Home / Romansa / Jeratan Tuan Reiner / Chapter 21 - Chapter 30

All Chapters of Jeratan Tuan Reiner: Chapter 21 - Chapter 30

91 Chapters

Bagian 21

Pagi itu, matahari baru saja muncul di balik horizon. Ruangan di lantai utama rumah megah itu masih terbayang kabut pagi, ketika langkah-langkah berat terdengar dari tangga. Reiner turun dengan langkah tegas, mengenakan pakaian yang rapi meskipun belum terlalu lama dari tidurnya. Ia hanya terbangun beberapa saat lalu, namun rasanya ada sesuatu yang mendorongnya untuk bergerak lebih cepat, menuju tujuan yang sudah ia tentukan.Barbra, yang sedang menyeduh kopi di dapur, menoleh begitu mendengar suara langkah anaknya. Ia melirik jam dinding, terkejut melihat waktu yang masih sangat pagi."Rei?" Barbra bertanya, sedikit kebingungan, sambil menatap anaknya yang sedang melangkah menuju pintu depan. "Mau ke mana? Ini masih pagi sekali."Reiner berhenti sejenak, menatap ibunya. Ekspresinya datar, tak memberi banyak petunjuk."Ke rumah Elise," jawabnya singkat.Barbra terdiam sejenak, mencoba mencerna kata-kata Reiner. Namanya terngiang-ngiang di telinganya. Elise. Tidak pernah dalam sejarah
last updateLast Updated : 2024-12-27
Read more

Bagian 22

Elise berjalan menuju ruang tengah, wajahnya serius, sementara pikirannya berkecamuk. Eddie sedang duduk di sofa usang, menyalakan rokok dengan santai, seolah-olah tidak ada apa-apa. Di sudut ruangan, Lily bermain dengan boneka lusuhnya, sesekali melirik Elise dengan rasa penasaran.Elise menarik napas panjang sebelum akhirnya berkata, “Ayah, aku harus bicara. Majikanku memintaku tinggal di rumahnya. Dia bilang agar pekerjaanku bisa lebih terkoordinasi.”Eddie mengangkat alis, terkejut, tapi segera menyunggingkan senyum. "Hmm... tinggal di rumah keluarga Barack, ya? Itu kesempatan besar, Elise. Kalau kau pintar, mungkin kau bisa mendekati keluarga itu. Siapa tahu, hidupmu bisa berubah total."Elise menggeleng cepat. Wajahnya menunjukkan ketidaknyamanan mendalam. “Ayah, aku pergi hanya untuk bekerja. Tidak ada niatan lain. Dan aku tahu posisi kita. Pelayan tetap pelayan. Tidak mungkin ada hal lain.”Eddie menatapnya lekat-lekat, tersenyum kecil, tapi ada kilatan licik di matanya. “Elis
last updateLast Updated : 2024-12-27
Read more

Bagian 23

Kamar para pelayan terletak di sudut paling belakang rumah megah itu. Ruangannya tidak luas, tida juga sempit dan sederhana, berisi empat ranjang dengan kasur busa yang cukup empuk. Dindingnya polos tanpa hiasan, hanya cat krem yang mulai mengelupas di beberapa sudut. Sebuah lemari pakaian kecil di pojok ruangan tampak penuh sesak dengan pakaian kerja para pelayan. Sebuah jendela kecil di sisi atas ruangan memberikan sedikit cahaya alami, tapi tetap saja, ruangan ini terasa suram dan lembap.Di tengah kamar, terdapat sebuah meja kecil dengan cangkir-cangkir kosong yang masih berserakan. Aroma campuran detergen murah dan sedikit apek memenuhi udara, menambah kesan sederhana yang hampir tidak sebanding dengan kemewahan rumah utama.Saat Elise memasuki kamar, langkahnya terhenti di ambang pintu. Tatapan dingin dari Greta, Marla, dan Celia langsung menusuknya. Ketiganya duduk melingkar di atas ranjang bawah, seperti sedang rapat rahasia."Oh, jadi akhirnya kamu benar-benar pindah ke sini
last updateLast Updated : 2024-12-27
Read more

Bagian 24

Elise mengikuti langkah Reiner dengan langkah yang teratur, seperti boneka mainan yang dipajang di belakang lemari kaca, begitu rapih namun tak mampu mengambil keputusan sendiri. Kakinya melangkah di lantai marmer yang dingin, sementara di sekelilingnya para pelayan lain sibuk menyiapkan sarapan. Beberapa dari mereka melirik Elise dengan tatapan sinis yang tajam, namun Elise mengabaikannya. Matanya tertuju pada tugasnya, dia hanya fokus pada apa yang harus dilakukannya.Di dapur, Greta melirik Elise, kemudian berbisik pada pelayan lain di sebelahnya. "Apa dia benar-benar berani masuk ke sini seperti itu?" bisiknya pelan, berharap Elise tidak mendengarnya.Elise tidak menggubris, pikirannya terfokus pada langkah Reiner yang semakin jauh, sampai akhirnya mereka sampai di ruang makan besar, di mana Tuan Abraham biasanya sarapan."Elise," suara Greta memecah kesunyian, "Kenapa kau tidak bantu Tuan Abraham. Beliau juga mau sarapan."Elise menoleh pada Greta yang baru saja meletakkan kain l
last updateLast Updated : 2024-12-27
Read more

Bagian 25

Lorong hotel itu lengang, hanya terdengar gema langkah sepatu yang beradu dengan lantai marmer. Reiner melangkah cepat, diikuti Hanna yang sibuk dengan agenda di tangannya. Saat Reiner membelok di sudut lorong, tubuhnya bertabrakan dengan seorang wanita.“Aduh!” seru wanita itu sambil berusaha menyeimbangkan dirinya.Reiner mengerutkan kening, menatapnya dengan tatapan tajam. “Kau tidak melihat jalan?” tanyanya dingin, suaranya rendah namun penuh tekanan.Wanita itu mendongak, tatapan mereka bertemu. Wajahnya seketika berubah ketika ia mengenali pria di hadapannya. “Reiner…” bisiknya, ada nada tak percaya dalam suaranya.Reiner menegang, namun hanya sekejap. Matanya menyipit tajam, seperti menyelidik. “Padma,” ucapnya datar. Tidak ada kehangatan, hanya nama itu yang keluar seperti angin dingin.Padma berusaha tersenyum, meski sikap dingin Reiner membuatnya sedikit kikuk. “Sudah lama sekali. Aku tidak menyangka kita akan bertemu di sini.”“Memang tidak seharusnya,” balas Reiner tanpa j
last updateLast Updated : 2024-12-27
Read more

Bagian 26

Saat berada di dalam kamar dengan para pelayan lain, Elise merasakan kegelisahan. Dia bahkan sulit sekali untuk memejamkan mata."Mau ke mana dia?" tanya Greta pada Sofia saat melihat Elise berlari dengan cepat meninggalkan kamar."Aku tidak tahu," jawab Sofia.Elise berdiri di depan pintu kamar Reiner, mengatur napas yang terengah setelah berlari menaiki tangga. Dalam hatinya, dia berusaha menenangkan diri, tetapi rasa khawatir terus menguasainya. Dengan ragu, dia mengetuk pintu.Ketukan pertama tidak berjawab. Elise mencoba lagi, kali ini suaranya lebih keras, namun tetap tidak ada sahutan. Sebaliknya, suara benda jatuh dari dalam kamar membuat jantung Elise mencelos.Tanpa berpikir panjang, Elise mendorong pintu dan masuk. Pemandangan di depannya membuat tubuhnya membeku sesaat. Botol wine tergeletak pecah di lantai, cairannya menyebar seperti genangan darah. Di sudut kamar, Reiner berdiri sempoyongan, matanya memerah, wajahnya kusut seperti pria yang kehilangan arah."Hati-hati, T
last updateLast Updated : 2024-12-27
Read more

Bagian 27

Elise berjalan menyusuri koridor panjang dengan langkah cepat, mencoba mengendalikan pikirannya yang terus-menerus mengembalikan ingatan akan perlakuan Reiner di kamar tadi. Jari telunjuknya yang sempat disentuh bibir pria itu masih terasa hangat, dan setiap kali memikirkannya, tubuhnya merinding.“Fokus, Elise,” gumamnya pada diri sendiri sambil menggenggam erat kantong kresek berisi pecahan botol.Ketika dia sampai di dekat pintu keluar menuju tempat pembuangan, suara seseorang menyapanya dari belakang. “Elise!”Elise terlonjak. Ia menoleh dan melihat Will berdiri dengan tangan terlipat. Wajah pria itu penuh senyum hangat, namun Elise tak mampu langsung merespon karena pikirannya masih setengah melayang.“Oh, maaf, Will,” kata Elise buru-buru, suaranya sedikit tergagap. “Aku melamun sampai tidak memperhatikanmu.”Will mendekat, melirik kantong kresek yang Elise tenteng. “Apa itu yang kau bawa?”Elise sedikit mengangkat kantong keresek tersebut. “Ini pecahan botol. Tuan Reiner menjat
last updateLast Updated : 2024-12-27
Read more

Bagian 28

“Elise, jangan melamun! Piringnya masih banyak!” suara tajam Greta terdengar dari balik meja makan.Pagi itu, dapur dipenuhi suara gaduh: denting piring, gemericik air dari keran, dan suara langkah kaki para pelayan yang sibuk dengan tugas masing-masing. Elise berdiri di sudut dapur, tangannya sibuk mencuci piring, tetapi pikirannya melayang ke kejadian semalam. Kata-kata Greta dan sikap Reiner terus mengganggunya.Elise segera menggelengkan kepala dan mempercepat gerakannya. Tapi rasa canggung tetap tak hilang. Dia bisa merasakan tatapan pelayan lain yang seakan menilainya dari jauh, penuh kecurigaan. Mereka semua tampak memihak Greta, seperti biasa.Suasana sedikit berubah ketika Will masuk ke dapur. Dia membawa aura santai, seperti biasa. “Pagi, Elise,” sapanya ramah, sambil mengambil apel dari keranjang buah di meja. “Kau tidur nyenyak?”Elise melirik Will sekilas, berusaha tersenyum meski hatinya penuh keraguan. “Cukup, Will. Apa kau sudah sarapan?”Will menggeleng sambil duduk d
last updateLast Updated : 2024-12-27
Read more

Bagian 29

Reiner berjalan masuk ke ruangannya dengan langkah tegas, dasinya sedikit longgar setelah rapat pagi yang panjang. Hanna, sekretarisnya yang selalu rapi dan efisien, mengetuk pintu sebelum masuk dengan map di tangannya."Tuan Reiner, ini laporan dari tim pemasaran untuk kuartal terakhir."Reiner mengambil map tanpa melihatnya "Letakkan di meja. Apa jadwal selanjutnya?"Hanna membuka tabletnya, memeriksa jadwal dengan cepat. "Ada pertemuan dengan tim keuangan pukul tiga sore, diikuti dengan diskusi bersama klien dari perusahaan mitra pukul lima."Reiner mengangguk, duduk di kursinya, dan mulai membuka map laporan. "Pastikan semua orang hadir tepat waktu. Aku tidak ingin ada keterlambatan."Hanna: ragu sejenak, lalu berbicara pelan "Selain itu, ada undangan dari Tuan Alex Robinson untuk acara di galeri seni malam ini. Undangan ini dikirimkan secara langsung pagi tadi."Reiner berhenti membaca, menatap Hanna dengan alis terangkat. "Alex Robinson? Sudah berapa lama sejak dia terakhir meng
last updateLast Updated : 2024-12-27
Read more

Bagian 30

Langit senja yang memudar menjadi gelap disambut dengan cahaya lampu-lampu kristal yang menggantung megah di langit-langit galeri seni. Elise melangkah perlahan mengikuti Reiner, mencoba menyesuaikan diri dengan suasana elegan di sekitarnya. Aroma mawar lembut bercampur dengan parfum mahal memenuhi udara. Orang-orang berdiri dalam lingkaran kecil, berbicara dengan aksen yang halus dan sopan, beberapa di antaranya menatap Elise seolah-olah dia adalah benda asing yang tak seharusnya ada di sana.Pandangannya turun ke dress polos yang ia kenakan, merasa semakin kecil di antara wanita-wanita dengan gaun malam mewah dan perhiasan berkilauan. Elise tanpa sadar mundur selangkah, mencoba menyembunyikan diri.Reiner yang menyadari jarak di antara mereka, menghentikan langkahnya dan menoleh dengan tatapan tajam. "Sedang apa kau, Elise?"Elise terkesiap. Jemarinya meremas ujung dressnya, merasa semua mata kini mengarah padanya. "Maaf, Tuan… saya takut membuat Tuan tidak nyaman. Ini bukan tempat
last updateLast Updated : 2024-12-27
Read more
PREV
123456
...
10
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status