Home / Romansa / Jeratan Tuan Reiner / Chapter 41 - Chapter 50

All Chapters of Jeratan Tuan Reiner: Chapter 41 - Chapter 50

76 Chapters

Bagian 41

Reiner berjalan dengan langkah mantap, diikuti oleh Hanna yang selalu ada di belakangnya. Mereka baru saja menyelesaikan rapat penting di ruang pertemuan hotel, dan meskipun tujuan mereka adalah kembali ke kantor, mata Reiner melirik sekeliling hotel yang mewah, mencari ketenangan yang seolah selalu menghindarinya.Namun, saat matanya terhenti pada sosok yang tiba-tiba muncul di ujung koridor, rasa tenang itu kembali sirna. Padma. Wanita yang pernah ada begitu lama dalam hidupnya, yang selalu membawa rasa sakit dan kenangan pahit, kini berdiri di hadapannya dengan senyum yang terlihat terlalu ramah.Padma tersenyum lebar, seolah tidak ada apa-apa yang terjadi di antara mereka. Langkahnya mendekatkan diri, dan Reiner merasa kakinya terasa berat."Kita bertemu lagi, Rei. Sedang apa kau di sini?"Suaranya lembut, seolah tidak ada rasa penyesalan atau kesedihan dalam nada itu, namun ada sesuatu yang sedikit tajam tersirat di balik senyuman itu.Reiner hanya diam sejenak, menatap Padma den
last updateLast Updated : 2025-01-02
Read more

Bagian 42

Malam itu, suasana rumah besar Reiner sudah begitu sunyi. Jam dinding di ruang tamu berdetak perlahan, menunjukkan hampir pukul sebelas malam. Elise masih duduk di kursi dekat jendela, mengenakan seragam pelayan yang sudah terasa tidak nyaman. Dia merapatkan selimut tipis di bahunya, mencoba melawan kantuk yang sudah sejak tadi menguasai matanya. Tapi dia tahu, jika dia tidak menunggu kepulangan Reiner, risikonya terlalu besar.Tepat ketika matanya hampir terpejam, suara derit pintu gerbang membuat Elise tersentak. Reiner akhirnya pulang. Langkah sepatu kulitnya terdengar jelas di lantai marmer, membuat Elise buru-buru berdiri. Lelaki itu masuk dengan tampilan yang tetap rapi meskipun jelas lelah. Dasinya ditarik, dan jas serta tas kerjanya ia lemparkan begitu saja ke tangan Elise yang cepat-cepat menyambut.“Kenapa kau belum tidur?” tanya Reiner sambil melangkah menuju ruang tamu, suaranya rendah tetapi tegas.Elise sedikit kesulitan mengikuti langkahnya yang panjang. “Saya menunggu
last updateLast Updated : 2025-01-02
Read more

Bagian 43

Elise duduk dengan gelisah di sofa kamar Reiner, tubuhnya tegak tapi tangannya saling meremas di pangkuannya. Matanya terlihat lelah, tapi dia tetap mencoba fokus.Reiner berjalan mondar-mandir di depan Elise, ponselnya masih tergenggam erat. Dia berhenti sejenak, lalu menatap Elise. "Kau sungguh kenal orang ini?" tanyanya tegas sambil kembali memperlihatkan foto di layar ponsel.Elise mengangguk pelan, mencoba menahan rasa kantuk yang makin menyerang. "Ya, Tuan. Dia Paman Karl, adik dari ayah tiri saya," jawabnya lirih, nada suaranya mencerminkan kejujuran sekaligus rasa khawatir.Reiner mengusap dagunya, tatapannya mengarah ke jendela yang tertutup tirai tebal. Pikirannya mulai menyusun potongan-potongan informasi yang baru ia dapatkan. Selama ini, ia tidak pernah merasa perlu mencari tahu lebih jauh tentang keluarga Elise—karena menganggap itu tidak relevan dengan pekerjaannya. Namun, situasi ini telah mengubah segalanya."Kau tahu di mana dia sekarang?" tanya Reiner, memecah kehen
last updateLast Updated : 2025-01-02
Read more

Bagian 44

Pagi ini, suasana ruang makan terasa berat. Sarapan pagi terhidang di meja besar, tetapi percakapan di antara mereka seolah mengambang tanpa arah. Reiner duduk di ujung meja, menyantap sarapannya dengan santai, meski pikirannya jauh dari sini. Sesekali matanya melirik ke arah ibunya, Barbra, yang tanpa henti membicarakan nama Eva. Reiner sudah tidak tahan mendengarnya.Barbra berbicara dengan nada memaksa,"Reiner, kau tak bisa terus menghindar dari kenyataan. Eva adalah pilihan terbaik untukmu. Dia pintar, dia punya segala yang kau butuhkan."Reiner dengan nada tegas menjawab, sedikit jengkel, "Ibu, aku sudah bilang berkali-kali, aku tidak ingin menikahi Eva. Tolong hentikan pembicaraan ini."Barbra hanya mendesah, tampak kecewa, tetapi tak menyerah begitu saja."Jangan terlalu keras kepala, Reiner. Ini bukan hanya tentang perasaan, ini tentang masa depanmu. Jangan sampai kau menyesal di kemudian hari."Gale ikut bicara dengan lebih lembut, mencoba menenangkan, "Istriku, sudah cukup
last updateLast Updated : 2025-01-02
Read more

Bagian 45

Reiner sudah memegang gagang pintu mobil, siap untuk berangkat. Tapi suara panggilan Elise membuat langkahnya terhenti.“Elise!” seru Reiner dengan nada datar, menatap gadis itu yang berlari tergopoh-gopoh dari pintu belakang, tempat para pekerja biasa keluar-masuk.Elise tampak mengatur napas, lalu berdiri di hadapan Reiner. Wajahnya agak pucat, dan tangan mungilnya sibuk memilin-milin jari sendiri, menunjukkan kegugupan yang jelas terlihat."Ada apa? Aku sedang buru-buru sekarang," tanya Reiner dingin, matanya memicing, meneliti raut wajah Elise yang tampak gelisah.Elise menelan ludah, lalu memberanikan diri untuk bicara. "Maaf, Tuan... saya cuma mau minta izin.""Izin? Untuk apa?" Reiner mengangkat sebelah alis. "Mau pergi ke mana kau? Kalau bukan urusan kerjaan, aku tidak akan memberimu izin."Elise menggigit bibir bawahnya, berpikir keras untuk merangkai kata. Ia tahu Reiner bukan orang yang mudah memberikan kelonggaran, apalagi untuk urusan pribadi."Itu, Tuan..." Elise menarik
last updateLast Updated : 2025-01-02
Read more

Bagian 46

Elise mencoba untuk tetap tenang meskipun dia merasa seperti seekor rusa di bawah tatapan elang. Padma masih memerhatikannya dari kejauhan, dan Elise merasa setiap langkahnya diawasi. Mencoba mengabaikan tekanan itu, Elise mengitari sebuah patung besar di tengah ruangan, mengamati detail ukirannya meski pikirannya masih berkecamuk tentang lukisan di dinding."Kenapa hatiku mengatakan kalau lukisan itu milik ibuku?" Elise bergumam pelan, hanya untuk dirinya sendiri.Dia menoleh kembali ke arah lukisan yang terasa memanggilnya. Perlahan-lahan, dia mendekati dinding tempat lukisan itu tergantung. Jari-jarinya nyaris menyentuh kaca pelindungnya ketika dia menahan napas, air mata sudah menggenang di pelupuk mata.Namun, sebuah suara familiar memecah momen itu."Hei, Elise. Kau masih menatap lukisan itu?"Elise melompat kecil, buru-buru menghapus air mata di sudut matanya sebelum berbalik menghadapi Padma. Tatapan tajam wanita itu penuh rasa ingin tahu, seolah mencari sesuatu yang bisa dipe
last updateLast Updated : 2025-01-06
Read more

Bagian 47

Hujan turun dengan lembut di luar, suaranya mengetuk-ngetuk kaca jendela kamar seperti irama alami yang menenangkan. Namun, ketenangan itu tidak berlaku bagi Elise. Di ranjangnya yang sempit, ia berguling-guling gelisah, menarik dan menendang selimut berulang kali.Bayangan kejadian di mobil terus berputar di pikirannya. Sentuhan bibir Reiner, cengkeraman lembut di tengkuknya, dan tatapan tajam yang tak terbaca. Semua itu membuat Elise merasa tubuhnya memanas.Elise menggigit bibir bawahnya, lalu mendesah frustrasi. "Kenapa dia melakukan itu... Astaga!" gumamnya pelan.Dia mengambil bantal dan menutup wajahnya, berharap bisa meredam suara pikirannya sendiri. Kakinya menendang-nendang tak tentu arah di bawah selimut.Tanpa ia sadari, pintu kamar terbuka perlahan. Clara masuk dengan langkah tenang, matanya langsung tertuju pada Elise yang tampak gelisah di ranjang."Kau sedang apa, Elise?" suara Clara memecah keheningan.Elise tersentak. Kakinya langsung berhenti menendang, dan bantal d
last updateLast Updated : 2025-01-06
Read more

Bagian 48

Cahaya matahari pagi menembus tirai tipis kamar Reiner, menciptakan pola-pola abstrak yang menari di dinding abu-abu lembut. Elise berdiri di depan pintu dengan nampan berisi sarapan. Jemarinya menggenggam pegangan nampan begitu erat hingga buku-buku jarinya memutih. Kejadian di mobil kemarin terus terngiang di kepalanya, seperti kaset rusak yang diputar ulang tanpa henti. "Selamat pagi, Tuan." Suara Elise terdengar pelan, hampir berbisik. Pandangannya menunduk, tidak berani langsung menatap Reiner yang berdiri di depan cermin, mengenakan kemejanya perlahan. Otot-ototnya yang tegas terlihat jelas di bawah kemeja putih itu, membuat Elise tanpa sadar menggigit bibir bawahnya. Reiner berbalik menatapnya dengan ekspresi tenang, tapi tajam. "Letakkan di sana," katanya singkat, menunjuk meja kecil di dekat ranjang. Elise berjalan mendekat dengan hati-hati, setiap langkahnya seperti suara drum kecil di dadanya. Setelah meletakkan nampan, ia berbalik cepat, berharap bisa segera keluar dari
last updateLast Updated : 2025-01-06
Read more

Bagian 49

Taman belakang itu sejuk dengan aroma tanah basah yang samar tercium di udara. Elise berdiri di dekat gazebo, menyapu daun-daun kering yang berserakan. Suara gemercik air dari kolam ikan di sampingnya memberikan sedikit ketenangan, meskipun pikirannya masih dipenuhi dengan kejadian-kejadian sebelumnya.Sebenarnya, menyapu bukanlah tugasnya. Di dalam kontraknya, jelas tertulis bahwa Elise bertugas sebagai pelayan pribadi Tuan Abraham. Tapi sejak Reiner Barack, cucu Tuan Abraham, kembali ke rumah dan Elise berpindah tugas melayani lelaki itu, Greta tampaknya selalu menemukan alasan untuk menambah beban pekerjaannya."Kau tidak perlu mengomel, Elise," suara Greta terdengar dari arah dinding pembatas, saat dia menyiram tanaman dengan gerakan malas. "Selagi kau nganggur, kau juga wajib ikut bantu beres-beres."Elise menghela napas panjang, menahan komentar yang ingin meluncur dari bibirnya. Dia memilih untuk membuang muka, pura-pura sibuk dengan sapunya. Namun dalam hatinya, dia merasa kes
last updateLast Updated : 2025-01-06
Read more

Bagian 50

Setelah Elise membersihkan diri dan merasa lega setelah seharian membantu pekerjaan rumah, pikirannya kembali tertuju pada buku catatan ibunya. Ia ingin duduk tenang di tanah kosong belakang rumah untuk membacanya. Namun, tugas yang menumpuk kembali menghentikannya.Saat hendak menuju kamar untuk mengambil buku catatan tersebut, pikirannya melayang. "Haruskah aku menyisihkan waktu untuk membaca ini sekarang? Tapi, pekerjaan belum selesai..."Elise menghela napas, mengingat pakaian bersih Tuan Reiner yang belum ditata di lemari. "Sebaiknya aku selesaikan dulu tugasku sebelum Tuan Reiner pulang." Dengan langkah cepat, Elise menuju ruang penyimpanan pakaian, mengangkat satu keranjang penuh milik Reiner.Namun, langkah Elise terhenti ketika suara Nyonya Barbra memanggilnya dengan nada tegas dari ujung ruangan.Barbra: "Berhenti di situ, Elise!"Elise menunduk sopan, meskipun hatinya mulai cemas. "Iya, Nyonya..."Barbra melangkah mendekat dengan ekspresi dingin khasnya, menunjuk keranjang
last updateLast Updated : 2025-01-06
Read more
PREV
1
...
345678
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status