Semua Bab Pernikahan Bayaran : Bab 11 - Bab 20

62 Bab

📌 11 : Vina Kembali

Abian tak berhenti berjalan mondar-mandir di ruang tunggu operasi ditemani Natasya dan papa. Ia terus melihat jam tangan, memperkirakan kapan operasi akan selesai. “Dok, duduk aja. Operasinya baru jalan dua jam.” Papa melirik Natasya, “Sya, kok panggil Abian dokter?” Natasya dan Abian saling lirik. “Hehehe, aku—kebiasaan manggil dia dokter, pa. Maksud aku—mas Abian.” Abian duduk disamping Natasya. Wajahnya sedikit pucat. Natasya yang baru kecolongan dari papa barusan, berusaha memberikan perhatian seorang istri pada suaminya. “Mas, minum dulu.” Natasya memberikan botol tumblernya pada Abian. Abian menerima botol itu dan meneguk air cukup banyak. “Mas, tenang, ya, yang operasi mama adalah teman sejawat kamu. Dokter Farhan pasti sehabat kamu, yang tahu banyak hal, yang sudah berpengalaman. Kita bantu doa disini.” Abian melirik istrinya. Jujur, mendengar ucapannya membuatnya jauh lebih tenang. Ia menggenggam tangan Natasya erat, “Makasih ya, sayang.” Natasya menganggu
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-06
Baca selengkapnya

📌 12 : Praduga Vina

“Mas, tunggu.” Abian tak mengindahkan panggilan Natasya. Ia sudah memakai masker dan baju khusus untuk bertemu mama di ICU, “Ma?” “Bi, Natasya mana?” Natasya tertawa diluar ICU. Ia bersiap memakai masker lalu masuk, “Ma?” “Sini, sayang.” Natasya menggenggam tangan mama erat, “Mama udah gak akan sakit lagi sekarang. Aku seneng mama akan sehat dan terus nemenin mas Abian.” Mama tersenyum, “Nemenin kamu juga, nemenin cucu-cucu mama nanti dari kalian.” Natasya dan Abian saling beradu pandang. “Mama bersyukur sekali operasinya lancar. Mama gak merasakan takut sama sekali ketika mengingat janji kamu tadi.” Abian mengernyit, “Janji apa?” Mama menatap Abian, “Natasya janji sama mama, kalo hari ini mama mau operasi, kalian akan memenuhi apapun mau mama.” “Memang mama mau apa? Liburan ke luar negeri? Atau beli mobil baru?” tebak Abian. “Mama mau sesuatu yang gak bisa dibeli pakai uang, yaitu cucu.” Abian menahan marah selama dihadapan mama. Setelah yakin mama baik-ba
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-07
Baca selengkapnya

📌 13 : Bertemu Aca

Natasya tak banyak bicara setelah Vina menyampaikan praduganya. Ia juga kembali fokus dengan kegiatannya.Pintu ruang piket terbuka. Irvan yang masuk. Ia yang tak menduga ada Natasya disini, langsung merapikan penampilannya.Vina melirik Irvan sekilas, “Gak usah rapi-rapi amat, Natasya udah jadi istri orang.”Irvan dan Natasya saling lirik.“Apaan sih.” Irvan salah tingkah karena ketahuan.“Saya tahu dokter Irvan suka sama Natasya.” cuap Vina sambil menggerakkan kedua alisnya.“Vin, lo ngomong apa sih?” sikut Natasya.Irvan duduk dihadapan Natasya, “Kok kamu ada disini, Sya? Eh—maksudnya dokter Nat—”“Gak papa, dok, panggil Sya aja.”Irvan manggut-manggut, “Abian—mana?”“Lagi nyiapin senjata.” sahut Vina. “Senjata? Emang ada perang apa?”Vina tertawa, “Mau bikin dede lah, dok. Mamanya dokter Abian ‘kan udah nagih cucu. Jadi mereka harus rajin bikinnya.”Wajah Irvan seketika pucat.“Kaki Natasya sampe biru-biru karena mereka—mainnya sangat bergairah.” Vina yang ekspresif
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-08
Baca selengkapnya

📌 14 : Tawaran Baru

Natasya sudah menyiapkan diri untuk mendapatkan amukan suaminya. Tentu ia sudah terbiasa selama dua tahun ini, menyiapkan jantungnya untuk menerima bentakan yang keluar hampir setiap hari. Abian hanya tidak membentaknya saat ia libur. Terbayang ‘kan bagaimana Natasya tahu betul karakter suaminya? “Kamu—pinter juga.” Natasya tak percaya dengan apa yang ia dengar, “Hah?” “Saya udah kirim foto-foto pemotretan kita sama Aca. Dia gak bales sama sekali. Mungkin dia marah banget. Dia pasti tambah marah setelah tahu kalo—kita main gila sebelum nikah.” Natasya mendelik, “Gak gratis ya itu, dok. Aku udah pasang muka beton waktu bilang itu. Malu tauk merendahkan diri jadi residen yang merangkap ani-ani.” “Gampang. Saya bayar double, karena—kamu pinter.” Natasya tersenyum sumringah, “Serius, dok? Ahhh, makasih banyak ya, dok.” “Kita temuin mama. Katanya mama maksa pengen ketemu kamu.” Natasya memberikan tanda hormat, “Siap, yang ini gak perlu di bayar.” “Geer. Emang kamu pikir
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-09
Baca selengkapnya

📌 15 : Pergi Tanpa Pamit

Semalaman Natasya tidur di ruang bangsal VIP dimana nanti mama akan dibawa kesini jika kondisinya sudah stabil. Abian menemaninya, tapi entah ia tiba-tiba menghilang saat Natasya bangun pagi buta. “Dia ke ICU kali.” Natasya meraba nakas mencari ponselnya, “Gue masih cuti hari ini. Apa—gue jenguk Alan aja sebentar? Udah dua minggu gue gak liat kondisinya.” Natasya enggan beranjak dari ranjang. Ia baru kali ini merasakan pagi damai tanpa drama heboh dikejar laporan rekam medis anak ko-as yang masih berantakkan, drama dikejar jadwal konsultasi rawat jalan, visit dan operasi juga. “Kalo bisa gue berhenti jadi dokter. Tapi Alan pengen banget gue bisa ngejar mimpi gue. Mimpi gue sederhana kok. Gue cuma mau jadi istri Alan dan punya dua anak lucu dan pinter. Gue anterin mereka ke sekolah, habis itu gue masak dan berduaan sama Alan. Tapi—keadaan Alan yang sakit bikin gue harus kerja sendirian.” Natasya menangis, “Ini semua gara-gara gue. Kalo waktu itu gue gak maksa kita pulang naek mot
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-09
Baca selengkapnya

📌 16 : Bukan Mencintai

“A-ku... aku ke rumah sakit sekarang. Aku tutup ya, dok.” Pikiran Natasya bercabang ketika motor melaju pelan karena jalanan macet. Ia mendengar nafas Abian seperti menahan diri. Apakah terjadi sesuatu pada mama? Macet tambah parah ketika dekat dengan gedung rumah sakit. Ada banyak ambulance yang keluar masuk. “Bang, saya turun disini aja.” Natasya membuka helmet, “Makasih ya.” Natasya berlari memasuki lobi. Lift yang tak kunjung terbuka membuatnya terpaksa harus menaiki tangga evakuasi. Ia yang tak tahu apakah mama masih di ruang ICU atau sudah pindah ke bangsal, harus berlari ke lantai empat menuju ICU. Nafas Natasya tak beraturan. Ia jongkok ketika sampai lantai empat. Saat itu Abian yang sedang bicara dengan Irvan dan Vina menghampirinya. “Kamu tuh bisa gak sih gak hilang begini tanpa kabar!” Natasya berdiri, “Maaf—mas, aku—” Abian membantu istrinya berdiri. Ia juga memegangi kedua bahunya, “Kamu gak papa ‘kan?” Natasya mengangguk. Abian langsung memeluknya, “Syukurlah k
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-10
Baca selengkapnya

📌 17 : Melindungi Abian

“Eum... saya kurang tahu, bu. Saya bisa rekomendasikan dokter bedah kardiotoraks yang lain pada ibu.” Ibu pasien itu menggeleng, “Saya hanya mau dokter Abian yang jadi dokter utamanya.” Natasya bingung harus menjelaskan bagaimana. Abian tidak mungkin tiba-tiba berubah pikiran lagi seperti kejadian malam itu. Abian datang. Ia menghampiri Natasya yang masih diam memikirkan jawaban terbaik untuk merayu wali pasien. “Dokter Natasya, segera tunggu di bangsal. Kita akan visit sebentar sebelum praktik. Saya akan melihat pasien kecelakaan sebentar.” “Dokter Abian?” Abian menoleh. Ia menatap wali pasien datar, “Ada yang bisa dibantu, bu?” “Dokter mungkin lupa pada saya. Dulu, lima tahun lalu, suami saya dokter yang operasi dengan kasus Kardiomiopati. Hari ini, anak saya juga mengalami hal yang sama. Dan dokter ini mengatakan harus segera diambil tindakan operasi.” “Lalu?” “Saya mau dokter Abian yang mengoperasi anak saya.” Abian melirik Natasya. “Saya sudah jelaskan dok,
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-11
Baca selengkapnya

📌 18 : Kamar Pengantin

Mama sudah diperbolehkan pulang setelah dirawat di bangsal perawatan selama empat hari. Begitu tiba di rumah, Abian meminta perawat yang ia minta khusus untuk menemani mama selama ia di rumah sakit, untuk memperlakukan mama dengan baik. Kalau tidak ia akan memarahinya. Ia juga meminta sang mama untuk tidak bandel dan nurut apa kata perawat. “Ya ampun, mas, suster pasti rawat mama dengan baik kok. Mama juga pasti nurut. Kamu sampe ngomong begitu.” Natasya kesal karena Abian sudah memperingatkan perawat beberapa kali. Mama tertawa, “Begitulah kalau sudah mode dokter, Nat. Dari dulu mama udah biasa di marahin terus.” “Harusnya mas jangan begitu. Kenapa sih marah-marah terus? Gak mungkin karena kekurangan kasih sayang mama ‘kan?” Abian mendecek, “Ini lagi, baru jadi istri saya satu minggu, kerjanya ngomel terus.” Perawat menahan tawa, “Mungkin balas dendam sama dokter Abian selama di rumah sakit.” Abian membuang nafas kesal, “Ma, aku tinggal ke kamar dulu, ya.” Abian beranj
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-12
Baca selengkapnya

📌 19 : Mengadu pada Mama

Abian berdiri, “Siapa yang minta kamu kesini? Saya reservasi meja kamu diluar.” “Mas, kita—” Aca berdiri, “Natasya, cinta yang sudah ada selama tiga tahun, kamu pikir akan kalah dengan cinta paksaan dengan dalih restu?” Natasya tak langsung menjawab. Ia mencerna kejadian yang tengah dihadapainya. Abian marah padanya ketika ia menghampirinya kesini. Katakanlah mereka ketahuan. Tapi sikap Aca membuatnya meyakini sesuatu. Kalau pertemuan mereka bukan tidak sengaja. “Aku pulang.” Natasya melewati meja mereka. “Nat—” Abian menahan lengan Natasya. “Apa? Jadi yang mau berduaan malam ini kalian?” Aca tertawa, “Lo berharap Abi bener-bener menikahi lo karena mau nurut sama mamanya gitu? Nat, serius lo sepolos ini?” Natasya tersenyum. Ia jelas tahu Abian menikahinya hanya untuk membuat mama mau melakukan operasi. Tidak ada cinta diantara mereka. Tapi kalau Abian mau tetap berhubungan dengan Aca dibelakang mama, seharusnya suami bayarannya itu bicara padanya, tidak perlu diam-diam
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-13
Baca selengkapnya

📌 20 : Balasan untuk Aca

Pagi saat hendak berangkat ke rumah sakit diantar supir keluarga, karena Abian tak terlihat batang hidungnya sama sekali sedari malam, Natasya melihat seseorang tengah tertawa dengan mama di teras rumah. “Ma, aku berangkat ke rumah sakit sekarang, ya?” Mama dan lelaki yang ternyata adalah Irvan membalikkan badannya. “Oh ya udah, kamu hati-hati.” “Van? Kamu ngapain disini? Kamu cari mas Abian, ya? Dia—” “Abian ke rumah sakit jam dua pagi, Nat. Katanya ada pasien yang kritis.” terang mama. “Oh, dia—pulang, ma?” “Iya, Abian pulang jam sepuluh. Kamu mungkin udah tidur nyenyak jadinya gak tahu.” “Hm iya, ma.” Natasya salim dan mencium sebelah pipi mama, “Pergi dulu ya, ma, jangan lupa obatnya di minum.” “Pasti.” “Sya, bareng aja, yuk.” ajak Irvan. Natasya masih ingat pesan mama semalam. Ia melirik mama lalu tersenyum, “Aku sama supir aja. Pak Ujang udah nunggu di depan. Kalo kamu masih mau disini nemenin mama, gak papa, Van.” “Iya, kamu disini dulu aja lah, tante ga
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-13
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234567
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status