Home / Romansa / Istri Perawan Disangka Janda / Chapter 61 - Chapter 70

All Chapters of Istri Perawan Disangka Janda: Chapter 61 - Chapter 70

90 Chapters

Bab 61

Singkatnya …. Meski hanya di halaman rumah yang tidak terlalu luas, Khaisan dan keluarga telah menyulapnya menjadi luar biasa berkelas. Akad nikah sekaligus resepsi pernikahan dengan kesan wah pun berhasil diselenggarakan tanpa halangan. Hingga akhirnya, semua undangan perpamit salam dengan wajah sumringah dan takjub. Bagaimana tidak, setiap kepala yang datang akan mendapat souvenir berisi celengan bentuk hewan yang beragam beserta isinya sekalian. Uang satu juta dalam celengan itu sudah membuat mereka berubah sikap dan pandangan pada Sazlina seketika. “Aku sudah menepati janji, kan? Mereka tidak akan lagi menjulidmu.” Khaisan tiba-tiba berbisik di telinga Sazlina. “Ide siapa?” tanya Sazlina pada lelaki rupawan di sampingnya. Hanya dengan menatap, perawakan gagah dan wajah tampan itu sudah membuat hati berdebar tak karuan. Sekali lagi Sazlina menyangka jika dirinya sudah mulai menyukai dan kini telah rela dinikahi. “Menurutmu lebih disukai yang mana, uang tunai atau menginap sem
last updateLast Updated : 2025-02-08
Read more

Bab 62

Sazlina memandang pintu kamar yang menutup sambil menangis. “Apa dia sudah punya wanita lain…?” bisik Sazlina meratap. Rasa sedih dan terhina membuat terus menangis. Kesal pun, harusnya tidak perlu melibatkan perasaan yang menjadikan hati berharap. Patutnya menikah hanya demi menutup status sebagai perawaan tua yang dilangkahi. Ternyata tidak, penolakan Khaisan di malam pertama pengantin telah membuat Sazlina amat sedih. Menduga jika suaminya sudah punya wanita yang dicinta hingga tidak ingin menyentuhnya. Meski memang lambat menikah, tetapi Sazlina percaya jika lelaki mana pun akan tergoda bila memandangnya dengan penampilan seterbuka begini . Tetapi Khaisan… bahkan sudah keluar kamar tanpa basa-basi apalagi menolehnya! Sakit, tetap saja sakit! Di luar kamar….Khaisan agak terkejut, mengira jika orang tuanya sudah pergi dari rumah ini, ternyata masih berbincang di depan televisi. “Hei, Kha! Ngapain keluar? Nggak sopan ninggalin istri sendiri di kamar! Ini hampir tengah malam!
last updateLast Updated : 2025-02-08
Read more

Bab 63

Khaisan sedang menutup telepon dan menggeret koper saat Sazlina menyusul masuk ke dalam kamar. Berhenti setelah pintu kamar kembali menutup rapat.“Bersiaplah, kita berangkat duluan saja. Biarkan mereka menyusul!” ucapnya dengan menatap teduh pada Sazlina. Bagaimanapun memahami perasaan wanita yang sedang berusaha menahan tangisan di depannya. “Aku ingin menunggu ibuku…,” ucap Sazlina ingin menolak. Bimbang sangat besar yang dirasa. Bagaimana bisa telah menyanggupi untuk ikut lelaki yang sangat asing ke negeri orang? Sedang lelaki itu tidak mau menjamin bahagianya. Meski dia adalah suami nya sekalipun! “Tadi pagi kita sudah minta restu. Ibumu justru terlihat bahagia. Jika kita belum pergi, ibumu pasti akan kecewa!” tegas Khaisan bermaksud membujuk. “Untuk apa aku ikut…?” tanya Sazlina masih merasa ragu. “Tentu saja sebagai bukti jika aku sudah punya istri.” Khaisan menyahut cepat tanpa beban. “Jadi, hanya untuk dipamerkan?” Sazlina menahan sesak di dada. Berusaha ikhlas dan taba
last updateLast Updated : 2025-02-09
Read more

Bab 64

Total waktu penerbangan selama dua belas jam dari Surabaya yang sempat singgah di Jakarta dengan tujuan Tokyo di Bandar Udara Internasional Narita pun berakhir. Mereka sampai di malam hari dan mendekati tengah malam. Sungguh melelahkan. “Mas bawakan koperku, aku mau ke toilet.” Clara mengulurkan koper warna kuning ke dekat Khaisan dan melenggang pergi menuju arah toilet. Sazlina yang juga ingin ke toilet pun menahan diri sebab enggan bersembang lagi dengan Clara di tempat yang seharusnya berasa nyaman dan santai. “Aku buru-buru, jika ingin ke toilet lekaslah.” Khaisan bicara seolah bisa membaca ekspresi Sazlina yang menahan rasa. “Duluan saja, nanti aku menyusul.” Sazlina menolak didesak juga tidak ingin membebani. “Aku tidak mau repot jika kamu gagal menyusulku.” Khaisan berkata tegas sambil mengedar pandangan pada banyak orang di dalam bandara saat malam. “Habis ini memang tujuannya ke mana?” tanya Sazlina tenang. Merasa jika Khaisan mungkin lupa dirinya pernah sebagai pendata
last updateLast Updated : 2025-02-09
Read more

Bab 65

Meski ingin menangis dan nelangsa, Khaisan bersikap seperti tanpa aba-aba yang kini sudah tanpa sehelai pun benang di badan, Sazlina tidak ingkar jika semua adalah inginnya yang sadar. Telah memulai dan memancing, sengaja membangunkan buaya darat untuk siuman. Demikian juga Khaisan yang sudah siaga sekarang. Tubuh tegap sempurna tak berbaju bak pawang kolam renang itu sedikit mendekat tanpa segan pada Sazlina. Dengan burung bagusnya yang tak lagi di sarang dan telah gagah mengembang siap terbang ke awang. Khaisan menatap dalam wajah Sazlina “Kamu ingin tahu, apa guna Clara?” tanyanya dengan wajah memerah dan tegang. Tatapan dalam itu membuat Sazlina jadi gentar. Bayang jika akan diperlakukan kasar mendadak mendera. Sekali lagi sebab terlanjur basah dan pasrah sebagai istri sah pun membuatnya lebih tenang. Juga menimbang jika Khaisan adalah lelaki berwawasan dan dari keluarga baik-baik yang bahkan mamanya adalah teman baik ibunya. Setidaknya dengan fakta tersebut, lelaki good look
last updateLast Updated : 2025-02-10
Read more

Bab 66

Khaisan berjalan cepat sebab penasaran. Perempuan berhijab serta bergamis panjang itu turun tangga dengan langkah cepat dan kini menuju ruang makan yang sama tujuan dengannya. Siapa? Clara… ah, bisa jadi, mungkin gadis itu belum mandi. Mengingat hanya dia di rumah ini yang tergerak hati untuk menutup diri dengan busana syar'i meski tidak jarang ditanggalkan. Tetapi, Clara dari mana? Bukankah kamarnya di ujung? Namun, siapa sosok pembuat penasaran itu segera terjawab saat Khaisan menarik kursi di meja makan dan menghadap perempuan itu. Sazlina…! “Akan ke mana kamu, Saz?” tanya Khaisan tidak tahan membungkam. Merasa heran dengan penampilan Sazlina yang tidak seperti biasanya. “Tidak ke mana-mana. Aku hanya ingin menutup aurat dan berbaju layak sebagai muslimah. Meski… ilmu agamaku tidak sedalam palung dan hanyalah sebatas parit.” Sazlina menyahut cepat dengan ekspresi yang biasa. Seolah kejadian menyakitkan dalam kamar mandi dengan Khaisan tidak pernah terjadi. “Siapa yang tidak b
last updateLast Updated : 2025-02-10
Read more

Bab 67

Sazlina membiarkan diri terus dipelluk oleh lelaki yang sedang menatap heran padanya. Tangan Sazlina dapat merasa detak jantung yang laju di dadda Khaisan. Mungkin lelaki itu masih merasa terkejut dan panik saat menangkap dirinya yang hampir terjengkang. “Saz…,” ucap Khaisan sambil menatap dalam mata coklat milik wanita yang mematung di pelukan. “Iya, ada apa? Kenapa tidak fokus dan buru-buru hingga menabrak? Padahal aku sudah menepi…,” tanya Sazlina sambil bergerak dengan menepuk-nepuk lembut jas biru tua di dadaa Khaisan. Tidak ingin debaran hatinya yang kencang dirasa oleh lelaki yang rapat memeluknya. “Mereka semua sedang menunggu di taman. Kenapa kamu jadi seperti ini?” tanya Khaisan yang masih urung mengalihkan tatapan pada wajah Sazlina.“Jadi seperti ini bagaimana? Apa kamu masih merasa malu untuk membawaku ke taman? Aku sudah ke salon, kuharap aku tidak akan membuatmu malu lagi. Apa aku tidak….”“Cantik. Kamu terlihat cantik dan memesona, Saz. Terima kasih.” Khaisan memoto
last updateLast Updated : 2025-02-11
Read more

Bab 68

Khaisan telah sedikit membungkuk satu kali pada orang-orang di meja. Mereka adalah orangnya Daishin sebagai para staff pengurus agensi model dan tour guide milik adik sepupu jauhnya itu. Sazlina sedang menyambut hadirnya dengan tatapan bersalah. “Selamat, Mas! Nggak nyangka tiba-tiba menikah …!” sambut lelaki tampan yang berdiri di samping Sazlina. Kali ini mereka tak saling angguk atau saling bungkuk, tetapi Khaisan dan Daishin telah bersalam tangan. “Kalian seperti sudah saling kenal?” tanya Khaisan tidak ingin menutup rasa ingin tahunya. Daishin telah menjauh lagi setelah berjabatan. “Tentu saja, Mas. Istrimu itu ternyata Sazlin! Perempuan Indonesia mahal yang pernah aku ceritakan waktu itu!” Daishin bicara sungguh-sungguh. Khaisan tampak terkejut. “Benarkah? Seingatku, kamu tidak pernah mengatakan tentang perempuan mahal di agensimu. Namun, aku tidak lupa kamu pernah cerita memiliki anggota wanita yang jual mahal. Jadi wanita itu istriku-kah, Daishin?” Khaisan berbicara dan
last updateLast Updated : 2025-02-11
Read more

Ban 69

Khaisan menyipit mata pada Sazlina tetapi dengan sorot tajam. Tidak membalas senyum Sazlina yang mengandung ejekan padanya. “Seharusnya kamu sudah gendut dengan perut buncit! Bisa-bisanya makan ngebut seperti itu,” cela Khaisan untuk membalas ekspresi Sazlina yang remeh padanya. “Berapa tahun usiamu, tiga puluh tujuh tahun… selama itu tinggal di Jepang? Ternyata kalah cepat makan pakai sumpit denganku? Ha… ha…!” Tawa Sazlina lepas dan tidak dibuat-buat. Kontras dengan ekspresi Khaisan yang kaku. “Aku lahir di Indonesia. PAUD, TK dan SD pun di Surabaya. Bukan puluhan tahun di sini, usiaku juga belum tiga tujuh, Sazlina!” protes keras Khaisan. “Eleeeh, gak perlu protes, sudah di hujung tiga enam, bentar lagi pun tiga tujuh, buat apa ditutup-tutupi. Kalo udah tua sih, tua aja! Ha… ha…,” ucap Sazlina mengejek. Tawanya justru kian cekikikan. Khaisan membungkam tanpa senyum. “Aku malahan suka dibilang usia tiga puluh meski nyatanya di hitungan bulan masih jauh. Di usia tiga puluh, itu
last updateLast Updated : 2025-02-12
Read more

Bab 70

Akhirnya semua tamu undangan dan kerabat habis berpamitan. Kembali ke tempat tinggal yang domisili mereka pun menyebar. Beberapa dari Osaka, Kyoto, Hiroshima, Nagoya dan paling banyak adalah domisili di Tokyo. “Alhamdulillah, akhirnya…,” ucap Hana terlihat lega dengan penuh senyum lebar. Dirinya yang hendak duduk sebentar tiba-tiba berdiri. “Hei… Khaisan!” serunya pada anak lelaki yang baru berbalik dan akan berjalan pergi. “Mau ke mana kamu?! Ini Sazlina, kenapa nggak digandeng lagi heh?!” Hana sengaja berseru. Samuel, suaminya yang sudah pergi ke mushola di pojok taman, berhenti di teras mushola dan memperhatikan. Waktu sudah masuk adzan maghrib. Dari jauh pun berkumandang dari Masjid Tokyo Camii yang alunan adzan-nya kebetulan menjangkau area perumahan. “Khaisan…!” tegur Hana lagi. Sebab Khaisan hanya berdiri diam dengan tatapan datar tanpa ekspresi. “Aku buru-buru, Ma! Ingin ngambil sarung sama peci, Papa ngajak jamaah!” Khaisan menyahut tegas. Sambil melirik sekilas pada Sa
last updateLast Updated : 2025-02-12
Read more
PREV
1
...
456789
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status