Semua Bab CEO Dingin yang Terpaksa Menikahiku: Bab 31 - Bab 40

157 Bab

31. Setan yang Tampan

Sinar matahari menerobos lembut melalui tirai yang setengah terbuka. Cheryl menggeliat di ranjangnya, mengusir sisa kantuk yang masih menggantung di matanya. Ia mendengar suara langkah kaki, benda-benda yang bergeser, dan percakapan pelan di antara dengung mesin yang menyala.Suasana aneh itu seketika membuat matanya tiba-tiba terbuka lebar. Ia tersentak melihat kamarnya kini dipenuhi oleh beberapa pelayan yang sibuk membersihkan ruangan. Ada yang sedang menghisap debu di karpet, membuka jendela lebar-lebar, dan merapikan meja kecil di sudut kamar, seolah keberadaan Cheryl di kamar ini tak berarti apa-apa. Cheryl terduduk dengan rambut acak-acakan, menatap mereka dengan sorot bingung sekaligus kesal.“Kalian... kok bisa masuk? Dan kenapa masuk tanpa izin dariku dulu?” tegurnya dengan suara serak, khas orang yang baru bangun tidur. Kekesalan yang nyata memancar dari nada bicaranya, namun suaranya belum cukup keras untuk menghentikan kesibukan mereka. Seorang pelayan bernama Wati, ya
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-13
Baca selengkapnya

32. Penerobos Privasi

Bara bersedekap, tatapan tajamnya menusuk ke arah Cheryl, seolah-olah menguliti setiap lapisan yang melindungi dirinya. Mata pria itu bukan sekadar melihat, tapi menggali, membaca, dan menilai, membuat Cheryl merasa terpojok.Tubuh Cheryl menegang. Meski pria itu adalah suaminya, namun keberadaannya terasa seperti ancaman yang asing dan tidak diundang. Ia buru-buru menghindari sorotan itu dengan bergerak cepat menuju lemari. “Berhenti menatapku seperti itu!” bentaknya, berusaha menutupi getar dalam suaranya.“Aku hanya menggunakan mataku,” Bara menukas, suaranya rendah, nyaris seperti gumaman. Seolah kata-katanya adalah hal yang paling masuk akal di dunia.Wajah Cheryl memerah, entah karena marah atau tersipu—ia bahkan tak tahu. “Dan kamu cukup menarik untuk dilihat. Kenapa aku harus berhenti?”Panas menjalar ke seluruh tubuh Cheryl. Ia mencengkeram handuk yang membalut tubuhnya, menyadari betapa pendeknya kain itu hingga memperlihatkan pahanya yang jenjang. “Dasar kurang ajar,” de
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-13
Baca selengkapnya

33. Tugas yang Menyiksa

"Aku? Me-apa katamu? Memasak?" Cheryl ternganga sejenak. "Tapi aku—" Ia menelan ludah, gugup. Memasak? Itu lebih mirip tantangan hidup daripada tugas sederhana baginya.Gagasan tentang dirinya berdiri di depan kompor, mencoba menciptakan sesuatu yang layak disebut "makanan," terasa seperti lelucon yang sangat buruk.Selama ini, dapur baginya hanyalah tempat untuk menyeduh teh dan kopi instan, atau membuat Indomie di tengah malam. Di rumahnya, memasak itu urusan mendiang ayahnya—yang sudah terbiasa mengurus semuanya sebagai orangtua tunggal. Cheryl bahkan tak pernah merasa perlu untuk menyentuh alat masak lebih dari sekadar membuka microwave.Namun kini ia justru diminta memasak oleh Bara—sosok pria yang memancarkan aura otoritas dari ujung rambut hingga sepatu kulit mahal yang membungkus kakinya. Dan Bara, alih-alih meralat perkataannya, justru menyambut kebingungan Cheryl dengan senyuman menantang yang sangat menyebalkan."Ada apa, Cheryl? Jangan bilang kamu nggak bisa masak."Cheryl
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-14
Baca selengkapnya

34. Hanya Beban

Bara bersandar pada meja marmer dengan gestur tenang, namun tatapannya tajam seperti bilah pisau yang siap mengiris lapisan pertahanan Cheryl. Ia menghela napas panjang, seolah sedang menghimpun kesabaran untuk menghadapi seseorang yang begitu jauh dari ekspektasinya.“Kupikir tadinya hanya putri bangsawan saja yang tidak bisa melakukan tugas sepele ini,” ujar Bara, suaranya terdengar lembut namun beracun, seperti beludru yang menutupi duri.Ia menatap Cheryl dari ujung kepala hingga ujung kaki, seolah menimbang-nimbang sosok di depannya yang tampak kecil dan lemah di matanya. “Tapi ternyata, gadis biasa-biasa saja bisa sama manjanya.”Tatapannya tak beranjak dari Cheryl, menusuk seperti sinar matahari yang tak memberi tempat untuk bersembunyi. Bara menggelengkan kepala pelan, senyumnya mengembang tipis tapi penuh ejekan. “Apa saja yang sudah kamu lakukan selama 22 tahun ini, Cheryl?” tanyanya, suaranya datar namun terasa begitu menguliti.Ia melipat tangan di depan dada, tubuhnya tega
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-14
Baca selengkapnya

35. Apakah Mereka Tahu?

Cheryl duduk termenung di dapur setelah Bara pergi, sisa-sisa perkataannya masih menggema di benaknya. Jemarinya meremas kain lap yang tergeletak di atas meja."Kalau hidup ini keras, maka aku juga harus lebih keras," gumam Cheryl pelan, mencoba menyemangati dirinya sendiri.Tanpa banyak berpikir, ia segera bertanya pada salah satu pelayan yang sedang berada di sekitar dapur. “Aku ingin bertemu dengan koki pribadinya Bara.” “Maaf, Tuan Bara tidak punya koki pribadi.”Cheryl mengerutkan kening. “Tidak punya? Bukankah orang-orang kaya biasanya punya koki pribadi?” pikirnya sedikit bingung.“Tuan Bara biasanya memasak sendiri.”“Hah?” Cheryl semakin tercengang. “Kok… bisa? Memangnya dia… sempat?” tanyanya dengan raut wajah yang semakin bingung.“Tuan Bara selalu sempat melakukan apa saja meskipun memiliki kesibukan segudang,” jelas si pelayan.Cheryl tercengang mendengar fakta itu. “Kenapa dia selalu berhasil membuatku merasa tak berguna?” pikirnya, antara rasa minder bercampur dengan k
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-15
Baca selengkapnya

36. Ingin Menebus Sesal

"Mimi bilang Bapak belum sarapan," tegur Sofyan begitu Bara memasuki mobil yang sudah menunggunya. Bara yang baru saja memasuki pintu mobil melirik Sofyan yang mengikutinya masuk ke mobil, asistennya itu duduk di bagian depan di sebelah sopir. "Aku pikir Cheryl bisa memasak, tapi rupanya dia betul-betul parah," gerutu Bara pelan, tapi cukup terdengar oleh Sofyan. Sofyan menoleh sedikit, memandang Bara dari balik bahunya dengan alis terangkat. "Bapak melewatkan waktu sarapan karena gadis itu?" Bara menghela napas panjang, melepas kancing jasnya agar lebih nyaman. "Aku harus mendidiknya. Dia betul-betul gadis yang manja," jawabnya datar, seolah hal itu adalah fakta yang tak perlu diperdebatkan.Sofyan mengernyit, tampak sedikit bingung sekaligus skeptis. "Mendidiknya?” sahutnya dengan hati-hati. Suaranya yang rendah dan penuh pertimbangan seperti menantikan klarifikasi dari Bara.Bara mengalihkan pandangannya keluar jendela, memperhatikan lalu lintas yang mulai padat. "Itu amanat da
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-16
Baca selengkapnya

37. Panik

Di dapur, Cheryl menatap bahan-bahan yang diletakkan Mimi di meja: ikan salmon segar, udang besar, beras khusus sushi, rumput laut, miso, dan sederet bahan lainnya.“Tuan Bara cenderung menyukai masakan western dan Jepang. Favoritnya adalah sushi, tempura udang, dan ramen dengan kuah miso buatan sendiri. Tapi bukan sembarang ramen, ya, Nona. Dia suka yang semua bahannya segar—kaldu dari tulang sapi yang direbus berjam-jam, topping ayam panggang, telur setengah matang, semuanya harus sempurna.”Cheryl menelan ludah. “Sepertinya ini bakal rumit,” gumamnya.Mimi tersenyum simpul. “Tuan Bara memang orang yang perfeksionis, Nona. Dia suka makanan yang dibuat dengan perhatian penuh. Kalau Nona mau membuatnya, harus sabar, ya.”Cheryl menarik napas panjang, mencoba menenangkan rasa gugupnya. “Aku akan mencobanya. Mimi, ajari aku mulai dari mana.”Rupanya, pekerjaan itu jauh lebih sulit dari yang Cheryl bayangkan. Ia harus mencuci beras hingga bersih, lalu memasaknya dengan takaran air yang pr
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-16
Baca selengkapnya

38. Hanya Alasan

Cheryl berdiri di depan cermin besar di kamarnya, menatap bayangannya yang tengah sibuk memperbaiki lipatan pada blus putih gading yang kini membalut tubuhnya. Rok floral selutut yang ia kenakan melambai ringan ketika ia berbalik memeriksa penampilannya dari berbagai sudut. Rambutnya yang ia ikat dengan kucir kuda sederhana jatuh teratur, memberi kesan santai namun rapi. Ia menghela napas panjang, berusaha menenangkan dirinya yang gugup. “Iya, ini yang kumau, semiformal yang tidak terlalu mencolok,” gumamnya. Cheryl bukan tipe wanita yang terbiasa memulas wajahnya dengan riasan tebal. Kali ini, seperti biasanya, ia hanya mengandalkan sapuan bedak tipis untuk meredam kilap di wajah dan lipstik warna nude yang membingkai senyumannya dengan lembut. Namun, ada hal yang tak ia sadari bahwa dari kesederhanaannya itu, ia terlihat cantik alami biarpun tanpa usaha yang berlebihan. Beranjak ke lemari tasnya, Cheryl berdiri mematung di depan deretan aksesori mewah yang memenuhi setiap rak.
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-17
Baca selengkapnya

39. Gugup

Di dalam mobil mewah milik Bara, jantung Cheryl berdegup tak menentu. Jemarinya erat menggenggam kotak makan siang yang terletak di pangkuannya, seolah itu satu-satunya benda yang mampu menenangkan keresahan yang bergejolak dalam dirinya. Pandangannya menerawang keluar jendela, menyaksikan gedung-gedung tinggi yang berkelebat saat mobil melaju, membawa dirinya semakin dekat ke gedung Apex. Setiap kilometer yang terlampaui seolah mempercepat denyut jantungnya, mengaduk-aduk rasa gugup dalam benaknya.Hingga pada akhirnya mobil itu telah sampai dan berhenti di depan lobi gedung Apex, salah satu ikon kemewahan di kawasan perkantoran elit Jakarta. Cheryl menelan ludah, mencoba menenangkan debar jantungnya yang semakin liar. Ketika seorang petugas membukakan pintu mobil untuknya, ia mendapati dirinya sedikit canggung untuk melangkah keluar."Terima kasih," ucap Cheryl, suaranya nyaris tenggelam oleh hiruk pikuk aktivitas di sekitar lobi. Petugas itu hanya mengangguk sopan sebelum mengis
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-18
Baca selengkapnya

40. Interupsi di Tengah Makan Siang

Bara duduk di belakang meja kerjanya yang besar dan berlapis kaca, dengan pemandangan kota yang membentang di balik dinding kaca ruangan kantornya. Langit siang menumpahkan semburat keemasan, tetapi cahaya itu seolah tak mampu melunakkan atmosfer dingin dalam ruangan.Ia menatap layar monitornya dengan penuh konsentrasi. Jari-jarinya bergerak cepat di atas keyboard, menganalisa laporan evaluasi risiko untuk proyek baru perusahaan. Proyek kemitraan dengan sebuah startup asing yang berambisi menghadirkan solusi pembayaran berbasis blockchain ke pasar Asia Tenggara.Dering pesawat telepon di mejanya terdengar nyaring, menginterupsi kesibukannya. Tak menunggu lama, Bara segera menerima panggilan itu.“Pak Bara,” sapa sekretarisnya di ujung sambungan telepon, “Ibu Michelle Wong, CFO dari BlueWave Capital, ingin berbicara dengan Bapak terkait klausul kontrak terbaru. Saya sambungkan sekarang?” Bara mengangkat pandangannya dari dokumen di tangannya, menatap monitor sejenak, dan berkata sing
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-19
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
16
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status