Home / Romansa / Diam-Diam Menikmati / Chapter 31 - Chapter 40

All Chapters of Diam-Diam Menikmati : Chapter 31 - Chapter 40

84 Chapters

Bab 31 Kembali ke pulau

"Kau bilang aku akan menunggumu sampai kau selesai dengan semua pekerjaan," ucap Luna saat ia sudah selesai mengemasi beberapa barang yang Jacob belikan. Sementara Jacob duduk di tempat tidur, melihat ke arah Luna sambil melipat kedua tangannya di perut. "Aku masih lama disini, sementara kau pasti bosan tinggal sendirian di apartemen sepanjang hari. Jika sampai kau sakit lagi, tak ada yang tau hal itu nantinya." Jacob tersenyum tipis, "Omong-omong, sepertinya kau sekarang suka berada di dekatku. Apa kau mulai nyaman tinggal bersamaku?" godanya. Seketika Luna mengalihkan pandangan, membelakangi Jacob dan pura-pura merapikan kembali beberapa buku serta mainan bricks ke dalam tasnya. Ia terlihat seperti anak kecil yang akan pergi liburan. Namun, wajah Luna terasa hangat. Semburat merah menghiasi wajahnya, ia juga tidak mengerti kenapa akhir-akhir ini di dekat Jacob terasa berbeda, bahkan semalam, saat pria itu menyentuh area feminimnya, ia tidak menolak. Tanpa sadar Luna menggigit bi
last updateLast Updated : 2025-01-02
Read more

Bab 32 Mulai membayangkan

Setelah dua jam lebih mengudara, akhirnya helikopter mendarat di pulau. Suasana yang Luna rindukan segera menyapa, itu turun dari helikopter membawa serta tasnya yang berukuran cukup besar. Tanpa menunggu waktu lebih lama, ia segera masuk ke dalam rumah. "Ibu!" serunya. Maci yang tengah berada di dapur menoleh, bibirnya tersenyum melihat kebahagiaan terpancar di wajah Luna. "Bagaimana pengalamanmu setelah lama tidak menginjakkan kaki di kota?" Luna meletakkan tasnya di kursi lalu melihat pekerjaan Maci yang sedang mengupas apel. "Masih tidak ada bedanya seperti dulu, aku belum bisa melupakan mereka. Sialnya saat aku memberanikan diri keluar, aku bertemu dengan salah satu dari mereka." "Apa ada kalimat yang dia ucapkan sampai membuatmu teringat kembali dengan masa lalumu?" Luna mengangguk, dan Maci tau ia tidak perlu lagi bertanya. "Jadi, bagaimana Tuan Muda menjagamu selama di kota?" tanyanya mengalihkan pembicaraan. Bibir Luna mengerucut. "Tuan pemburu itu sangat sibuk, setiap h
last updateLast Updated : 2025-01-02
Read more

Bab 33 Mimpi atau bukan

Musim panas berlalu dengan kehangatan yang perlahan memudar, digantikan oleh sejuknya musim gugur. Pepohonan di pulau mulai berubah warna, menghadirkan gradasi indah dari kuning, jingga, hingga merah menyala. Namun, angin yang membawa dedaunan kering juga menyebarkan kesunyian yang terkadang terasa menakutkan. Langkah Luna menyusuri hutan kecil di dekat rumah, matanya mengamati tumpukan dedaunan yang berguguran di sepanjang jalan setapak. Meskipun pemandangan itu menenangkan, ia tak bisa menghilangkan rasa was-was, terutama dengan kemungkinan ada ular yang bersembunyi di bawah dedaunan. "Luna!" Suara Maci memanggilnya dari kejauhan, memecah keheningan. Luna langsung keluar dari hutan dengan sedikit berlari. Maci melambai ke arahnya, berdiri di kebun belakang dengan keranjang besar di tangan. "Kemarilah, bantu aku memetik anggur yang tersisa dari musim panas," kata Maci sambil tersenyum. Luna menuruti ajakan itu. Ketika mereka sibuk memetik anggur, Luna tiba-tiba bertanya, "Bu, apa
last updateLast Updated : 2025-01-02
Read more

Bab 34 Jacob kembali

Di bawah rindangnya pohon apel, Luna duduk bersandar sambil memetik buah yang tergantung rendah, begitu dekat hingga ia hanya perlu mengulurkan tangan. Ia menggigit apel itu perlahan, pandangannya kosong menatap hamparan rumput hijau di depannya. Pikiran gadis itu melayang, mencoba memahami mimpi aneh yang terus mengganggunya beberapa malam terakhir. "Apa yang salah denganku? Kenapa aku memimpikan hal-hal aneh seperti itu?" gumamnya pelan. "Bahkan semalam, mimpi itu terasa begitu nyata." Ia menggigit apel lagi, mencoba mengalihkan pikirannya. Tapi rasa cemas yang samar tetap menggelayut di benaknya. Luna menggelengkan kepala, berusaha mengusir pikiran itu. "Tidak, lupakan saja. Tuan pemburu kelinci itu pasti tidak melakukan hal seperti itu. Lagipula, dia datang pukul tiga pagi. Dia pasti langsung tidur karena lelah," ujarnya, mencoba meyakinkan dirinya sendiri. Namun, sebelum ia bisa benar-benar tenggelam dalam lamunannya, suara jeritan melengking dari arah kebun terdengar. Suara it
last updateLast Updated : 2025-01-03
Read more

Bab 35 Mulai beraksi

Suara gemericik air yang tenang membuat Luna dan Jacob mengambang di atas air dengan santai, di atas mereka terlihat langit biru yang cerah. Tak ada yang saling bicara, hanya suara air mengalir dan juga gesekan antara ranting dan dedaunan. "Jika kau diberi sebuah kesempatan memilih apapun yang kamu inginkan, apa yang akan kau minta?" tanya Jacob membuka obrolan. Luna memainkan air dengan kakinya, "Entahlah, sepertinya aku tidak punya keinginan apapun." "Itu tidak mungkin, setiap manusia pasti punya keinginan yang sangat dia inginkan." sahut Jacob. Luna tersenyum samar, matanya terpejam. Seandainya ia punya kesempatan untuk menginginkan sesuatu, ia akan meminta kehidupan tanpa rasa takut. Tapi itu mustahil, karena bertemu dengan salah satu dari mereka saja sudah membuat Luna sangat ketakutan. "Mengapa kau ingin tau?" Luna balik bertanya. Jacob menoleh, akhirnya ia menenggelamkan setengah tubuhnya ke dalam air dan menatap Luna yang masih mengapung di depannya. "Apa itu tidak
last updateLast Updated : 2025-01-03
Read more

Bab 36 Menikmati

Deru nafas Luna memburu setelah ia berhasil keluar dari hutan, perasaannya masih di selimuti oleh kalimat Jacob. Jadi, semalam yang ia rasakan itu bukan mimpi? Pria itu ... dia ... Luna bahkan tak bisa menjelaskannya seperti apa. Setelah mengenakan pakaian yang tadi ia lepas, Luna berjalan masuk ke dalam rumah, tapi suasana sangat sepi. Luna pun menuju area belakang, dan di sana para pelayan terlihat berkumpul bersama, mereka berjumlah enam orang dan lima diantaranya adalah perempuan berusia empat puluh tahun ke atas. Sementara satu diantara mereka ada seorang pria berusia sekitar empat puluh enam tahun, dialah orang yang bertugas dalam penataan lokasi pertanian serta memastikan area taman tetap rapi. "Sekarang aku tidak tau lagi harus bagaimana, percuma aku lari karena lokasi ini adalah milik pria itu." batin Luna, akhirnya ia memilih untuk tidak mendekati para pelayan dan memilih tujuan lain. Di pinggir pasir putih yang lembut, Luna duduk di atas bebatuan. Debaran dadanya masih s
last updateLast Updated : 2025-01-04
Read more

Bab 37 Menggali informasi

Sepanjang malam, Luna tidak bisa tidur hingga akhirnya matahari mulai muncul. Buru-buru ia keluar dari kamar, memastikan bahwa Jacob belum bangun. "Luna, kau mau kemana?" tanya Maci yang sedang menyiapkan sarapan. Dengan tergesa gesa, Luna mengikat rambutnya yang mulai terlihat panjang sebelum gadis itu meraih jaring dan juga wadah untuk hasil tangkapan udangnya nanti. "Aku akan mencari udang air tawar, jika nanti Tuan pemburu kelinci itu mencariku, ibu jangan beritahu dia kemana aku pergi." Setelahnya, Maci melihat Luna berlari keluar rumah menuju aliran sungai tempat udang-udang itu berada. Maci cuman bisa menggelengkan kepala, tapi tak berselang lama, Jacob muncul dan duduk di salah satu kursi meja makan. Maci meletakkan sarapan kesukaan Jacob, pria itu menyantap dengan santai. Tanpa melihat ke arah Maci, dia bertanya. "Dimana Luna, apa dia sudah keluar dari kamarnya?" "Dia sudah keluar dari rumah beberapa saat lalu, Tuan." jawab Maci. "Kemana dia pergi?" tanyanya, Maci hanya
last updateLast Updated : 2025-01-04
Read more

Bab 38 Hampir kelepasan 

Luna bingung apakah ia harus mengunci pintu kamarnya atau tidak, kalau ia tidak menguncinya maka Jacob akan masuk, sementara jika ia kunci, Jacob mungkin saja akan mendobraknya. Pria itu akan tetap masuk bagaimanapun caranya, dan saat Luna sedang kebingungan di depan pintu, tiba-tiba saja benda itu terbuka sehingga memaksanya mundur beberapa langkah. Matanya membelalak melihat Jacob masuk tanpa permisi, tapi bukan itu yang membuatnya panik, melainkan hal yang lain. "Ternyata kau sudah menungguku, apa kau sudah tidak sabar aku melakukannya padamu?" goda Jacob. "A.apa? Tidak, aku tidak sedang menunggumu." Jacob menyeringai, berjalan mendekati Luna yang terus mundur. Tapi gadis itu justru tak bisa mundur lagi karena belakangnya sudah dinding, tangan Jacob menaikkan dagu Luna. "Kau masih saja munafik, Luna. Kau menyukainya, tapi kau berusaha menolaknya. Haruskah aku mengajarimu cara yang lebih berani, agar kamu tau bahwa kita bisa melakukan sesuatu yang lebih baik lagi?" Tatapan mata
last updateLast Updated : 2025-01-04
Read more

Bab 39 Mulai terkontaminasi 

Perasaan malu seolah menghilang dari pikiran Luna, ia terbaring lemas setelah kepuasan yang ia dapatkan. Dengan perlahan, akhirnya Jacob melepaskan ikatan tangan. Luna tidak memukul, atau melakukan pemberontakan. Ia pasrah saat Jacob tiba-tiba menggendongnya, ia terlalu lemas untuk melawan. Kini, di dalam gendongan pria itu, Luna dapat melihat wajah Jacob dengan jelas di bawah sinar rembulan. "Kenapa kau lakukan hal itu padaku?" tanya Luna, suaranya lirih ia ingin agar Jacob segera menjawabnya. Jacob menunduk, menatapnya sekilas sambil berjalan. "Kau akan menjadi penghuni tetap di pulau ini, tapi aku yang bebas memutuskan hal itu nantinya." "Apa maksudmu?" "Luna, masih banyak hal yang belum kau ketahui tentang dunia dewasa. Caraku mengajarimu memang keterlaluan, aku tau itu. Kau perlu memahami situasi, kau bisa melawan dengan sekuat tenagamu agar orang lain tak dapat menyentuhmu." ucap Jacob. Luna menghembuskan nafas, "Bagaimana aku bisa melawanmu, kau mengikat tangan dan menahan
last updateLast Updated : 2025-01-04
Read more

Bab 40 Menunggu Jacob datang

Tidak terasa satu bulan telah berlalu, musim gugur hampir usai dan pepohonan telah kehilangan daunnya. Luna duduk di pinggir sungai, mencari udang air tawar, tapi tidak ada. Entah kemana para udang air tawar itu saat cuaca dingin tiba. Karena tidak melihat adanya pergerakan udang air tawar, Luna kembali ke rumah. Beberapa pelayan terlihat memasukkan kayu bakar untuk persiapan musim dingin nanti, meskipun di pulau itu sangat jarang turun salju, hanya udara yang semakin dingin. "Luna, apa persediaan kayu bakar di ruang utama masih ada?" seru Maci. "Aku akan lihat sebentar, Bu!" Luna bergegas masuk ke dalam rumah, namun persediaan kayu bakar hanya sedikit, ia pun keluar untuk membawa masuk kayu bakar sebagai persiapan. Kesibukannya itu selesai saat sore hari, Luna merapatkan jaket dan berdiri menghadap halaman pendaratan helikopter dari kejauhan. Sudah sebulan lebih sejak Jacob pergi, mendadak saja Luna merasa seperti ada yang kurang. Perlahan ia mulai menyadari bahwa keberadaan Jaco
last updateLast Updated : 2025-01-05
Read more
PREV
1234569
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status