nama itu sekali, dua kali, seperti doa yang memohon jawaban. Namun, hanya keheningan yang menyambutnya, keheningan yang terasa seperti ejekan pahit.“Elena? Apa kau sedang mandi?” panggilnya sekali lagi, kali ini dengan nada yang lebih keras, hampir menyerupai tuntutan.Namun, tak ada suara air yang mengalir, tak ada desah napas yang tertangkap telinga. Hanya keheningan yang menyelimuti, seolah apartemen itu menolak memberikan petunjuk.Karl berdiri terpaku di tengah ruang tamu, keningnya berkerut dalam-dalam. Matanya menatap ke sekeliling, mencari tanda-tanda keberadaan Elena, namun semuanya hanya menyisakan kehampaan.“Ke mana dia? Bukankah dia sudah tidak mau pulang ke rumah Gio lagi?” gumamnya dengan nada rendah, hampir seperti bicara kepada dirinya sendiri.Dengan gerakan yang tiba-tiba, Karl merogoh saku jasnya, mengeluarkan ponsel dan segera menghubung
last updateLast Updated : 2025-01-24
Read more

Hancurkan Karl Sebelum Bercerai dengan Elena

“Apa lagi yang dia inginkan? Kenapa harus mengacak-acak ruang kerjaku!” Suara Elena bergema dalam ruang mobil yang sunyi, nada frustasi meluap bersama hembusan napasnya yang berat.Ia baru saja mencicipi sedikit ketenangan, namun kini harus kembali ke kota itu—tempat segala luka dan kepedihan terus menghantuinya.Pegunungan yang menjulang di kejauhan kini perlahan tertelan oleh gedung-gedung kota yang semakin mendekat. Elena memandang jalan di depannya dengan tatapan kosong, sementara pikirannya penuh dengan bayangan Gio.“Seharusnya dia menikmati hidupnya dengan Jesika,” gumamnya, nada suaranya penuh getir. “Kenapa harus mencariku? Jika kau memang mencintaiku, kau tidak akan selingkuh dengan Jesika, Gio.”Tangannya naik mengusap kening yang berdenyut, mencoba menenangkan pikiran yang terasa penuh sesak. Mobil yang melaju seakan menjadi pelarian dari kekacauan yang Gio ciptakan.Namun, setiap kilometer yang ia tempuh membawa Elena semakin dekat pada kenyataan yang enggan ia hadapi.“B
last updateLast Updated : 2025-01-25
Read more

Puncak Amarah Karl

“Rekaman itu pasti ada di ponselmu, kan? Kemarikan ponselmu. Aku harus melihat semuanya dengan jelas!” Suara Gio memecah keheningan seperti pisau tajam yang menusuk kulit malam.Matanya menyala dengan intensitas yang nyaris menyerupai api yang tak terkendali, membakar apa saja yang menghalangi jalannya.Elena berdiri tegak, tubuhnya memancarkan keteguhan meski hatinya bergetar hebat. Ia menggelengkan kepala, sebuah perlawanan kecil namun penuh makna, cukup untuk memancing amarah suaminya yang sudah di ambang batas kewarasan.“Kau memang gila, Gio,” Elena akhirnya meledak, suaranya tinggi, bergetar oleh campuran kemarahan dan luka yang mendalam. “Kau yang selingkuh, tapi malah menyalahkan orang lain. Di mana hati nuranimu itu, huh?”Gio menggertakkan giginya, suara keras itu seperti gemuruh badai yang hendak melanda. “Kau tahu, Gio? Aku sudah mengantongi banyak bukti perselingkuhanmu dengan Jesika. Jika kau tidak ingin menceraikanku, maka biarkan aku saja yang menceraikanmu.”Elena ber
last updateLast Updated : 2025-01-25
Read more

Hanya Mimpi yang Tak Pernah Terwujud

“Aku membencimu!” pekik Elena. Suaranya pecah, seperti gelas kristal yang dilemparkan ke lantai marmer.Matanya memancarkan api kebencian, tetapi di balik nyalanya yang menyala-nyala, ada luka yang tersembunyi, perih dan berdenyut.Wajahnya yang lelah tampak seperti kanvas yang penuh dengan guratan rasa sakit dan pengkhianatan.Tangannya mengepal erat, gemetar menahan badai emosi yang tak lagi mampu ia bendung.“Aku membencimu, Karl, dan juga Gio! Kalian tidak ada bedanya! Kalian hanya tahu caranya menghancurkan hatiku!” Air matanya mengalir, bukan lagi sebagai tanda kelemahan, tetapi sebagai ungkapan kebencian yang sudah membusuk di relung jiwanya.Karl tetap diam. Wajahnya datar, namun ada sesuatu yang berubah di matanya—keraguan, kesedihan, atau mungkin keterkejutan.Ia hanya bisa memandang Elena, mendengarkan setiap kata yang menusuk jantungnya seperti belati yang digoreskan perlahan.“Kalian hanya menyakitiku,” lanjut Elena, suaranya serak, seperti seseorang yang telah kehilangan
last updateLast Updated : 2025-01-26
Read more
PREV
1234568
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status