Semua Bab CEO Dingin yang Terpaksa Menikahiku: Bab 11 - Bab 20

30 Bab

11. Apa Pun yang Anda Minta

"Jadi? Mau ikut pulang denganku, ke rumahku? Atau... mau cari rumah sendiri?" Bara mengucapkannya dengan santai, tapi jelas ada sentuhan ejekan yang membuat darah Cheryl langsung mendidih dibuatnya.Cheryl mengepalkan tangan, menahan marah. "Kamu pikir aku nggak bisa cari rumah sendiri?" ketusnya seraya menatap Bara dengan berani, matanya berkilat penuh kemarahan yang sulit disembunyikan.Ada sesuatu dalam nada Bara yang menusuk harga dirinya. Seolah dia hanyalah beban, seseorang yang tak bisa bertahan tanpa bantuan. Darahnya berdesir panas. Kata-kata Bara seperti paku yang menghujam, mengingatkannya pada rasa tidak berdaya yang selama ini berusaha ia lawan."Aku bisa mengurus diriku sendiri.” Suaranya bergetar karena amarah yang menggelegak di dadanya. Bara mengangkat satu alis. "Oh ya?" katanya ringan, sambil bersedekap memandang Cheryl dengan ekspresi santai. “Buktikan saja kalau memang bisa.”Cheryl mengepalkan tangan lebih erat. Dia tahu Bara sengaja memprovokasinya, tapi tak a
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-22
Baca selengkapnya

12. Aku Bisa

Cheryl mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruangan, menatap satu per satu perabot yang mengisi rumahnya. Sofa empuk di ruang tamu, meja makan kayu jati dengan ukiran sederhana, lemari TV yang sudah menjadi tempatnya menaruh buku-buku dan koleksi kecil. Barang-barang itu bukan hanya harta benda, melainkan saksi bisu banyak kenangan yang pernah ia lalui di sini bersama bapak. Namun, keadaan menuntutnya untuk harus segera melepas semua itu. Tak mungkin semua barang ini bisa ia bawa jika batas kesanggupannya hanyalah menyewa kamar kos kecil. Dengan berat hati, ia memutuskan menjualnya kepada tetangga dengan harapan bisa mendapatkan uang tambahan. Lima belas tahun hidup berdampingan sebagai tetangga, membuat simpati mereka untuk Cheryl cukup kuat. Akhirnya, satu demi satu tetangga bersedia membeli barang-barang itu, meskipun mungkin sebenarnya mereka tak betul-betul sedang membutuhkannya. Sofa ruang tamu dan AC dibeli Pak Budi untuk anaknya yang baru menikah. Meja makan berbahan ka
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-23
Baca selengkapnya

13. Terikat Wasiat

Di dalam sebuh ruangan yang hening, terdengar bunyi detik jam di dinding. Bara duduk tegak di kursinya, matanya yang tajam memindai layar laptop di depannya. Pintu diketuk pelan, lalu terbuka. Seorang wanita melangkah masuk membawa setumpuk dokumen dan berdiri di depan meja Bara.“Dokumen untuk rapat nanti sore, Pak,” ujar sekretarisnya dengan nada hormat, meletakkan dokumen dengan hati-hati di atas meja.Bara tak segera menoleh. Jari-jarinya masih bergerak mengetik beberapa kalimat terakhir di laptop sebelum akhirnya berhenti. Dia mengambil dokumen pertama dari tumpukan. Tidak ada basa-basi. Dia langsung membaca.Sekretarisnya berdiri diam, menunggu. Sementara itu Bara membalik halaman demi halaman, matanya mengamati setiap detail dengan cermat. Di salah satu halaman, alisnya sedikit terangkat. Dia menunjuk sebuah baris dengan ujung pulpennya.“Apa ini?” tanyanya, nada suaranya datar tapi mengandung tekanan.“Saya pikir itu… data yang relevan, Pak,” jawab si sekretaris dengan nada se
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-24
Baca selengkapnya

14. Suara-Suara Jahanam

Air hangat menyentuh kulit Cheryl seperti pelukan yang menenangkan, menghilangkan rasa lelah yang menghantui tubuhnya sejak pagi. Seharian tadi, ia memenuhi dua panggilan perusahaan sekaligus untuk tes dan interview. “Ini masih bukan apa-apa… perjuanganku masih panjang,” gumamnya seraya berbaring di bathtub dengan mata terpejam, membiarkan aroma lavender dari gelembung sabun memenuhi indra penciumannya. Pikiran Cheryl melayang, mencoba melepaskan diri dari semua kekhawatiran tentang pekerjaan, uang, dan masa depan yang belum pasti.“Untuk sementara waktu, hanya aku dan ketenangan ini,” gumamnya pelan, nyaris seperti bisikan kepada dirinya sendiri. Ia menarik napas dalam-dalam, menikmati sensasi relaksasi yang perlahan menyelimuti seluruh tubuhnya.Setelah selesai mandi, Cheryl mengenakan piyama longgar yang nyaman dan merapikan rambutnya sebentar sebelum berbaring di tempat tidur. Tubuhnya terasa lebih ringan, dan pikirannya sedikit lebih tenang setelah menikmati waktu relaksasi di
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-25
Baca selengkapnya

15. Panas

“Setelah kemarin-kemarin ia memintaku untuk tinggal di rumahnya—seolah betul-betul peduli, sekarang dia pura-pura tak mengenaliku?” Dengan langkah menghentak, Cheryl meninggalkan lobi, berusaha mengalihkan pikirannya dari kejadian barusan. Namun, ia berhenti sejenak sambil memegangi perutnya yang keroncongan.“Duh, kenapa harus sekarang?” keluhnya sambil menahan rasa lapar yang sejak tadi ia abaikan.Menyadari ia tak mungkin bertahan di perjalanan tanpa makanan, Cheryl akhirnya menuju kafetaria terdekat yang ada di gedung itu. Meskipun sudah tahu harga menu di sana lebih mahal, saat ini ia tak punya pilihan lain.Di kafetaria, Cheryl memerhatikan menu yang terpampang di layar digital dengan alis berkerut. Hampir semua makanan yang ditawarkan memiliki harga fantastis untuk ukuran kantongnya. Ia menghela napas panjang, lalu memilih satu menu termurah yang masih masuk akal.“Pesan nasi putih dengan sup ayam saja,” ujarnya kepada pelayan. Dalam hatinya ada rasa getir karena harus begitu
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-26
Baca selengkapnya

16. Hanya Status yang Tak Berarti

Bus Transjakarta itu sudah penuh sesak sejak halte pertama, dan semakin lama semakin tak manusiawi. Desakan dari tubuh-tubuh di sekelilingnya membuat Cheryl nyaris kehilangan napas.Cheryl berdiri dengan satu tangan memegang gantungan, sementara tangan lainnya berusaha melindungi tasnya agar tak terselip di antara kerumunan. "Maaf, geser sedikit, Bu," katanya pada penumpang di sebelahnya, tapi permintaannya berlalu seperti angin. Suaranya tenggelam dalam hiruk-pikuk percakapan, keluhan, dan deru mesin.Cheryl menghela napas pasrah seraya mengalihkan pandangan ke luar jendela. Jalan protokol Jakarta dilewati mobil-mobil mewah yang melaju dengan anggun. Ia mendengus pelan. "Enaknya punya mobil sendiri," gumamnya getir. "Tinggal duduk manis disopirin kemana-mana, nggak perlu begini, desak-desakan kayak ikan pepes."Tanpa sadar, pikirannya melayang pada sosok Bara yang juga memiliki mobil mewah seperti yang sedang melintas di sana. Cheryl akui, pria itu seperti paket lengkap yang diidamka
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-27
Baca selengkapnya

17. Pesan yang Memancing Konflik

Pesan Cheryl muncul di layar ponsel Bara—pendek, namun memancing perhatiannya. Tak lama, sebuah pesan lanjutan masuk, menyertakan alamat tempat Cheryl tinggal. Usai membacanya, senyum tipis muncul di bibir Bara.“Drama lagi,” gumamnya, nada suaranya dingin, nyaris tak peduli.Dia memasukkan ponselnya ke saku jas, melangkah melewati lobi "Apex Insight Solutions." Ketukan langkahnya terdengar berirama di lantai lobi. Para pegawai yang berlalu-lalang segera menyapa dengan senyum dan anggukan hormat. Bara hanya membalas dengan anggukan kecil. “Selamat siang, Pak,” sapa petugas keamanan dengan nada sopan, berdiri tegak di dekat portal akses menuju area lift. Bara hanya mengangguk ringan tanpa menghentikan langkahnya.Di dalam lift VIP yang mewah, bayangan Bara di dinding logam yang mengilap menarik perhatiannya sejenak. “Apa dia melamar kerja di sini?” gumamnya lirih.Saat pintu lift terbuka, Bara berjalan keluar dengan langkah tegas, auranya yang dingin namun karismatik langsung terasa di
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-28
Baca selengkapnya

18. Saat Aku Mengejarnya

"Macet banget ya, Pak." Sopir taksi yang ditumpangi Bara mencoba mencairkan suasana seraya melirik ke kaca spion. Tetapi Bara hanya diam, sibuk memainkan ponsel di tangannya."Jakarta makin hari makin parah saja macetnya," lanjut sopir itu, tak menyerah pada keheningan. "Dulu saya pikir gubernur baru bisa bawa perubahan. Tapi nyatanya, siapa pun yang pegang jabatan, macet tetap ada."Bara menghela napas panjang, masih memilih diam. Pikirannya terlalu penuh dengan urusan bisnis dan juga Milena. Dia tak punya waktu untuk mendengarkan keluhan soal kemacetan.Sopir itu terdiam sejenak, menyadari bahwa penumpangnya tidak tertarik pada basa-basinya. Iapun tersenyum sendiri dan bergumam pelan, “Ah, Cheryl kan lagi sidang skripsi hari ini. Semoga lancar-lancar ya, Nak. Bapak udah doakan siang-malam buat kelancaran sidangmu hari ini. Semoga dosen pengujimu nggak ada yang rese.”Gumaman kecil itu membuat Bara melirik ke arah spion. Tanpa sengaja, sopir itu juga mengangkat pandangannya ke arah
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-30
Baca selengkapnya

19. Perang Suara

Dering telepon di meja kerja Bara memecahkan lamunannya. Ia mengedipkan mata, mengusir bayangan kecelakaan yang masih membekas jelas di pikirannya. Tanpa menunggu lama, ia mengangkat gagang telepon.Suara Nina, sekretarisnya, terdengar dari ujung sambungan. “Pak, saya sudah bertanya ke bagian HRD. Memang ada kandidat karyawan bernama Cheryl Anindita. Tapi dia sudah gugur di tes akhir hari ini karena terlambat datang.”Bara bersandar di kursinya, matanya menyipit. “Selain karena terlambat datang, apa ada alasan lain?” selidiknya, ia mulai sedikit penasaran.“Ada kandidat lain yang lebih kuat, Pak," jelas Nina. "Oya. Seperti yang Bapak minta tadi, saya sudah mengirimkan CV Cheryl ke email Bapak."Bara mendengarkan dengan tenang, tapi pikirannya bergejolak. Ia teringat pada cerita si sopir taksi tentang Cheryl. Gadis itu memiliki kemampuan akademis yang mengesankan, begitu kata bapaknya. Tapi jika benar ia terlambat, bagaimana mungkin seseorang dengan reputasi seperti itu membiarkan diri
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-31
Baca selengkapnya

20. Terjebak

Cheryl akhirnya mengecilkan volume musiknya ketika suara ketukan di pintunya berubah semakin keras, diiringi ocehan bernada marah yang kian ramai terdengar di luar sana.“Rese banget sih itu orang baru, kayak cuma dia aja yang punya kuping.”“Iya, gue sampe kebangun dari tidur gara-gara suara musiknya. Lagi ada masalah apa sih itu orang?"“Katanya dia temannya Rima, tapi kok nggak asyik kayak Rima gitu sih orangnya? Udah cupu, ngeselin lagi.”Percakapan itu terdengar samar-samar menembus pintu kamar Cheryl. Cukup membuat darahnya mendidih. Merasa dirinya dipojokkan tanpa pembelaan, Cheryl mematikan musiknya dengan sentakan jari yang keras, lalu membuka pintu kamarnya dengan wajah merah padam.“Saya begini bukan tanpa alasan, ya? Dia yang duluan bikin ulah!” serunya dengan nada tinggi, jarinya menunjuk tajam ke arah tetangga sebelah.“Eh, ulah apaan? Situ kali yang berisik, nyetel musik kayak lagi konser!” balas tetangganya dengan nada tak kalah sinis, meletakkan tangan di pinggang seol
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-01
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123
DMCA.com Protection Status