Home / Romansa / Jeratan Tuan Reiner / Chapter 31 - Chapter 40

All Chapters of Jeratan Tuan Reiner: Chapter 31 - Chapter 40

76 Chapters

Bagian 31

Tentu, ini adalah versi adegan yang telah diperluas dan disempurnakan:---Reiner menarik Elise menjauh dari Padma, langkahnya cepat dan tegas hingga mereka tiba di sudut ruangan yang lebih sepi. Setelah memastikan mereka cukup jauh dari kerumunan, Reiner melepaskan cengkeramannya. Tatapannya tajam, nyaris mengintimidasi.Reiner: “Jangan ngobrol dengan siapapun tanpa izinku. Dan ingat… jangan sekali-kali kau mengatakan kalau kau pelayanku. Paham?”Elise menggigit bibir, menahan keinginannya untuk menjawab lebih dari sekadar anggukan. Namun, sorot mata Reiner membuatnya cukup tahu untuk tidak membantah.Suasana di galeri seni masih riuh dengan pembicaraan tamu-tamu yang berkelas. Elise kembali melangkah mengikuti langkah Reiner, meski pandangannya terusik oleh tatapan sinis Padma yang belum juga pergi.Dalam hati, Elise membatin: "Aku ingat, itu perempuan yang ada di dalam foto di kamar Tuan Reiner."Berusaha mengalihkan pikirannya, Elise mulai memperhatikan beberapa lukisan yang terga
last updateLast Updated : 2024-12-29
Read more

Bagian 32

"Maaf, Tuan, saya mengacaukan acara Tuan."Reiner hanya menoleh sekilas, sedikit melirik ke arah pakaian Elise yang kotor karena noda merah. Tampilan Elise terlihat berantakan. Namun, dia tetap tenang, seolah tidak terlalu terpengaruh dengan kejadian itu.Mobil berhenti di tempat yang cukup terang. Beberapa toko berjejer di sepanjang jalan, suasananya terasa lebih tenang, jauh dari keramaian acara tadi. "Tunggu di sini."Tanpa menunggu jawaban Elise, Reiner segera membuka pintu dan keluar dari mobil dengan langkah cepat, memasuki salah satu toko di sana. Elise duduk diam, meratapi keadaan. Hatinya dipenuhi rasa bersalah. "Memang ceroboh..."Dia menggeram pelan, memukuli kedua pahanya bergantian, sambil mengutuk dirinya sendiri. Rasa cemas menguasainya, merasa sangat tidak enak atas kekacauan yang terjadi.Hingga pintu mobil kembali terbuka, membuat Elise terkejut. Reiner masuk kembali ke mobil, kali ini membawa sebuah paper bag yang masih belum diketahui isinya. Dia melemparkan pape
last updateLast Updated : 2024-12-29
Read more

Bagian 33

"Maaf, Tuan, saya mengacaukan acara Tuan."Reiner hanya menoleh sekilas, sedikit melirik ke arah pakaian Elise yang kotor karena noda merah. Tampilan Elise terlihat berantakan. Namun, dia tetap tenang, seolah tidak terlalu terpengaruh dengan kejadian itu.Mobil berhenti di tempat yang cukup terang. Beberapa toko berjejer di sepanjang jalan, suasananya terasa lebih tenang, jauh dari keramaian acara tadi. "Tunggu di sini."Tanpa menunggu jawaban Elise, Reiner segera membuka pintu dan keluar dari mobil dengan langkah cepat, memasuki salah satu toko di sana. Elise duduk diam, meratapi keadaan. Hatinya dipenuhi rasa bersalah. "Memang ceroboh..."Dia menggeram pelan, memukuli kedua pahanya bergantian, sambil mengutuk dirinya sendiri. Rasa cemas menguasainya, merasa sangat tidak enak atas kekacauan yang terjadi.Hingga pintu mobil kembali terbuka, membuat Elise terkejut. Reiner masuk kembali ke mobil, kali ini membawa sebuah paper bag yang masih belum diketahui isinya. Dia melemparkan pape
last updateLast Updated : 2024-12-31
Read more

Bagian 34

Elise terbangun dengan perasaan aneh. Tangannya, yang masih setengah sadar, menyentuh sesuatu yang terasa hangat, berotot, dan berbulu tipis. Dia menelan ludah, pikirannya langsung melayang ke berbagai skenario yang terlalu menakutkan untuk dipikirkan.“Apa ini… bantal?” gumamnya pelan, mencoba mencari penjelasan masuk akal.Namun, ketika matanya perlahan terbuka, Elise nyaris melompat. Bukan bantal yang ia sentuh, melainkan lengan Reiner yang terlihat kokoh dan tidak kalah gagah dari yang sering dia lihat di drama televisi. Pria itu masih terlelap, wajahnya terlihat tenang dengan rambut sedikit berantakan yang justru membuatnya tampak lebih… menarik.Panik mulai merayap di tubuh Elise. Dia buru-buru menarik tangannya dari lengan Reiner seperti disentrum listrik. Apa ini terjadi baru saja? Atau semalam? Pikiran Elise berputar-putar tanpa jawaban pasti.Dia menatap ke arah Reiner lagi, memastikan pria itu masih tertidur. Dengan gerakan hati-hati, Elise turun dari ranjang. Tangannya sib
last updateLast Updated : 2024-12-31
Read more

Bagian 35

Sore itu, panggilan mendadak dari Nyonya Barbra membuat Elise sedikit terkejut. Dia tengah membereskan vas bunga di ruang tamu ketika salah satu pelayan menyampaikan pesan. "Nyonya Barbra ingin kau ke kamarnya sekarang," kata Sofia singkat.Elise mengangguk patuh, namun hatinya mulai gelisah. Ia melangkah menuju lorong panjang di sisi lain rumah utama, tempat kamar Nyonya Barbra berada. Saat melewati Greta yang sedang mengelap rak di salah satu sudut, Elise merasakan tatapan tajam di punggungnya."Semangat, Elise," suara Greta terdengar, penuh sarkasme. Elise hanya menunduk, enggan meladeni.Setibanya di depan pintu kamar Nyonya Barbra, Elise berhenti sejenak. Ia menarik napas panjang, mencoba menenangkan diri. Tidak ada yang perlu ditakuti. Aku tidak melakukan kesalahan, pikirnya.Ketukan pelan di pintu kayu disambut dengan suara tegas dari dalam. "Masuk."Elise membuka pintu perlahan dan melangkah masuk. Di dalam, Nyonya Barbra duduk di sebuah kursi besar dengan tangan terlipat di d
last updateLast Updated : 2024-12-31
Read more

Bagian 36

Sore itu, hujan rintik-rintik membasahi kaca besar di ruang tamu keluarga Tuan Gale. Barbra sibuk memeriksa dekorasi meja tamu, memastikan bunga di vas tertata sempurna. Greta berdiri di dekat pintu, memegang nampan berisi teh yang baru saja disiapkan.Barbra melirik jam dinding, wajahnya terlihat tegang."Eva seharusnya sudah sampai. Greta, pastikan dia tidak kehujanan saat turun dari mobil." Kata Barbra."Baik, Nyonya."Barbra berjalan ke arah Gale yang duduk membaca koran di kursi berlapis kulit. Dia menutup korannya perlahan, mendongak dengan ekspresi lelah saat Barbra mulai bicara."Suamiku, kau harus bicara dengan Reiner nanti. Aku ingin dia benar-benar serius dengan Eva."Gale menghela napas, "Barbra, Reiner bukan anak kecil lagi. Kau tahu dia tidak suka dipaksa.""Itu karena dia keras kepala, seperti ayahnya. Tapi aku tahu apa yang terbaik untuk keluarga ini. Eva adalah pilihan yang tepat, aku tidak mau pengganggu datang--'Barbra menghentikan kalimatnya saat mendengar langkah
last updateLast Updated : 2025-01-01
Read more

Bagian 37

Langit sore tampak mendung ketika Elise tiba di rumah kecil yang sudah lama tidak ia kunjungi. Begitu Elise mengetuk pintu, terdengar suara langkah kecil yang berlari terburu-buru dari dalam. Pintu terbuka dengan cepat, dan Lily, adik perempuannya yang baru berumur sepuluh tahun, muncul dengan mata berbinar."Kak Elise!"Lily langsung memeluk Elise erat, tangisnya pecah di bahu sang kakak. Elise balas memeluk adiknya, mengusap rambutnya lembut, berusaha menahan air mata yang mulai membasahi pelupuk mata."Lily, kakak datang. Jangan menangis, ya."Namun suara Elise bergetar, terbawa emosi. Ia melepaskan pelukan, menggandeng tangan Lily masuk ke rumah."Yuk masuk, kita ngobrol di dalam."Di ruang tamu yang sederhana, Elise membuka tasnya, mengeluarkan beberapa oleh-oleh. Mata Lily berbinar lagi ketika melihat cokelat dan buku cerita baru."Kak Elise selalu tahu apa yang aku suka!""Tentu saja, Kakak kan sering memikirkanmu. Maaf, kakak baru bisa berkunjung."Namun suasana hangat itu ter
last updateLast Updated : 2025-01-01
Read more

Bagian 38

Langkah hak tinggi Barbra terdengar menggema di lorong sempit yang dipenuhi aroma pembersih lantai. Elise, yang baru saja keluar dari kamar mandi dengan jubah handuk, hampir menjatuhkan handuk kecil yang ia bawa ketika melihat sosok anggun namun penuh tekanan itu berdiri di depannya."Nyo-nyonya Barbra?" Elise berujar dengan nada gemetar. Pandangannya langsung menunduk, mencoba menghindari tatapan menusuk Barbra.Barbra menatap sekeliling dengan ekspresi jijik, seperti seorang ratu yang tersesat di perkampungan kumuh. Kalau bukan karena terpaksa, Barbra bersumpah tidak akan menginjakkan kaki di sini."Memang hebat kau, Elise. Tampangmu ini sangat meyakinkan."Elise mengangkat wajahnya sedikit, masih diliputi rasa takut dan bingung. "Maaf, Nyonya... apa maksud Nyonya? Saya tidak paham."Barbra mendengus, ekspresinya seperti harimau yang hendak menerkam mangsanya. "Apa yang kau rencanakan, Elise? Haruskah aku memperingatkanmu lebih tegas?"Elise menggeleng buru-buru, tangannya gemetar m
last updateLast Updated : 2025-01-01
Read more

Bagian 39

Elise berjongkok di tepi kolam, mengangkat daun-daun kering dengan jaring pembersih. Sesekali, dia mendesah pelan. Suara air yang beriak di bawah kakinya terdengar menenangkan, tetapi pikirannya terusik."Dasar Greta, selalu saja merasa lebih dari yang lain," gumam Elise, suaranya pelan tetapi cukup terdengar di antara gemerisik angin. "Dan Nyonya Barbra? Huh, bukannya memberikan arahan yang baik, malah mengirimku membersihkan kolam. Apa dia tidak tahu, ini pekerjaan siang hari, bukan pagi-pagi seperti ini."Bibir Elise mengerucut, ekspresinya penuh protes. Dia mengaduk air dengan jaring, membuat gelembung-gelembung kecil muncul di permukaan. "Memangnya aku ini apa? Robot? Pelayan memang pelayan, tapi tidak harus dihina juga. Kalau mereka pikir aku mau mencari perhatian, mereka salah besar!"Sementara Elise terus mengoceh sendiri, dia tidak sadar bahwa dari balik dinding kaca di lantai atas, sepasang mata memperhatikannya dengan seksama. Reiner berdiri tegak, satu tangannya menyelip d
last updateLast Updated : 2025-01-01
Read more

Bagian 40

Elise berjalan cepat menuju halaman depan setelah berhasil membersihkan diri dengan tergesa-gesa. Wajahnya masih terlihat basah, rambutnya yang belum benar-benar kering diikat seadanya ke belakang, dan seragamnya kini tampak lebih rapi meski kerutan samar masih terlihat di bagian lengan.Saat mendekati mobil hitam yang terparkir, Elise melihat Reiner sedang berdiri di sisi kendaraan dengan tangan bersilang di dada. Ekspresinya datar, tapi dagunya sedikit terangkat, menambah kesan arogan yang begitu khas.“Lama sekali,” gumam Reiner sambil melirik arlojinya.Elise menelan ludah, menghentikan langkahnya dengan kaki gemetar. “Saya minta maaf, Tuan. Saya segera ke sini setelah--”“Buka pintu.”Suaranya datar, perintah itu keluar tanpa nada amarah, tapi cukup untuk memotong penjelasan Elise. Gadis itu terdiam sejenak, merasa ucapan itu terlalu sederhana untuk usaha keras yang baru saja dilakukannya. Namun, dia tahu tidak ada gunanya berdebat.Elise mengangguk, lalu melangkah ke sisi mobil
last updateLast Updated : 2025-01-01
Read more
PREV
1234568
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status