Semua Bab KETIKA ISTRIKU BERHENTI MENGELUH : Bab 61 - Bab 70

156 Bab

Bab 61

"Mami?" Mas El menatap ibunya dengan tatapan tak percaya."Kenapa? Hayuk, ajak calon istri kamu makan. Mami tadi masak ikan pindang kesukaan kamu. Biar calon istri kamu tahu gimana rasanya. Nanti tinggal mami kasih resep supaya bisa masak sendiri."Mata Mas El berbinar, nyaris berkaca-kaca. Sementara aku serasa melayang. Badan tak ada tenaga. Kenapa jadi begini? Sama sekali tak sesuai dengan ekspektasiku. Padahal, aku berharap cuma lima menit disini lalu pulang."Ayo, Ri. Kita makan." Suara Mas El bergetar. Pasti dia terharu. Beda denganku yang syok parah. "Maaf sebelumnya, Tante.""Lho, kok Tante. Panggil mami dong. Sebentar lagi kan kamu akan menjadi anak mami." Aku meringis. Apa iya kejadiannya akan seperti itu."Eh iya, Mami." Aku gugup. "Apa, Sayang? Kamu mau nanya apa, Cantik?"Mas El menatapku dengan senyuman yang tak pernah pupus dari bibirnya. Aku tertunduk. "Hmm ... Mi, maaf kalau Mami tak berkenan dengan pertanyaan Tari nanti. Hmm ... Bukankah Mami sudah punya calon unt
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-27
Baca selengkapnya

Bab 62

Mas Fatan ternyata juga memperhatikan tiga anak yang sedang berlarian di putihnya pantai sore ini. "Iya, Mas. Aku juga tiba-tiba sayang sama Wildan. Walau penasaran kemana ibunya. Tapi, itu tak penting kan?"Mas Fatan tertawa lebar."Kamu takut bapaknya duda, ya?"Aku menepuk lengan Mas Fatan kencang."Terus? Maksudnya?" Dia malah makin terkekeh."Tari, makan dulu, yuk. Ajak anak-anak." Mbak Rahma yang sedari tadi menyiapkan makanan bersama ibu menghampiri."Hayuk, kita makan dulu."Anak-anak berlarian begitu girang. Aku memvideokan lalu mengirimkan pada Pak Nadhif sebagai bukti bahwa anaknya bahagia jalan sama kami.[Terimakasih, Bu Tari. Sudah lama Wildan tak tertawa selepas itu.][Sama-sama, Pak.]Tak terasa malam mulai naik. Sekitar jam sebelas malam kami baru sampai dirumah."Bunda, Wildan nginap di rumah kita aja, Ya."Aku menoleh ke arah Wildan yang terlihat menunduk dalam."Bunda minta ijin ke ayahnya dulu, ya.""Horeee ... Wil, kita main lagi, yuk." Mereka serentak berteriak
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-27
Baca selengkapnya

Bab 63

"Berantem lagi, Nduk?"Ibu yang sedang duduk di sofa menatapku yang datang dengan wajah kusut. Ibu memang tidak ikut jalan jalan. Entah kenapa. Aku menjatuhkan bobot tubuh disamping Ibu."Semakin Tari rajin istikharah, semakin sering perdebatan terjadi diantara kami.""Tidak apa, jangan berhenti. Bukan sholatnya yang membuat hubungan kalian terlihat berantakan. Tapi, memang cara Allah menunjukkan langkah mana yang akan ditempuh."Ibu meraih tanganku. "Nduk, tadi Ayahnya Wildan kesini. Dia nitip salam. Sekaligus minta maaf karena sudah ngerepotin kamu.""Duh? Iya kah Bu? Tari benar-benar tak enak, Wildan tadi tak diajak gara gara Mas Elzio ga berkenan.""Udah gapapa. Elzio mungkin ingin lebih dekat dengan kamu dan anak-anak."***"Saya mau ketemu anak anak saya! Saya papanya!"Suara ribut-ribut dari luar membuatku bergegas keluar. "Maaf, Bu. Orangnya ini ngotot minta masuk ke dalam." Pak Rudi terlihat kewalahan memegang mas Arsen yang berontak dan berteriak-teriak seperti orang ga w
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-27
Baca selengkapnya

Bab 64

"Terimakasih, Pak Nadhif. Kalau tidak ada bapak, saya tak tahu apa yang akan dia lakukan pada saya.""Bunda ..."Alir berlari dari dalam sambil menangis. "Tak apa Sayang."Aku mengusap kepala Alif yang masih terisak dalam pelukan"Tadi, Alif menelpon saya, Bu. Jadi, saya buru buru kesini.""Oh, jadi Alif juga menolong bunda?" Aku meraup wajah Alif yang masih basah karena air mata. Anak sulungku itu menganggukkan kepala."Makasih, Sayang." Berkali kali aku mencium pipi Alif. Bukannya risih, Alif malah makin mengencangkan tangis."Bunda, kalau bunda mau menikah lagi. Alif setuju, Bunda. Jangan sampai bunda disakiti papa lagi."Aku meringis. Pak Nadhif hanya tersenyum lalu menunduk.Tak lama Ibu dan Bik Inah pulang dari pasar. Pantas saja, saat Mas Arsen menyerangku, tak ada yang keluar membantu. Dan sepertinya laki-laki itu memata-matai rumahku. Sehingga tau aku hanya sama anak-anak saja dirumah. Sungguh nekat. Padahal, ada Pak Rudi di depan.***Setelah kejadian itu, aku makin khawati
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-27
Baca selengkapnya

Bab 65

"Kamu ....?"Mami Karla menunjuk nunjukku dengan raut tak percaya. Tanganku terangkat begitu saja. Emosi menguasai diri. Ternyata, dia lah yang menerorku, melontarkan kata kata yang selalu merendahkan."Anda tidak punya hak untuk menghina saya. Jika anda tidak mau anak anda menikah dengan saya, tunjukkan power anda sebagai seorang ibu yang berkuasa atas anaknya. Jangan seperti anak kecil, main teror dan pakai drama murahan!"Mata mami Karla melotot lotot menahan amarah. Aku membalas tatapan itu, kemudian berlalu meninggalkan tempat yang sedari awal sudah memberikan kesan tak mengenakkan.Abrar mulai risih dalam gendongan. Aku segera memasukkan ke mobil dan menaruhnya di baby car seat. Dengan cepat aku pun pergi, melajukan mobil tanpa menengok lagi. Sudahlah, aku tak akan pernah menginjakkan kaki lagi di rumah itu. Dan tak akan tergoda bujuk rayu, iming iming pernikahan yang indah. Tak akan. Harapan itu tak akan tercipta selama orang tua dari salah satu pihak memiliki ego yang tinggi.
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-29
Baca selengkapnya

Bab 66

"Sampai kapan aku akan merepotkan Mas, Mbak Rahma dan Ibu? Setiap hari Mas harus mengawasi aku dan anak-anak. Sementara mas sendiri kan punya keluarga.""Emang tugas Mas menjaga adik perempuan Mas kok. Ngapain kamu yang pusing. Mbak Rahma mu juga ga keberatan. Dia malah seneng tinggal disini, rame sama anak-anak." Dia tersenyum."Makasih ya, Mas.""Makasih untuk apa? Mas lho yang makasih kamu udah bantuin perekonomian Mas. Mas jadi punya usaha dan sedikit sedikit bisa menabung untuk keperluan nanti. Doakan Mas, biar Mbak mu segera hamil. Mas juga pengen ngendong bayi.""Iya, Mas. InsyaAllah aku do'akan Mas dan Mbak Allah kasih keturunan yang banyak, sehat, sempurna dan menjadi anak-anak yang Sholeh Sholehah.Mas Fatan tersenyum lalu meng-Aaminkan. Kemudian pamit mau menjemput Alif yang pergi mengaji. Walau, kadang was was jika Mas Arsen akan kembali menganggu. Menyesal juga aku tidak melaporkan laki-laki itu ke polisi.Malamnya, kami sedang asik mengobrol diruang tamu. Sembari menemani
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-31
Baca selengkapnya

Bab 67

"Kamu terlalu sabar. Adakan konferensi pers dong. Ini tentang nama baik." Remon mulai memanas-manasi."Iya, Dek. Kalau kamu ga bicara, bagaimana orang bisa tahu kejadian sebenarnya." Mas Fatan juga gregetan. "Tapi, aku tak punya bukti, Mas. Kehadiranku memberikan penjelasan pasti hanya dianggap membela diri. Dan menimbulkan hujatan baru.""Iya juga, sih. Licik juga ya, ibunya si dokter itu. Dia membawamu ke kandangnya dan sepertinya memang sudah direncanakan."Remon manggut-manggut. "Jadi apa rencanamu, Ri?" Tanyanya kemudian."Aku tak punya rencana apa apa. Biarkan kedzaliman menemukan muaranya. Pembalasan dari Allah pasti lebih menyakitkan dibandingkan aku harus menghabiskan energi untuk melakukan hal buruk seperti yang mereka lakukan padaku. Aku yakin Allah tidak tinggal diam melihat aku disakiti.""Tapi, Tari ..."Aku bangkit. Jujur, aku kecewa, sakit hati. Tapi, ibu selalu mengajarkan untuk tidak mengotori tangan kita sendiri karena dosa orang lain."Aku hari ini mau bertemu Pa
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-01
Baca selengkapnya

Bab 68

"Oleh oleh sedikit, Bu.""Makasih banyak, ya Nak." Mata ibu berkaca-kaca melihat isi hadiah yang diberikan Pak Nadhif. Sebuah Al Qur'an lansia jumbo yang begitu indah. Dan sehelai kerudung besar juga satu setel mukena yang sangat mirip dengan punya Ibu. Mukena pemberian ayah sewaktu ibu muda dulu. Yang sampai sekarang masih disimpan ibu. Tapi, bagaimana Pak Nadhif tahu tentang mukena itu? Mukena yang selalu ibu cium ketika ibu merindukan ayah. Ibu menangis sambil memeluk hadiah itu."Terimakasih, Nak. Terimakasih ..." Air mataku juga tak sengaja turun. Kami memang sangat merindukan ayah. Sosok lelaki yang menjadi cinta pertamaku. "Sama-sama, Bu. Kalau begitu saya pamit." Pak Nadhif menoleh ke arahku."Bu tari sepertinya mau pergi?""Eh iya, Pak. Saya ada perlu mau ketemu teman." Aku gelagapan. Dengan cepat menghapus ujung mata yang sempat basah karena melihat Ibu."Mau bareng? Tapi saya pakai motor."Aku terdiam. Pakai motor? Aku melirik jam tangan. Sudah jam delapan. Sementara jam
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-01
Baca selengkapnya

Bab 69

Pak Raka menyibak kerumunan wartawan itu dengan tegas."Maaf ... maaf, permisi ...Mbak Tari ada urusan dengan saya. Tolong kasih jalan, ya."Laki-laki berkacamata itu menarik tanganku agar mengikuti langkahnya. "Ijin wawancara sebentar dong, Pak. Biar clear masalahnya." "Maaf ya, hari ini Tari ada pekerjaan. Lain kali, Oke!""Sebentar saja, Pak. Ini masalahnya rame sekali di media sosial. Minta waktu sedikit saja, Pak. Apa benar Mbak Tari ini pelakor yang temperamental."Astaghfirullah ... "Bentar, Pak. Ijinkan saya bicara sebentar dengan mereka. Saya harus meluruskan. Saya bukan pelakor." Aku melepas pegangan tangan Pak Raka. Dengan dada yang masih berdenyut kencang aku memejamkan mata sejenak lalu mulai menyapa wartawan wartawan itu.Semua pertanyaan dari mereka ku jawab dengan lugas. Menceritakan apa yang terjadi kemarin dan perjanjian aneh yang dibuat oleh Bu Karla. Tentang hubungan Elzio dan dokter Viola itu aku sama sekali tak paham bagaimana. Karena dokter itu ada setelah ak
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-02
Baca selengkapnya

Bab 70

"Mau pulang?" Aku yang sedang memijit mijit keyboard ponsel mau memesan taksi online mengangkat kepala. "Lho? Pak Nadhif?"Laki-laki itu tersenyum."Saya juga baru selesai ketemu klien, tadi niatnya mau langsung pulang. Kebetulan ketemu Bu Tari disini.""Hah? Serius Pak? Kok bisa kebetulan.""Yah, mungkin jodoh, Bu." Mataku membola."Hahah becanda, Bu. Hanya kebetulan. Klien saya juga di kantor ini." Ralat nya. Tapi masih menyisakan senyum, yang membuat hatiku tiba tiba berdebar aneh.Aku menghela napas lega. Kami serentak tertawa kecil. Ternyata ayahnya Wildan ini bisa juga mencairkan suasana. ***"Dek, mas bangga sama kamu. Jawaban kamu pada paparazi itu keren banget. Kelas!""Ah, biasa aja, Mas. Aku hanya bicara fakta." Timpalku."Iya, ibu pun seneng denger nya. Semoga setelah ini tak ada lagi berita miring tentang kamu ya, Nduk.""Iya, Bu. Aamiin semoga, Bu."Sore ini kami sedang duduk santai di depan. Ngeteh dan mengawasi anak-anak yang sedang lesehan di teras sambil mewarnai.
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-02
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
56789
...
16
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status