All Chapters of Gairah Panas Suami (Pura-pura) Buta: Chapter 151 - Chapter 160

188 Chapters

Bab 151

Azura berlarian ke sana ke mari. Mencari keberadaan Emily yang tak kunjung ia temukan keberadaannya. Gedung lima lantai itu telah satu persatu Azura telusuri, kakinya bahkan sampai gemetar hebat, namun Emily masih belum diketemukan. “Emily!” panggil Azura frustrasi. Padahal, Azura juga sudah meminta bantuan penjaga pusat belanja. Hasilnya tetap nihil. Tidak ada pilihan lain, Azura harus siap menerima resiko dari kelalaiannya. Ia menghubungi William. Namun, panggilan telepon darinya juga tak dapat terhubung. Mungkin William masih di pesawat. “Ya ampun!” Azura menangis. Akhirnya, dia berlari keluar gedung, kembali mencari keberadaan Emily. Wanita itu benar-benar tidak ingin menyerah, terus berteriak memanggil Emily. Berharap sahabatnya itu diketemukan. Sudah satu jam, Azura hampir menyerah. Dia memutuskan mendatang
last updateLast Updated : 2025-03-02
Read more

Bab 152

William berdiri di ruang tamu megah milik Nyonya Besar, matanya menyala penuh amarah yang seolah memuncak. Tangannya mengepal di sisi tubuhnya, berusaha menahan diri agar tidak menghancurkan sesuatu. Tapi kesabarannya sudah benar-benar habis. “Di mana Emily? Katakan!” suaranya menggema di ruangan yang hening, penuh dengan kemarahan yang tertahan sejak tadi. Nyonya Besar duduk di kursinya dengan anggun, tatapannya tetap tenang meski William jelas-jelas tengah berada di ambang ledakan. Dengan suara dingin, ia berkata, “Emily pergi karena keinginannya sendiri, William. Sudah seharusnya kau menerima keputusan wanita itu.” Brak! William menggebrak meja kayu di depannya, membuat gelas teh yang belum tersentuh bergetar. “Jangan bicara seolah Nenek tidak ada hubungannya dengan ini! Aku tahu Nenek lah yang membuat Emily pergi!” Nyonya Besar menghela napas panjang sebelum mengangkat tongkatnya dan mengh
last updateLast Updated : 2025-03-02
Read more

Bab 153

William terus mengendarai mobilnya, berharap akan dapat menemukan Emily. Pencarian sudah dilakukan selama 24 jam lebih. Hasilnya masih nihil. Brak! William memukul setir kemudinya. Perasaannya tidak pernah sefrustrasi ini. “Emily, beraninya kau melakukan ini padaku?!” teriak William. “Padahal, aku rela menekan diriku untuk tidak menyakiti keluarga mu, tapi kau malah tidak tahu diri!” teriaknya. Bukk bukk bukk. William terus memukuli setir kemudi. “Ahh!!!! Bajingan!” teriaknya lagi. Tapi, beberapa detik setelahnya William terisak. “Maafkan aku, Emily. Harusnya aku lebih jujur dengan apa yang aku rasakan belakangan ini. Aku memang ingin sekali menyakiti kedua orang tuamu, tapi setiap kali melihatmu, aku takut kau akan membenciku. Maaf... sekarang aku benar-benar sudah merelakan perbuatan orang tuamu terutama Ibumu. Jadi, kumohon kembali padaku, aku mohon...” Namun, suaranya dan kalimat yan
last updateLast Updated : 2025-03-03
Read more

Bab 154

William duduk di lantai, di pojok kamarnya. Sudah dua hari pencarian Emily terus dilakukan, tapi hasilnya masih saja tetap sama. Ia pun terpaksa menuruti ucapan James yang memintanya untuk istirahat dulu. Dua hari ini William masih belum makan, tidur, bahkan minum. Jalan saja William sudah sempoyongan. Namun, kembali ke rumah membuatnya semakin merindukan Emily. Ia terus menatap tempat tidur yang biasa digunakan Emily dengannya. “Emily, apa kau benar-benar pikir aku akan melepaskan mu? Tidak. Apapun caranya, aku pasti akan menemukan mu. Baiklah... asalkan aku tahu kau pergi karena marah, aku akan sedikit lega. Tapi, aku tetap saja takut ada orang jahat dan tidak bertanggung jawab ingin merebut mu dariku,” ucap William pilu. William bangkit, ambruk di atas tempat tidur. Ada pakaian terakhir Emily yang belum di cuci. William memeluk baju itu sambil menghirup aromanya.
last updateLast Updated : 2025-03-03
Read more

Bab 155

“Ini...” Emily merasa jantungnya hampir copot saat menatap alat uji kehamilan di tangannya. Hasilnya jelas ada dua garis merah yang terang. Positif. Dia sedang hamil sekarang. “Tidak, mungkin aku salah lihat.” Tangannya gemetar, ia menggelengkan kepala, menggosok matanya berkali-kali, takut jika ini hanya ilusi atau kesalahan penglihatan terganggu. Namun, tidak peduli seberapa banyak ia mencoba meyakinkan dirinya bahwa ini mungkin hanya kesalahan, hasilnya tetap saja sama. Positif. Air matanya mulai jatuh, mengguyur pipinya yang sudah memerah sejak tadi. Isakannya tertahan, seolah-olah emosi yang meledak dalam dirinya tidak tahu harus dikeluarkan dalam bentuk apa. Ia bahagia, bahkan sangat bahagia, karena akhirnya ia benar-benar mengandung darah daging William. Namun, kebahagiaan itu bercampur dengan kesedihan yang begitu dalam. “William, andai dia tahu...” Emily tahu betapa
last updateLast Updated : 2025-03-03
Read more

Bab 156

Di kediaman Nyonya dan Tuan besar. Dua bulan telah berlalu, namun William belum melepaskan Nyonya besar untuk apa yang terjadi.Ruangan besar itu dipenuhi keheningan yang menyesakkan dada. William berdiri di depan Nyonya besar dengan tatapan penuh kebencian yang membara. Sementara itu, Tuan besar hanya bisa tertunduk lesu, wajahnya dipenuhi rasa kecewa yang dalam terhadap sikap istrinya. “Mulai hari ini, aku tidak akan pernah lagi menganggap mu sebagai Nenekku,” suara William dingin, menusuk seperti belati yang tajam. Tuan besar menghela napas berat, seolah sudah menduga kata-kata itu akan keluar. Dia sudah cukup lama mengenal cucunya itu. William bukan tipe orang yang akan marah sebentar lalu melupakan segalanya seiring waktu berjalan. Jika William sudah memutuskan sesuatu, itu berarti keputusan yang tidak akan bisa diubah. Namun, Nyonya besar tetap saja bersikap seperti biasanya. Dia duduk dengan tenang, masih memandang re
last updateLast Updated : 2025-03-04
Read more

Bab 157

Emily menyeka air matanya dengan punggung tangan, matanya tak lepas dari layar monitor yang menampilkan gambar janin kecil di dalam perutnya. Detak jantungnya yang cepat dan kuat bergema di ruangan, membuat air mata Emily semakin deras. “Selamat, Nona Emily,” ujar dokter dengan senyum hangat. “Kehamilan anda sudah memasuki usia 12 minggu. Janin Anda juga berkembang dengan baik.” Emily pun terkejut mendengar itu. “12 minggu?” Dia benar-benar tidak menyadari kehamilannya selama ini. Dia pikir mungkin baru 6 atau 7 minggu. Yah... dia bahkan tidak ingat kapan terakhir kali datang bulan, itu wajar. Bagaimanapun, beberapa bulan terakhir ini pikirannya benar-benar dipenuhi dengan bermacam-macam masalah hingga tidak ada waktu untuk memikirkan dirinya sendiri. Tapi sekarang, semuanya tentu sudah berubah. Kehidupan kecil di dalam perutnya terasa seperti mimpi meski sudah satu bulan lebih Emily mengetahuinya. Detak jan
last updateLast Updated : 2025-03-04
Read more

Bab 158

Brak! James membuka pintu kamar William dengan tergesa-gesa. Raut wajah yang khawatir nampak jelas. Seharian William tidak keluar kamar. “Tuan, anda...” James tertegun. William duduk di ujung kamar yang dibiarkan gelap. Pria itu nampak kacau balau karena pencarian Emily masih tidak membuahkan hasil. “Tuan, apa yang anda lakukan? Berhentilah, Saya mohon. Ada banyak hal yang perlu anda lakukan, jangan seperti ini terus hanya untuk wanita yang bahkan tidak menginginkan anda lagi,” ucap James yang tidak bisa menahan diri lagi. Benar. Dia merasa sangat kesal terhadap Emily. William sudah mati-matian mempertahankannya, mengabaikan perbuatan jahat orang tuanya Emily kepada pria itu, tapi masih saja Emily tidak tahu diri. James juga tahu, Emily pergi pasti karena tidak ingin William harus menanggung beban. Tapi, tetap saja semua ini salahnya Emily. Mendengar itu, William tersenyum pilu. Apapun yang dilakukannya untuk menemukan Emily rasanya percuma saja. Makin di c
last updateLast Updated : 2025-03-04
Read more

Bab 159

William kembali ke rumah. Pria itu kehilangan kata-kata sejak mendengar ucapan Tuan Xavier. Cukup lega karena Emily dalam keadaan baik-baik saja, tapi juga kesal. Emily baik, tapi dia lah yang menderita sendirian. Apakah sejak awal cuma dia seorang yang begitu menginginkan hubungan ini? Semakin memikirkannya, ia merasa terdorong dalam sebuah keputusan yang seolah mau tak mau memang harus melupakan Emily. “Emily, karena kau benar-benar bertekad meninggalkan ku, maka kau juga pasti lega, kan? Baiklah... kalau kau menginginkan semua ini, maka aku akan mengabulkannya.” Pada akhirnya, Wiliam memaksakan dirinya untuk perlahan melupakan Emily. Meski namanya dan Emily masih tetap tercatat sebagai suami istri sekalipun. Karena Emily tidak menyingung soal perceraian, artinya Emily juga belum ada niat untuk menikah atau menjalin hubungan dengan pria lain. Waktu terus berlalu, Emily dan William bertaru
last updateLast Updated : 2025-03-05
Read more

Bab 160

William duduk berseberangan dengan seorang wanita berambut pirang bergelombang yang tanpa anggun dalam balutan gaun elegan berwarna merah anggur. Di hadapannya, Anastasia tersenyum bahagia sambil mengangkat gelas sampanye, matanya berbinar penuh antusias. “Hari ini aku sangat bahagia, Sayang. Terima kasih sudah meluangkan waktu untuk merayakan ulang tahunku,” ujar Anastasia dengan nada menggoda. William hanya tersenyum tipis, mengangkat gelasnya sekedarnya sebelum meneguk sampanye itu tanpa ekspresi. Matanya dingin, tidak ada sedikitpun kehangatan di sana. Kembali mengingatkan, Anastasia adalah gadis yang pernah diselamatkan William pada saat sedang berlibur bersama dengan Emily. Anastasia datang setelah beberapa bulan kepergian Emily. Secara tidak sengaja bertemu dengan William di sebuah acara besar. Anastasia adalah putri dari pengusaha yang cukup besar. Sejak pertemuan itu, Anastasia selalu mencari alasan untuk bisa bertemu dengan W
last updateLast Updated : 2025-03-05
Read more
PREV
1
...
141516171819
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status