Home / Romansa / Terjebak Bersama Dua Mantan / Chapter 21 - Chapter 30

All Chapters of Terjebak Bersama Dua Mantan: Chapter 21 - Chapter 30

84 Chapters

21. Honey

Revita mengunyah potongan martabak dalam diam. Tatapnya lurus menatap televisi layar datar yang sedang menyiarkan acara talk show malam. Dia pura-pura fokus menonton meskipun acaranya sama sekali tidak menarik. "Mau lagi?" tanya Gavin, melihat potongan martabak di tangan Revita tinggal separuh. "Udah kenyang." Gavin meraih tisu dan mengelap tangannya yang berminyak. Lantas menusuk sedotan ke minuman yang dia beli. "Apa kamu belum diizinkan pulang dokter?" Di sini Gavin berusaha terus membangun percakapan. Berusaha meruntuhkan jarak yang sedang Revita pasang. "Kalau tidak besok, mungkin lusa," sahut Revita singkat. Matanya melirik jam dinding. Pukul setengah sepuluh, tapi tidak ada tanda-tanda Gavin pamit atau beranjak. Dia mulai gusar. Meskipun sudah delapan tahun lamanya, perasaan yang dipaksa hilang itu bisa muncul lagi. Revita takut. Dia tidak yakin dengan hatinya sendiri bahwa tidak ada rongga kosong yang diselipi pria itu. "Revita ...." Kembali Gavin memanggil. Dan berulang
last updateLast Updated : 2025-01-01
Read more

22. Tidak Ada Hubungan Apa-apa

Bukan bunga mawar seperti yang biasa dia kirim. Namun, kali ini Gavin membawa satu buket bunga mawar asli yang dia beli dari toko bunga. Satu hal lagi, dia tidak memberikannya secara diam-diam. Dia berniat akan memberikannya langsung kepada Revita. Ini hari pertama wanita itu masuk kantor lagi. Sejak obrolannya dengan Revita malam itu, dia berniat mengejar kembali cinta Revita secara terang-terangan. Kantor departemen pengembangan masih sangat sepi. Hanya ada beberapa karyawan di ruangan lain yang tampak sedang ngopi atau sarapan. Gavin mengayunkan kaki di lantai koridor yang sedang dibersihkan OB. Dia membalas sapaan dari OB tersebut sebelum berbelok ke kantor pengembangan. Langkah kakinya yang tadi dia buat mantap, tiba-tiba berjalan pelan ketika pintu workstation Revita sudah nampak. Dia terlalu pagi sepertinya lantaran tidak ada siapa pun di sini. Namun, ketika dia berhasil memasuki wilayah orang-orang pengembangan, dia melihat seorang wanita yang tengah membereskan pernak-per
last updateLast Updated : 2025-01-01
Read more

23. prospek

Arum menggeser cepat kursinya ke dekat meja Revita ketika matanya melihat kedatangan Gavin dari kejauhan. Sampai-sampai Revita yang tengah sibuk mengetik terkaget-kaget. "Lo yakin nggak ada hubungan apa-apa sama Pak Gavin?" Revita yang masih menyentuh dadanya menoleh. "Ya Allah, Mbak. Kamu bikin gue kaget tau nggak."Tanpa rasa bersalah, Arum malah terkikik. "Sori, Rev. Habisnya ... Liat tuh di sana." Wanita beranak satu itu menunjuk sesuatu dengan dagunya. Revita mengikuti pandangan Arum dan dia langsung bisa menemukan Gavin yang sekarang tengah mengobrol dengan Pak Jamet dari tim peneliti. Perasaannya mendadak tak enak. "Dia ke sini pasti mau nyamperin lo," ujar Arum dengan tatap curiga. "Ya nggak mungkinlah, Mbak," bantah Revita cepat. Dia tidak ingin ada kesalahpahaman lagi. "Kata Mbak Ayu orang HRD bukannya Pak Gavin memang sering datang ke departemen penelitian dan pengembangan?" Dia masih ingat bagaimana Ayu memberitahu tentang betapa beruntungnya Revita masuk departemen i
last updateLast Updated : 2025-01-02
Read more

24. Bekal

Bagi Revita duduk berhadapan lagi dengan Gavin itu suatu kemustahilan. Ketika ibunya mengajaknya pergi dari rumah keluarga Adhiyaksa, dia berusaha mati-matian menahan rindu kepada pria itu. Cintanya masih sangat besar pada saat itu, namun keadaan seolah merenggut paksa. Keadaan membuatnya terpaksa harus melupakan ayah dari bayi yang dia kandung. Bisa dibayangkan bagaimana stresnya dia menjalani kehamilan tanpa seorang suami? Nyaris tiap hari dia menangis. Apalagi ketika rindu itu datang. Sekarang, dia kembali berhadapan dengan pria itu. Pria yang pernah menawarkan segalanya, pria yang pernah memberinya cinta begitu besar hingga dia lupa berpijak ke bumi, pria yang rela membuatnya menyerahkan hal paling berharga yang dia miliki, pria yang terpaksa harus dia tinggal pergi demi harga diri. Gavin Adhiyaksa masih memiliki senyum manis seperti dulu. Senyum yang sanggup membuat dada Revita berdebar. Saat ini sosok itu benar-benar ada di hadapannya lagi, memandang dirinya dengan tatap yang
last updateLast Updated : 2025-01-02
Read more

25. Menunggu Pulang

Gavin mendebas. Napasnya berembus keras. Poninya yang menjuntai dia tiup-tiup ke atas. Netra cokelatnya mengawasi layar ponsel yang terus menyala. Nama ibunya terus berkedip di sana. Sudah beberapa hari ini dia melarikan diri dari sang mama. Bosan mendengar wanita yang sudah melahirkannya itu terus mendesak perkara kencan bersama Talia. "Pak, itu ponselnya geter terus loh. Nggak mau diangkat aja?" tanya Vania yang kebetulan masuk membawa setumpuk berkas. "Biarin aja lah, Van. Saya tahu apa yang akan mama katakan." Vania meringis sambil menaruh tumpukan berkas ke atas meja Gavin. "Ya udah kalau gitu Pak Gavin tanda tangan ini dulu aja. Sudah ditunggu sama orang HRD." Dengan malas, Gavin menarik berkas itu. Dia menarik pena dan mulai membuka lembar pertama. "By the way, Mbak Talia itu cantik loh, Pak," ujar Vania tiba-tiba, tapi langsung merapatkan mulut ketika mata Gavin melirik tajam. Dia meringis dan bergerak mundur. "Habis ini nggak ada kerjaan urgent kan?" tanya lelaki itu sa
last updateLast Updated : 2025-01-02
Read more

26. De Javu

Selama perjalanan menuju restoran, Revita tidak banyak bicara. Satu mobil bersama Gavin lagi setelah sekian lama membuatnya terlempar di jaman ketika keduanya masih memiliki hubungan spesial. Biasanya Revita akan menunggu lelaki itu di gerbang depan perumahan agak jauh dari rumah besar keluarga Adhiyaksa. Karena kalau ketahuan ibu dia berangkat bersama anak majikan, bisa-bisa kena omel tiga hari tiga malam. "Nanti pulang jam berapa?" tanya Gavin saat itu setelah Revita menaiki kursi di sebelah kemudi. "Kayaknya bakal sampe sore," sahut Revita sembari memikirkan jadwal kuliahnya hari itu. "Aku jemput ya. Kita nonton, bentar lagi kan kamu semesteran. Jadi harus refresh otak dulu." Ingin rasanya mengiyakan ajakan itu. Namun, kalau sampai pulang terlambat Revita yakin ibunya akan menceramahinya habis-habisan. "Nggak deh. Aku langsung pulang aja, Mas. Aku harus bantuin ibu." "Sesekali, Re. Memang kamu nggak mau kencan sama aku?" Gavin masih terus membujuk. Usahanya tidak pernah gagal
last updateLast Updated : 2025-01-03
Read more

27. Teman kok Ciuman

Revita pikir, Gavin akan segera pulang setelah mengantar pulang. Namun, lelaki itu malah mencegah Revita turun. Keduanya berdiam di mobil untuk beberapa lama. Lampu di dalam rumah masih menyala. Dari luar Revita bisa melihat. Sebenarnya dia sedikit cemas kalau-kalau dari rumah muncul sosok ibunya."Jadi, kamu tinggal di rumah ini?" tanya Gavin memperhatikan rumah yang memiliki halaman luas tidak jauh dari tempatnya sekarang. Rumah dengan dinding berwarna putih itu sejenis rumah tua berarsitektur Belanda. Memiliki atap berbentuk limas dengan pintu kayu berwarna kuning gading. Jendela rumahnya juga sangat klasik. Bagian atas jendela berbuku-buku dan bagian bawahnya papan kayu biasa. Memiliki teras yang mengelilingi rumah dengan dua tiang besi penyangga. Di tengah teras tersebut terdapat jalan yang lurus ke arah pintu. "Iya. Bukan rumah kami. Kami hanya menyewa saja," sahut Revita, menunduk. Dua tangannya memeluk tas dan bungkusan martabak pesanan putrinya. "Mas, aku harus masuk. Kamu
last updateLast Updated : 2025-01-03
Read more

28. Om Itu Belum Punya Pacar

Gavin menemukan Reina. Anak tujuh tahun itu sedang mengenakan kaus kaki saat mobilnya berhasil terparkir dengan apik di pelataran rest area SPBU. Pria itu keluar dari mobil setelah sebelumnya mengambil sebuah paper bag di kursi belakang. Dengan senyum yang mengembang pria bermata cokelat itu berjalan menghampiri Reina yang sepertinya belum sadar akan kedatangannya. "Halo, Nana," sapa Gavin, langsung duduk di sebelah anak itu. Anak perempuan berkucir kuda itu menoleh. "Oh, Om Ganteng," gumamnya lantas kembali ke aktivitasnya mengenakan sepatu. "Om punya sesuatu buat kamu." Senyum Gavin sumringah ketika memindahkan paper bag ke sisi anak itu. Lagi-lagi bocah yang memiliki iris mata serupa dirinya menoleh. Bola matanya turun melirik paper bag itu. Dia bisa melihat ada sebuah boneka kucing dengan bulu yang tampak lembut. Gavin mendapat informasi dari Revita kalau anak itu menyukai kucing. Jadi, dia berpikir untuk membelikan boneka yang serupa kucing asli. "Kenapa Om kasih ini ke aku
last updateLast Updated : 2025-01-04
Read more

29. Jalan Bareng

Sedikit pun tidak pernah terlintas dalam benak Revita bahwa dirinya dan Reina akan berdiri di sini. Di sebuah lobi salah satu mall ibukota untuk memenuhi janji jalan bersama Gavin. Rasanya aneh dan cukup membuatnya berdebar. Harusnya memang dia tidak perlu ikut. Bukankah yang lelaki itu butuhkan cuma Reina? Lalu kenapa sekarang dirinya ikut latah ada di salah satu mall terbesar ini? Jika bukan karena rengekan Reina yang terus memintanya turut serta, menikmati Minggu dengan secangkir kopi adalah pilihan terbaik. Gavin belum datang. Sepertinya masih ada kesempatan untuk kabur dari pertemuan ini. Dia melirik Reina yang hari ini tampil cantik dengan setelan celana panjang dan kaus bergambar Spongebob Squarepants berukuran besar. Revita memikirkan alasan yang tepat untuk berpamitan agar anak itu setuju. Reina tipe anak kritis yang tidak mudah dikibuli. Di sini Revita harus benar-benar memberi alasan yang masuk akal. Sedetik, dua detik dia belum bisa menemukan ide apa pun. Hingga detik ke
last updateLast Updated : 2025-01-04
Read more

30. Mahesa

"Aku mau semuanya sampai di sini aja, Mas." Revita mengatakan itu seraya meletakkan kunci rumah dan kunci kendaraan yang biasa dia bawa. Dua benda penting itu adalah pemberian Mahesa, lelaki yang sudah satu tahun ini dekat dengannya. Wajah tampan di hadapannya cukup terkejut. Mungkin pria itu tidak menyangka kalau wanita itu bisa mengembalikan semua itu dengan raut tenang. Mahesa menyaksikan Revita membuka dompet. Dari benda persegi itu, wanita itu mengambil dua buah kartu berwarna hitam dan gold. Spontan Mahesa menghela napas panjang. "Aku juga mau balikin ini. Isi di dalamnya masih utuh. Kamu bisa pastikan itu." "Kenapa harus sampai gini sih, Re?" Pria berkumis tipis itu menatap Revita putus asa. Entah sudah berapa kali dia memohon agar wanita itu tetap tinggal. "Memang harus gini kan, Mas? Aku nggak bisa lanjutin semua. Bakal banyak yang tersakiti.""Tersakiti apa sih, Re?" Mahesa mengacak rambut frustrasi. "Aku udah bilang kan kalau aku sedang menjalani proses cerai?" Wajah
last updateLast Updated : 2025-01-05
Read more
PREV
123456
...
9
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status