Semua Bab Jeratan Tuan Reiner: Bab 11 - Bab 20

76 Bab

Bagian 11

Para pelayan sibuk dengan tugas masing-masing, sementara di ruang tamu, Barbra sedang menikmati teh sore di meja kecil berukir elegan. Suara langkah sepatu hak tinggi yang mendekat segera menarik perhatian semua orang.Eva muncul dengan anggun, mengenakan dress pastel berpotongan sederhana namun tetap memancarkan aura kemewahan. Rambut panjangnya yang bergelombang tergerai rapi, dan senyum manis menghiasi wajah ovalnya. Namun, di balik senyum itu, ada rasa percaya diri yang nyaris menyerupai kesombongan.“Tante Barbra, sayang,” sapanya sambil mendekati ibu Reiner. “Kukira sore ini akan membosankan, tapi ternyata aku punya alasan untuk berkunjung.”Barbra tersenyum kecil, menyesap tehnya sebelum menjawab, “Eva, sayangku. Selalu menyenangkan melihatmu. Apa yang membawamu ke sini?”Eva meletakkan kantong belanja di meja samping, penuh dengan berbagai oleh-oleh mahal. “Aku hanya ingin berbagi sedikit hadiah untukmu, Om Gale, dan bahkan para pelayan. Sudah lama aku tidak mampir.”Barbra te
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-24
Baca selengkapnya

Bagian 12

Elise membawa gelas kosong keluar dari kamar Reiner. Langkahnya pelan, berusaha tidak menarik perhatian siapa pun, namun suara langkahnya di lantai kayu tetap terdengar samar. Setibanya di dapur, ia langsung meletakkan gelas di wastafel dan mulai mencuci beberapa piring serta gelas kotor yang tertumpuk.Ruang makan di sebelah dapur tampak sepi. Namun, keheningan itu tidak berlangsung lama. Elise menyadari seseorang masuk ke dapur dengan langkah santai. Ia tidak perlu menoleh untuk tahu siapa itu—aroma parfum yang lembut namun mewah sudah memberinya jawaban. Eva."Elise, ya?" suara Eva terdengar ramah, hampir terlalu ramah. Elise menoleh sejenak, hanya untuk mengangguk sopan.Eva duduk di kursi ruang makan, mengambil selembar roti tawar dari keranjang di atas meja, lalu mulai mengoleskan selai stroberi dengan gerakan lambat."Sudah lama bekerja di sini?" tanyanya tanpa melihat Elise, seolah-olah pertanyaan itu hanya basa-basi.Elise, yang terus mencuci piring, menjawab singkat, "Belum
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-24
Baca selengkapnya

Bagian 13

Langit pagi memancarkan cahaya lembut melalui tirai jendela yang sedikit terbuka, memberikan kesan hangat pada kamar Reiner. Elise bergerak dengan hati-hati, membersihkan kamar yang luas itu. Dengan tangan terampil, ia mengganti pengharum ruangan, mengelap meja kecil, dan menyiapkan pakaian untuk Reiner di atas sofa. Earphone yang terselip di telinganya membuatnya sesekali menggoyangkan kepala mengikuti irama lagu yang ia dengarkan, tanpa sadar tubuhnya meliuk dengan santai.Di atas ranjang, Reiner membuka matanya perlahan. Ia telah bangun beberapa saat sebelumnya, tetapi memilih tetap diam, memperhatikan gerakan Elise. Sebuah seringai muncul di wajahnya saat melihat pelayan itu bekerja dengan ekspresi serius yang, entah bagaimana, tampak menggemaskan. Elise, tanpa menyadari bahwa dirinya tengah diawasi, bergumam kecil."Kenapa harus bekerja di kamar orang yang masih tidur? Aneh sekali aturannya..." suaranya lirih, tetapi cukup jelas untuk didengar oleh Reiner."Aku tidak keberatan,"
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-25
Baca selengkapnya

Bagian 14

Elise sedang mengelap meja dapur masih sambil berbicara dengan Will, yang baru saja selesai membawa bahan makanan ke pantry. Mereka berbicara ringan, membahas rutinitas di rumah besar itu. Elise tersenyum kecil mendengar lelucon Will, meskipun dia tetap menjaga agar fokus pada pekerjaannya.“Jadi, kau sudah mulai terbiasa di sini?” tanya Will sambil bersandar di dinding, melihat Elise dengan penuh rasa ingin tahu.Elise mengangguk kecil. “Ya, walaupun ada beberapa hal yang masih harus kupelajari.”Will menyeringai. “Bagus. Tapi hati-hati, rumah ini penuh dengan aturan tak tertulis. Jangan sampai salah langkah, terutama dengan…”Sebelum Will menyelesaikan kalimatnya, terdengar suara lantang dari arah tangga. “Elise!”Suara berat Reiner menggema, membuat Elise spontan berhenti bergerak. Para pelayan yang berada di dapur langsung menoleh, saling berbisik dengan tatapan penuh arti.“Lagi-lagi dia memanggil Elise,” bisik seorang pelayan muda pada rekannya. “Apa sebenarnya yang terjadi?”“K
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-25
Baca selengkapnya

Bagian 15

Malam semakin larut, dan Elise menahan napas saat berdiri di depan pintu kamar Reiner yang setengah terbuka. Cahaya lampu redup dari dalam membuat ruangan itu terlihat semakin megah sekaligus menyeramkan. Namun, dia tidak punya pilihan lain. Alat pemutar musik milik adiknya, Lily, mungkin terjatuh di kamar ini saat dia merapikan ruangan tadi pagi. Itu barang yang penting, dan dia tidak bisa pulang tanpa menemukannya.Elise melangkah masuk dengan hati-hati, hampir tanpa suara. Jantungnya berdegup kencang, seolah memberontak dari dadanya. Matanya menyapu ruangan yang sunyi, sementara kakinya bergerak pelan menuju area dekat keranjang pakaian kotor. Tidak ada apa-apa di sana. Dengan frustrasi, Elise mulai mencari di sudut lain, memeriksa meja kecil di dekat tempat tidur, dan rak buku tinggi di sisi ruangan.Langkahnya terhenti saat sebuah benda jatuh dari salah satu rak. Selembar foto usang melayang perlahan ke lantai, tepat di kakinya. Elise meraih foto itu dengan ragu, lalu membalikkan
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-25
Baca selengkapnya

Bagian 16

Setelah menyelesaikan makan malam sederhana dengan adiknya, Lily, Elise duduk di kursi tua di teras rumah mereka. Hujan masih turun dengan lembut, menciptakan simfoni alam yang menenangkan, meski pikirannya penuh dengan hal-hal yang tidak terjawab.Elise memandang jalanan yang basah, mencoba meredakan ketegangan yang masih terasa sejak kejadian di kamar Reiner. Namun, rasa penasaran kembali menghantui pikirannya."Kenapa semua pelayan selalu berhenti bekerja di rumah itu?" Elise bergumam pelan, hampir seperti bicara pada dirinya sendiri.Selama bekerja, dia sering mendengar cerita dari pelayan lain. Rumah besar itu, meski megah, seperti memiliki atmosfer yang membuat orang-orang merasa tertekan. Beberapa menyebut nama Reiner dengan nada takut, yang lainnya hanya menggelengkan kepala ketika ditanya soal keluarga tersebut. Bahkan Will, yang biasanya ramah, tampak sangat berhati-hati jika bicara tentang majikannya.Elise mengingat kembali salah satu pembicaraan para pelayan di dapur. Sal
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-26
Baca selengkapnya

Bagian 17

Pagi itu, Elise berusaha menenangkan pikirannya, berusaha meredakan rasa lelah yang masih mengendap di tubuhnya setelah malam yang panjang. Ruang kerja Tuan Abraham terasa lebih sunyi dari biasanya, hanya suara sikatnya yang terdengar saat ia membersihkan rak-rak buku yang tak terjamah debu. Namun, saat memasuki bagian ruangan yang lebih jauh, ia mendengar suara percakapan yang datang dari kantor Tuan Abraham—suara pria yang dikenal, namun ada ketegangan yang terasa di udara.Tuan Abraham dan Reiner, keduanya terlibat dalam percakapan yang cukup serius. Elise berhenti sejenak, hati-hati mendekati pintu untuk mendengarkan lebih jelas."…mengapa kau masih terus berulang kali mengungkit masalah itu? Apa kau pikir kakek tidak tahu?" suara Abraham terdengar tegas, disertai suara kursi yang bergerak."Aku cuma ingin agar ini beres." Reiner, dengan nada yang jauh lebih dingin, menjawab. "Kita sudah tahu apa yang terjadi pada pengiriman itu. Aku sudah memeriksa semuanya. Tapi ada yang aneh—ad
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-26
Baca selengkapnya

Bagian 18

Reiner duduk di depan meja besar di kamarnya, matanya kosong menatap dokumen-dokumen yang berserakan di atasnya. Pikiran-pikirannya melayang, kembali pada percakapan yang baru saja terjadi dengan kakek dan ayahnya. Nama Padma Lawrent kembali terngiang di kepalanya—wanita itu, wajah cantiknya yang pernah mengisi ruang hatinya, muncul begitu saja, seperti bayangan yang sulit dihapus. Lima tahun telah berlalu, namun kenangan itu seakan tak pernah benar-benar pergi.Dia menghela napas panjang, berusaha menyingkirkan perasaan yang kian mengganggu. Suasana hening di kamarnya hanya terdengar oleh bunyi detakan jam di dinding. Namun, ada sesuatu yang tidak bisa dia hindari. Sesuatu yang lebih besar dari sekadar kenangan. Pengiriman minyak yang menghilang, informasi yang terus datang, dan keraguan yang mulai mengganggu benaknya. Apakah ini ada hubungannya dengan Padma? Dengan keluarganya? Dengan apa yang sudah terjadi?“Tuan, kenapa masih melamun?” suara Danny menginterupsi lamunan itu, menega
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-26
Baca selengkapnya

Bagian 19

Malam telah larut, namun jalanan masih ramai dengan kendaraan yang berlalu-lalang. Reiner berjalan di trotoar, tangan dimasukkan ke dalam saku jasnya, langkahnya berat setelah beberapa gelas alkohol yang diminumnya. Meski wajahnya tetap dingin, pikirannya dipenuhi oleh nama yang baru saja disebutkan Eva.Eva, mengenakan gaun merah mencolok yang pas dengan tubuhnya, berusaha mengimbangi langkah Reiner yang lebih panjang darinya. Sepatu hak tinggi yang ia kenakan berbunyi di atas trotoar, menambah nuansa canggung pada keheningan di antara mereka.“Reiner,” panggil Eva, dengan nada manja, mencoba menarik perhatiannya.Reiner hanya mendengus, tidak memperlambat langkahnya.“Apa benar yang aku dengar tadi?” Eva melanjutkan, “Padma. Siapa dia? Wanita yang pernah kau cintai?”Langkah Reiner terhenti. Dia berbalik, menatap Eva dengan sorot mata tajam yang cukup untuk membuat siapa pun merasa kecil. Tapi Eva tetap berdiri, tidak mundur.“Jangan sebut namanya lagi,” kata Reiner dengan nada rend
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-26
Baca selengkapnya

Bagian 20

Baru saja memasuki jalan sempit yang gelap menuju kediaman Elise, ponsel Reiner bergetar. Nama Danny muncul di layar, dan tanpa ragu, Reiner menekan tombol hijau.“Aku punya kabar soal mobil pengangkut minyak itu,” suara Danny terdengar terburu-buru.Reiner langsung menggenggam setir lebih erat. “Apa? Sudah ketemu?”“Tidak bisa dijelaskan sekarang. Kita harus bicara langsung. Tapi... ini besar, Rin. Sangat besar.”Reiner terdiam sejenak, lalu menutup panggilan tanpa menanggapi lebih lanjut. Matanya menatap jalanan sempit di depan, tetapi pikirannya sudah dipenuhi kemungkinan-kemungkinan buruk.“Elise, keluar sebentar,” katanya begitu mereka tiba di depan rumah Elise.DialogElise mengernyit, ragu-ragu mengikuti perintahnya. “Apa yang terjadi? Kenapa wajahmu tegang seperti itu?”Reiner mendesah, tidak sabar. “Ini bukan urusanmu. Turun sekarang.”Elise membuka pintu dengan ragu, tetapi sebelum dia bisa melangkah jauh, Reiner memanggilnya lagi.“Elise, ke sini sebentar.”Dia mendekat, da
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-26
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
8
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status