Home / Romansa / Jeratan Tuan Reiner / Chapter 51 - Chapter 60

All Chapters of Jeratan Tuan Reiner: Chapter 51 - Chapter 60

76 Chapters

Bagian 51

Reiner melangkah masuk ke tempat hiburan malam itu dengan langkah mantap. Bau alkohol dan suara musik keras menyambutnya, tapi wajahnya tetap dingin tanpa emosi. Beberapa wanita mencoba mendekat, menyapanya dengan suara manja, tapi Reiner hanya mengibaskan tangannya untuk menolak. Matanya terpaku pada sosok yang sedang tertawa keras di sofa, dikelilingi wanita-wanita berpakaian minim.Karl.Reiner berjalan mendekat. Sepatunya yang mahal menimbulkan bunyi tegas saat menyentuh lantai, membuat Karl menoleh dengan raut wajah terkejut sebelum dengan cepat kembali memasang senyum miringnya."Kau terkejut aku bisa menemukanmu?"Karl melepaskan lengannya dari salah satu wanita di sebelahnya, duduk lebih tegak, lalu meneguk minuman di tangannya sebelum tertawa kecil."Reiner Barack, pengusaha muda yang berpengaruh, datang menemuiku di tempat seperti ini. Suatu kehormatan."Reiner tak menjawab. Tatapannya yang tajam membuat wanita-wanita di sekitar Karl merasa tidak nyaman. Satu per satu mereka
last updateLast Updated : 2025-01-09
Read more

Bagian 52

Taman di belakang rumah keluarga Barack tampak sunyi, hanya suara desiran angin yang menggoyangkan dedaunan pohon pinus yang terdengar. Elise duduk di atas rerumputan yang lembut, terlindung dari sinar matahari oleh bayangan pohon yang menjulang tinggi. Di pangkuannya, ada sebuah buku catatan setebal tiga sentimeter dengan sampul cokelat polos. Buku itu sudah tua, terlihat dari beberapa bagian yang warnanya memudar. Elise memandang buku itu dengan perasaan campur aduk.“Kenapa aku merasa buku ini seperti sebuah teka-teki?” gumamnya pelan.Ia menelan ludah, tangannya gemetar saat membuka halaman pertama. Selama ini, ia tidak pernah berani menyentuh terlalu dalam, tetapi rasa penasaran yang menumpuk selama bertahun-tahun akhirnya mengalahkan ketakutannya.“Maafkan aku, Mama. Aku hanya ingin tahu,” bisiknya lirih.Halaman pertama hanya berisi coretan kecil, seperti catatan harian biasa. Elise membaca pelan-pelan. Awalnya, tidak ada yang aneh. Ibunya, Roseta, menulis tentang pekerjaannya
last updateLast Updated : 2025-01-09
Read more

Bagian 53

Elise terbangun dengan napas yang berat. Keringat dingin mengalir di pelipisnya, meski udara di kamar terasa cukup dingin. Cahaya remang dari lampu meja menyinari wajahnya yang pucat. Mimpi itu lagi. Sekilas bayangan api, teriakan, dan suara kaca pecah membangunkan dirinya.Namun, seperti biasa, semuanya kabur ketika dia mencoba mengingatnya.Dia mengusap wajah dengan tangan gemetar, lalu memutar tubuh menghadap laci kecil di samping tempat tidur. Tangannya meraih ke dalam laci, mencari sesuatu yang selama ini ia sembunyikan bahkan dari dirinya sendiri. Sebuah foto.Dengan hati-hati, Elise mengangkat foto itu ke atas, menatapnya sambil tetap berbaring. Foto itu sudah tua, warnanya memudar, tapi wajah seorang wanita tetap terlihat jelas. Rambutnya hitam panjang, mata sayunya terlihat lelah, namun ada senyum kecil di wajah itu. Hanya saja, sebuah luka yang menahun di pipi kanan wanita itu tampak mencolok."Mama..."Air mata Elise menggenang di pelupuk mata. Wanita di foto itu adalah ibu
last updateLast Updated : 2025-01-09
Read more

Bagian 54

Suara dentingan piring dan gelas memenuhi ruang makan megah keluarga Abraham. Elise bergerak lincah, menata piring-piring porselen di atas meja panjang yang berlapis kain linen putih. Aroma kopi dan roti panggang menyebar, memikat selera siapa saja yang berada di dekat dapur.Sementara itu, para pelayan lainnya sibuk dengan tugas masing-masing. Sebagian menyapu lantai, yang lain berkutat di dapur dengan panci-panci beruap. Elise, dengan pakaian pelayannya yang sederhana—gaun hitam dengan celemek putih—tampak tenggelam dalam rutinitasnya.Namun, dia tidak menyadari sepasang mata tajam yang terus mengawasinya dari belakang.Barbra, dengan wajah tegas dan tatapan yang tidak bisa disembunyikan dari sarkasme, melangkah mendekat. Tumit sepatu hak tingginya berdetak di atas lantai marmer, semakin mendekati Elise.“Sebaiknya kau jangan bermimpi terlalu tinggi, Elise,” suara dingin Barbra membuat Elise berhenti menata piring.Elise menoleh dengan kening berkerut. “Nyonya... apa maksud Nyonya?”
last updateLast Updated : 2025-01-14
Read more

Bagian 55

Langit pagi yang cerah mengiringi langkah Elise saat mengikuti Reiner memasuki galeri seni yang terlihat megah meski terkesan klasik. Dindingnya dihiasi ukiran-ukiran rumit, dengan pintu kaca besar yang menyambut pengunjung dengan pantulan cahaya mentari. Elise memandang sekeliling, sedikit bingung. Ini bukan tempat yang biasa ia datangi, apalagi dalam situasi seperti ini.Elise menoleh, menatap punggung Reiner yang berjalan santai di depannya. “Tuan... kenapa Tuan membawa saya ke sini?” tanyanya, suaranya hampir tenggelam oleh gemuruh kecil para pengunjung yang berbicara pelan.Reiner menoleh singkat, sudut bibirnya sedikit terangkat. “Bukankah kau pernah bilang kau penasaran dengan galeri ini?”Elise mengerutkan kening, berusaha mengingat kapan ia mengungkapkan rasa penasaran itu. Namun, ia memilih untuk diam, mengikuti langkah Reiner yang melangkah dengan percaya diri.Memasuki ruang utama, Elise terpesona dengan interiornya. Galeri itu memiliki langit-langit tinggi dengan lampu ga
last updateLast Updated : 2025-01-14
Read more

Bagian 56

Restoran itu tampak elegan, dengan interior klasik yang berpadu harmonis dengan lampu-lampu temaram. Elise melangkah masuk dengan ragu, aroma makanan yang mewah bercampur dengan suara piano lembut semakin membuatnya gugup. Sesekali ia memandang ke arah pintu, berharap Reiner segera menyusul.Matanya menyapu ruangan, mencoba mencari meja nomor 10. Ia menemukan seorang pria duduk sendirian, mengenakan setelan jas yang rapi. Pria itu menatap Elise dengan alis sedikit terangkat."Apakah kau Elise?" tanya pria itu dengan nada datar.Elise mengangguk pelan. "Iya... Saya Elise."Pria itu bangkit dari kursinya dan berjalan mendekat. Elise mengenal wajahnya—Alex, pemilik galeri seni yang mereka kunjungi."Kau temannya Reiner, kan?" Alex melanjutkan.Belum sempat Elise menjawab, seorang wanita muncul dari belakang Alex. Wanita itu mengenakan gaun hitam pas badan yang memancarkan kesan glamor. Wajahnya sempurna dengan riasan yang terlihat profesional."Oh, bukan," wanita itu menyelipkan suara si
last updateLast Updated : 2025-01-14
Read more

Bagian 57

Padma melangkah ke toilet wanita dengan langkah anggun yang penuh perhitungan. Gaun hitamnya yang pas di tubuhnya berdesir lembut, menarik perhatian seorang pelayan yang kebetulan melintas di dekatnya. Namun Padma tidak peduli. Ia punya tujuan lain.Setelah memastikan ruangan itu sepi, matanya segera menemukan sosok Elise yang sedang mencuci tangan di wastafel. Padma mendekat perlahan, berdiri di samping Elise sambil memeriksa riasan wajahnya di cermin. Senyum miring menghiasi wajahnya saat ia mulai berbicara."Cukup membuatku heran melihat Reiner bisa dekat dengan pelayannya."Nada suaranya terdengar tenang, namun penuh sindiran tajam. Elise, yang menyadari kehadiran Padma sejak beberapa detik lalu, menoleh dengan senyuman kecil yang tampak tenang namun penuh arti. Dia tahu siapa perempuan di sebelahnya—masa lalu Tuan Reiner yang kini mencoba mengusiknya."Tuan Reiner memang cukup dekat dengan saya, Nona."Jawaban itu terdengar sopan, na
last updateLast Updated : 2025-01-16
Read more

Bagian 58

Reiner dan Padma masih berdansa di tengah lantai ballroom yang diterangi lampu gantung kristal. Elise mengamati dari kejauhan, mencoba mempertahankan senyumnya meski hatinya terasa berat. Dari sudut pandangnya, Reiner dan Padma tampak begitu mesra, terutama ketika Padma dengan sengaja mendekatkan tubuhnya ke Reiner. Namun kenyataan tidak sepenuhnya seperti itu.Reiner berbisik dengan nada dingin, “Tidak perlu mencoba mendekatiku lagi. Aku hanya berdansa denganmu supaya kau tidak merasa malu di depan Teresa.”Padma tersenyum getir, menyembunyikan kekecewaannya. “Begitu, ya... aku pikir kau menikmati momen ini. Kau harusnya ingat betapa mesranya kita dulu.”Reiner tidak menanggapi ucapan itu. Dia hanya melepas pelukan Padma dengan perlahan, langkah kakinya sudah mengarah ke meja. “Sebaiknya kita kembali,” katanya singkat.Padma mengikuti dari belakang, menahan rasa malu yang perlahan menggerogoti dirinya. Namun, saat kembali ke meja, dia sengaja ter
last updateLast Updated : 2025-01-16
Read more

Bagian 59

Dalam perjalanan pulang, atmosfer di dalam mobil terasa berat. Elise duduk diam, menggigit bibir bawahnya sambil memilin-milin jarinya, seperti mencari pelarian dari rasa gelisah yang merongrong pikirannya. Di sebelahnya, Reiner memegang setir dengan ekspresi yang sulit terbaca. Sesekali, dia melirik Elise dari sudut matanya, tapi tak mengatakan apa pun. Hanya bunyi halus mesin mobil yang mengisi kesunyian di antara mereka.Tiba-tiba, mobil menepi. Elise tersentak, matanya terarah pada jalanan gelap di luar jendela. "Kenapa berhenti, Tuan—"Belum selesai dia bertanya, Reiner sudah memutuskan jarak di antara mereka dengan gerakan cepat. Tubuhnya condong ke arah Elise, matanya yang tajam menusuk langsung ke dalam milik Elise. Tangan besar Reiner mencengkeram lengan Elise, menariknya mendekat dengan tegas, namun tanpa kekerasan berlebihan."Aku tidak bisa menahannya, Elise," gumam Reiner, suaranya rendah dan berat, hampir seperti desahan. "Kau yang memancingk
last updateLast Updated : 2025-01-17
Read more

Bagian 60

Selesai makan malam, Eva menggamit lengan Barbra dan membawanya menuju ruang perpustakaan. Tempat itu tenang, jauh dari keramaian, dan paling aman untuk berbicara. Barbra, yang semula keheranan, mengikuti tanpa banyak tanya, meskipun langkah Eva terasa tergesa-gesa.Begitu sampai, Eva menutup pintu dengan perlahan dan menguncinya. Dia memastikan tidak ada siapa pun yang mengintip atau mendengar. Barbra duduk di kursi panjang, matanya memandang Eva yang kini berdiri di depannya dengan gelisah."Kenapa mengajakku ke sini, Eva? Ada apa?"Eva mendesis kecil sambil memberi isyarat agar Barbra tidak terlalu berisik. Dia duduk di sebelah Barbra, menyusun kata-kata di kepalanya sebelum akhirnya berbicara dengan suara pelan namun tegas. "Aku mau bicara, Tante. Ini penting."Nada serius Eva membuat Barbra memicingkan mata. Ekspresinya berubah waspada."Penting tentang apa? Kenapa kau tiba-tiba seperti ini?"Eva menghela napas ber
last updateLast Updated : 2025-01-17
Read more
PREV
1
...
345678
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status