Azura berlarian ke sana ke mari. Mencari keberadaan Emily yang tak kunjung ia temukan keberadaannya.
Gedung lima lantai itu telah satu persatu Azura telusuri, kakinya bahkan sampai gemetar hebat, namun Emily masih belum diketemukan. โEmily!โ panggil Azura frustrasi. Padahal, Azura juga sudah meminta bantuan penjaga pusat belanja. Hasilnya tetap nihil. Tidak ada pilihan lain, Azura harus siap menerima resiko dari kelalaiannya. Ia menghubungi William. Namun, panggilan telepon darinya juga tak dapat terhubung. Mungkin William masih di pesawat. โYa ampun!โ Azura menangis. Akhirnya, dia berlari keluar gedung, kembali mencari keberadaan Emily. Wanita itu benar-benar tidak ingin menyerah, terus berteriak memanggil Emily. Berharap sahabatnya itu diketemukan. Sudah satu jam, Azura hampir menyerah. Dia memutuskan mendatangWilliam berdiri di ruang tamu megah milik Nyonya Besar, matanya menyala penuh amarah yang seolah memuncak. Tangannya mengepal di sisi tubuhnya, berusaha menahan diri agar tidak menghancurkan sesuatu. Tapi kesabarannya sudah benar-benar habis. โDi mana Emily? Katakan!โ suaranya menggema di ruangan yang hening, penuh dengan kemarahan yang tertahan sejak tadi. Nyonya Besar duduk di kursinya dengan anggun, tatapannya tetap tenang meski William jelas-jelas tengah berada di ambang ledakan. Dengan suara dingin, ia berkata, โEmily pergi karena keinginannya sendiri, William. Sudah seharusnya kau menerima keputusan wanita itu.โ Brak! William menggebrak meja kayu di depannya, membuat gelas teh yang belum tersentuh bergetar. โJangan bicara seolah Nenek tidak ada hubungannya dengan ini! Aku tahu Nenek lah yang membuat Emily pergi!โ Nyonya Besar menghela napas panjang sebelum mengangkat tongkatnya dan mengh
William terus mengendarai mobilnya, berharap akan dapat menemukan Emily. Pencarian sudah dilakukan selama 24 jam lebih. Hasilnya masih nihil. Brak! William memukul setir kemudinya. Perasaannya tidak pernah sefrustrasi ini. โEmily, beraninya kau melakukan ini padaku?!โ teriak William. โPadahal, aku rela menekan diriku untuk tidak menyakiti keluarga mu, tapi kau malah tidak tahu diri!โ teriaknya. Bukk bukk bukk. William terus memukuli setir kemudi. โAhh!!!! Bajingan!โ teriaknya lagi. Tapi, beberapa detik setelahnya William terisak. โMaafkan aku, Emily. Harusnya aku lebih jujur dengan apa yang aku rasakan belakangan ini. Aku memang ingin sekali menyakiti kedua orang tuamu, tapi setiap kali melihatmu, aku takut kau akan membenciku. Maaf... sekarang aku benar-benar sudah merelakan perbuatan orang tuamu terutama Ibumu. Jadi, kumohon kembali padaku, aku mohon...โ Namun, suaranya dan kalimat yan
William duduk di lantai, di pojok kamarnya. Sudah dua hari pencarian Emily terus dilakukan, tapi hasilnya masih saja tetap sama. Ia pun terpaksa menuruti ucapan James yang memintanya untuk istirahat dulu. Dua hari ini William masih belum makan, tidur, bahkan minum. Jalan saja William sudah sempoyongan. Namun, kembali ke rumah membuatnya semakin merindukan Emily. Ia terus menatap tempat tidur yang biasa digunakan Emily dengannya. โEmily, apa kau benar-benar pikir aku akan melepaskan mu? Tidak. Apapun caranya, aku pasti akan menemukan mu. Baiklah... asalkan aku tahu kau pergi karena marah, aku akan sedikit lega. Tapi, aku tetap saja takut ada orang jahat dan tidak bertanggung jawab ingin merebut mu dariku,โ ucap William pilu. William bangkit, ambruk di atas tempat tidur. Ada pakaian terakhir Emily yang belum di cuci. William memeluk baju itu sambil menghirup aromanya.
โIni...โ Emily merasa jantungnya hampir copot saat menatap alat uji kehamilan di tangannya. Hasilnya jelas ada dua garis merah yang terang. Positif. Dia sedang hamil sekarang. โTidak, mungkin aku salah lihat.โ Tangannya gemetar, ia menggelengkan kepala, menggosok matanya berkali-kali, takut jika ini hanya ilusi atau kesalahan penglihatan terganggu. Namun, tidak peduli seberapa banyak ia mencoba meyakinkan dirinya bahwa ini mungkin hanya kesalahan, hasilnya tetap saja sama. Positif. Air matanya mulai jatuh, mengguyur pipinya yang sudah memerah sejak tadi. Isakannya tertahan, seolah-olah emosi yang meledak dalam dirinya tidak tahu harus dikeluarkan dalam bentuk apa. Ia bahagia, bahkan sangat bahagia, karena akhirnya ia benar-benar mengandung darah daging William. Namun, kebahagiaan itu bercampur dengan kesedihan yang begitu dalam. โWilliam, andai dia tahu...โ Emily tahu betapa
Di kediaman Nyonya dan Tuan besar. Dua bulan telah berlalu, namun William belum melepaskan Nyonya besar untuk apa yang terjadi.Ruangan besar itu dipenuhi keheningan yang menyesakkan dada. William berdiri di depan Nyonya besar dengan tatapan penuh kebencian yang membara. Sementara itu, Tuan besar hanya bisa tertunduk lesu, wajahnya dipenuhi rasa kecewa yang dalam terhadap sikap istrinya. โMulai hari ini, aku tidak akan pernah lagi menganggap mu sebagai Nenekku,โ suara William dingin, menusuk seperti belati yang tajam. Tuan besar menghela napas berat, seolah sudah menduga kata-kata itu akan keluar. Dia sudah cukup lama mengenal cucunya itu. William bukan tipe orang yang akan marah sebentar lalu melupakan segalanya seiring waktu berjalan. Jika William sudah memutuskan sesuatu, itu berarti keputusan yang tidak akan bisa diubah. Namun, Nyonya besar tetap saja bersikap seperti biasanya. Dia duduk dengan tenang, masih memandang re
Emily menyeka air matanya dengan punggung tangan, matanya tak lepas dari layar monitor yang menampilkan gambar janin kecil di dalam perutnya. Detak jantungnya yang cepat dan kuat bergema di ruangan, membuat air mata Emily semakin deras. โSelamat, Nona Emily,โ ujar dokter dengan senyum hangat. โKehamilan anda sudah memasuki usia 12 minggu. Janin Anda juga berkembang dengan baik.โ Emily pun terkejut mendengar itu. โ12 minggu?โ Dia benar-benar tidak menyadari kehamilannya selama ini. Dia pikir mungkin baru 6 atau 7 minggu. Yah... dia bahkan tidak ingat kapan terakhir kali datang bulan, itu wajar. Bagaimanapun, beberapa bulan terakhir ini pikirannya benar-benar dipenuhi dengan bermacam-macam masalah hingga tidak ada waktu untuk memikirkan dirinya sendiri. Tapi sekarang, semuanya tentu sudah berubah. Kehidupan kecil di dalam perutnya terasa seperti mimpi meski sudah satu bulan lebih Emily mengetahuinya. Detak jan
Brak! James membuka pintu kamar William dengan tergesa-gesa. Raut wajah yang khawatir nampak jelas. Seharian William tidak keluar kamar. โTuan, anda...โ James tertegun. William duduk di ujung kamar yang dibiarkan gelap. Pria itu nampak kacau balau karena pencarian Emily masih tidak membuahkan hasil. โTuan, apa yang anda lakukan? Berhentilah, Saya mohon. Ada banyak hal yang perlu anda lakukan, jangan seperti ini terus hanya untuk wanita yang bahkan tidak menginginkan anda lagi,โ ucap James yang tidak bisa menahan diri lagi. Benar. Dia merasa sangat kesal terhadap Emily. William sudah mati-matian mempertahankannya, mengabaikan perbuatan jahat orang tuanya Emily kepada pria itu, tapi masih saja Emily tidak tahu diri. James juga tahu, Emily pergi pasti karena tidak ingin William harus menanggung beban. Tapi, tetap saja semua ini salahnya Emily. Mendengar itu, William tersenyum pilu. Apapun yang dilakukannya untuk menemukan Emily rasanya percuma saja. Makin di c
William kembali ke rumah. Pria itu kehilangan kata-kata sejak mendengar ucapan Tuan Xavier. Cukup lega karena Emily dalam keadaan baik-baik saja, tapi juga kesal. Emily baik, tapi dia lah yang menderita sendirian. Apakah sejak awal cuma dia seorang yang begitu menginginkan hubungan ini? Semakin memikirkannya, ia merasa terdorong dalam sebuah keputusan yang seolah mau tak mau memang harus melupakan Emily. โEmily, karena kau benar-benar bertekad meninggalkan ku, maka kau juga pasti lega, kan? Baiklah... kalau kau menginginkan semua ini, maka aku akan mengabulkannya.โ Pada akhirnya, Wiliam memaksakan dirinya untuk perlahan melupakan Emily. Meski namanya dan Emily masih tetap tercatat sebagai suami istri sekalipun. Karena Emily tidak menyingung soal perceraian, artinya Emily juga belum ada niat untuk menikah atau menjalin hubungan dengan pria lain. Waktu terus berlalu, Emily dan William bertaru
Setelah memastikan Elle tertidur lelap, Emily dan William akhirnya berbaring di tempat tidur mereka. Ruangan terasa sunyi, hanya ada suara napas mereka yang terdengar samar. Emily menggigit bibirnya, ragu-ragu sebelum akhirnya bertanya, โWilliam... apa tidak apa-apa memperlakukan Anastasia seperti itu?โWilliam yang tengah berbaring dengan mata terpejam menghela napas panjang. Dia membuka matanya perlahan lalu menoleh ke arah Emily. Tanpa berkata-kata, ia mengulurkan tangannya dan menyentil dahi wanita itu. โAduh!โ Emily meringis kesal, memegangi dahinya yang baru saja disentil. โKenapa menyentil ku?โ tanyanya dengan nada merajuk. William menatapnya tajam, lalu berkata dengan suara yang datar, โKalau saja kau tidak kabur 4 tahun lebih yang lalu... kalau saja kau tidak berkata bahwa aku sebaiknya mencari wanita lain yang lebih pantas mendampingiku... mana mungkin aku membiarkan Anastasia tetap berada di sisiku?โEmily terdiam. Kata-kata
Anastasia mencengkram setir kemudi mobilnya erat-erat. Tangannya gemetar, begitu pula tubuhnya yang terasa lemah seolah tidak ada lagi tenaga. Matanya memanas, dan tidak butuh waktu lama hingga air mata mulai berjatuhan tanpa bisa ia kendalikan lagi. Pada akhirnya, Anastasia menangis sejadi-jadinya, menumpahkan segala rasa sakit yang menghantam hatinya. Ia memukuli setir mobil dengan frustrasi, dadanya terasa sesak seakan udara enggan masuk ke dalam paru-parunya. Kata-kata William terus terngiang di kepalanya, kalimat yang menusuknya lebih dalam dari yang pernah ia bayangkan. โIstriku sudah kembali. Aku akan menjalani hidupku seperti sebelumnya.โItu bukan sekedar pernyataan. Itu adalah penegasan, pengakuan yang membuat semua harapan Anastasia runtuh dalam sekejap. Bertahun-tahun ia menunggu, bertahun-tahun ia berharap, rela menghabiskan waktunya hanya untuk mengemis cinta dari pria itu. Dan kini, semua itu terasa sia-sia.
William meraih tangan Emily, sementara resletingnya sudah ia buka. Emily benar-benar kesal, tapi juga tidak bisa melakukan apapun. Kegilaan William hanya bisa dia tahan saja. โWilliam, malam itu kau membawa Rose pergi di depan banyak pegawai JB fashion, kau sudah menciptakan kesalahpahaman,โ ujar Anastasia. Mendengar itu, William pun hanya bisa memaksakan senyumnya. Sejatinya, dia sedang merasa kesal kepada Emily karena masih saja diam. Apa wanita itu tidak paham apa yang harus dilakukan padahal William jelas saja sudah membuka resletingnya. โKau tidak ingin memberikan tanggapan apapun karena itu, William?โ tanya lagi Anastasia yang masih belum mendapatkan tanggapan apapun dari William.. William menghela napasnya. โYah... mau bagaimana lagi? Aku cukup bergairah melihat wanita itu.โ Jawaban dari William barusan membuat Anastasia mengerutkan keningnya. โSebenarnya, kenapa kau jadi seperti ini,
Mendengar itu, Sebastian pun tersenyum sinis. โKau pikir apa yang akan dilakukan jika sudah sampai di pesisir pantai, hah? Tidak ada kapal yang melintas melewati Pulau ini. Usaha itu hanya akan sia-sia saja.โ Kelly tertunduk lesu. Entah Bagaimana caranya dia bisa sedikit berguna untuk Hendrick. Hendrick membuang napas kasarnya. Dia benar-benar sudah pasrah. Bahkan entah sudah berapa kali saja dia mencoba untuk bunuh diri meski gagal karena dia tidak sanggup dengan rasa sakitnya. ****Sore itu, setelah menyelesaikan pekerjaannya di JB fashion, Emily langsung menuju kantor William. Kedatangannya sudah dikabarkan oleh salah satu pegawai, sehingga ia tidak menemui hambatan apapun.Saat tiba di depan pintu kantor William, Emily mengetuk pintu sekali sebelum langsung masuk. William sudah memperbolehkannya sebelumnya. namun begitu ia masuk, hal pertama yang dicari adalah Elle. โHari ini kau pulang lebih cepat, ya?โ
Pertanyaan dari Robert barusan membuat William tersenyum. โApa yang berani dia lakukan kalau Elle tidak mau berpisah dariku?โ Mendengar itu, Robert pun menganggukkan kepalanya. โSaya berharap, anda tidak akan merasakan yang sama lagi.โ William menganggukkan kepalanya. โKali ini, Aku cukup yakin bisa membuat wanita itu terus menempel padaku.โ โBaiklah, Saya berharap seperti itu,โ ujar Robert. William mengarahkan tatapan matanya kepada Robert, memperhatikan pria itu dengan apa yang sedang dipikirkannya saat ini. Pada akhirnya, Ia pun menyampaikan apa yang ingin dikatakannya. โRobert, ini sudah cukup. Apa kau masih harus bersikap sinis kepada Azura?โ Ada perasaan aneh yang sulit untuk diungkapkan Robert saat ini. Tapi, dia juga tidak ingin William berpikir terlalu jauh. โSebenarnya, aku sendiri tidak memperlakukan Nona Azura dengan sinis. Tapi, dia yang melakukan sebaiknya. Saya sudah mencoba untuk lunak
Di ruangan kerja Anastasia, wanita itu dan Emily duduk berhadapan, beseberangan meja. Emily terdiam, menunggu Anastasia memulai pembicaraan. Sejak tadi, wanita itu terus saja mengarahkan tatapan tajamnya kepada Emily. โKenapa kau tidak datang ke kantor kemarin?โ tanya Anastasia. Jangan tanya apakah tatapan tajamnya sudah mereda, sama sekali tidak. โ... Maaf. Ada beberapa hal yang terjadi, namun saya tidak bisa menyampaikannya kepada anda,โ jawab Emily. Mendengar jawaban itu, Anastasia pun tersenyum kesal. Ia menggigit bibir, sementara ia sendiri juga tengah mengatur emosinya agar tidak meledak-ledak. โDengarkan aku baik-baik, Rose. William itu adalah kekasihku. Kenapa kau bisa melakukan semua itu bahkan di hadapanku?โ tanya Anastasia. Suaranya memang terdengar datar, tapi jelas penuh tekanan. Emily menunduk sejenak sebelum dia menjawab pertanyaan itu. โNona Anastasia, Anda juga melihat sendiri dengan sep
Setelah percakapan panjang dan melelahkan itu, akhirnya William pun mengalah. Ia membiarkan Emily menyelesaikan proyeknya di perusahaan JB fashion. Namun, tentu saja, William tidak akan menyerah begitu saja tanpa mendapatkan sesuatu sebagai imbalan. โKarena aku sudah memberikan persetujuan yang harganya sangat mahal, maka kau harus membayarnya kembali,โ kata William dengan tatapan penuh maksud. โKau harus melayaniku sampai aku tidak bisa bangun besok pagi.โEmily menelan ludah, merasa wajahnya mulai memanas. Ia ingin menolak, tapi ia tahu William tidak akan menerima penolakan apapun. Namun, rencana William gagal total. Elle tiba-tiba masuk ke kamar dengan mata mengantuk, menyeret boneka yang ada di kamarnya tadi. โAyah...โ panggilnya pelan sebelum langsung naik ke tempat tidur dan memeluk William erat-erat. William membeku. Ia menatap bocah kecil itu yang dengan nyaman menempel padanya, lalu melirik Emily yang justru terseny
โWilliam, maaf... Aku tidak pernah berpikir sampai sejauh itu. Aku salah, maafkan aku,โ ucap Emily, suaranya gemetar. Benar, dia sama sekali tidak pernah memikirkan soal apa yang dikatakan oleh William barusan. Mendengar itu, William pun membuang napas kasarnya yang terasa begitu berat. โAku tidak bohong bahwa aku membenci keputusanmu, kau yang begitu sembrono. Apakah yang aku lakukan dan pengorbananku masih belum cukup untuk membuat hatimu teguh berada di sisiku? Kenapa kau mudah sekali terpengaruh oleh ucapan Nenek ku, tapi tidak terpengaruh oleh semua yang aku lakukan?โEmily menggigit bibir bawahnya, merasa semakin bersalah. Kepergiannya bukan hanya menyiksa dirinya sendiri, tapi menyiksa William dan juga, Elle. โEmily, aku tidak bohong bahwa aku bahagia dengan kenyataan kau baik-baik saja. Bahkan, kau juga memberikan putri yang cantik dan cerdas untukku. Tapi, kenapa aku harus menunggu selama ini? Bahkan, kau juga masih ingin kab
William membawa Emily dan Elle pulang ke rumah mereka. Sesampainya di sana, Elle nampak bersemangat karena rumah William besar dan mewah, halamannya luas, ada taman samping juga. โIni rumah kita, Yah?โ tanya Elle, matanya berbinar bahagia. William tersenyum dan menganggukkan kepalanya. โTentu saja. Bagaimana? Kau suka?โ Elle mengangguk cepat, nampak begitu bahagia. โIya, suka!โ Emily tersenyum. Dia tidak menyangka kalau pada akhirnya dia akan kembali ke rumah itu, bertambah anggota keluarga juga. Rasanya, bertahun-tahun meninggalkan William tidak ada perubahan apapun di dalam hidupnya secara signifikan. William menurunkan Elle dari gendongan, membiarkan putri kecilnya itu mengeksplor ruangan. Pelayan yang ada di rumah langsung sigap menemani Elle. Mereka sempat merasa terkejut. Padahal, kembalinya Emily cukup membuat mereka kaget, sek